BAB I
PENDAHULUAN


Selama 62 tahun merdeka, Indonesia menjadikan ekonomi kapitalis sebagai tumpuan kebijakan pembangunan ekonomi,  yang ternyata telah gagal mewujudkan sebagaimana yang diamanatkan rakyat, terutama ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak bagi kehidupan. Indiidualisme, materialisme, dan paham kapitalis yang bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan yang Islami, ternyata tidak mampu meningkatkan kesejahteraan umat.
Pengembangan ekonomi berbasis manusia sebagai konsep ekonomi Islam dan diikuti dengan aplikasinya merupakan kebutuhan bila ingin menyelamatkan bangsa dari keterpurukan tersebut. Beralih dari latar belakang diatas, maka didalam makalah ini akan kami bahas mengenai Jaminan dan Asuransi Pembiayaan yang mana sudah kami rangkum sedemikian rupa agar mudah untuk dipahami dan dimengerti.


BAB II
PEMBAHASAN
JEMINAN DAN ASURANSI PEMBIAYAAN


A.    PENGERTIAN DAN KEGUNAAN JAMINAN
Allah SWT. telah berfirman dalam Al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut:

Ÿ

Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya[1], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (Q.S. An-Nisa’: 5).

Hadist Rasulullah SAW. Yang berarti: “Dari Annas ra. Berkata, Rasulullah SAW. Menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.” (HR. Bukhori).
Jaminan pembiayaan adalah  hak dan kekuasaan atas barang jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada lembaga keuangan guna menjamin pelunasan utangnya apabila pembiayaan yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu  yang diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan atau addendum-nya.[2]
Sedangkan jaminan dapat dibedakan menjadi beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:


1.      Jaminan perorangan
Jaminan perorangan adalah  suatu perjanjian penanggungan utang dimana pihak ketiga mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada lembaga keuangan/wanprestasi.
2.      Jaminan perusahaan
Adalah suatu perjanjian penanggungan utang yang diberikan oleh perusahaan lain untuk memenuhi kewajiban debitur dalam  hal debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada lembaga keuangan.
3.      Jaminan kebendaan
Adalah penyerahan hak oleh nasabah atau pihak ketiga atas barang-barang miliknya kepada lembaga keuangan guna dijadikan agunan atas pembiayaan yang diperoleh debitur.[3]
Barang yang dapat dijadikan sebagai jaminan pembiayaan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Harus mempunyai nilai ekonomis artinya dapat dinilai dengan uang dan dapat dijadikan uang.
2.      Harus dapat dipindah tangankan kepemiliknya dari pemilik semula kepada pihal lain
3.      Harus mempunyai nilai yuridis, dalam arti dapat diikat sehingga pembiayaan memiliki hak yang didahulukan terhadap hasil pelelangan barang tersebut. [4]

B.     JENIS BARANG YANG DAPAT DITERIMA SEBAGAI JAMINAN PEMBIAYAAN
Jenis-jenis barang yang dapat diterima sebagai jaminan pembiayaan adalah sebagai berikut:
1.      Persediaan barang
2.      Piutang dagang
3.      Deposit berjangka
4.      Saham perusahaan debitur
5.      Perhiasan (emas)[5]
6.      Tanah
7.      Kendaraan bermotor
8.      Kapal laut
9.      Pesawat terbang
10.  Mesin-mesin pabrik dan inventaris kantor
11.  Jaminan pribadi
12.  Jaminan perusahaan.[6]
Tidak semua jenis barang-barang yang diserahkan nasabah atau pemohon dapat diterima atau diikat sebagai jaminan pembiayaan, antara lain harta milik pejabat/karyawan lembaga keuangan tidak dapat diterima sebagai jaminan pembiayaan untuk kepentingan nasabah debitur. Debitur dapat dikelompokan dalam dua golongan yaitu:
1.      Jaminan utama
Jaminan utama adalah barang-barang bergerak maupun tidak bergerak yang dibiayai dengan pembiayaan atau merupakan objek pembiayaan. Sebagai contoh:
a.       Stok bahan baku, pembantu barang setengah jadi, barang jadi, dan piutang dagang dalam rangka pembiayaan modal kerja produksi industri.
b.      Stok barang dagangan dan piutang dagang dalam rangka pembiayaan modal kerja untuk perdagangan dalam negeri/distribusi.
c.       Tanah berikut bangunan dalam rangka pembiayaan investasi, seperti bangunan pabrik, hotel, perkantoran, penginapan, toko dan lain-lain.
d.      Stok barang dan piutang dagang dalam rangka pembiayaan ekspor
e.       Mesin/alat-alat produksi dalam rangka pembiayaan investor.
f.       Alat-alat pengangkutan dalam rangka pembiayaan investasi prasarana.
2.      Jaminan tambahan
Jaminan tambahan adalah barang, surat berharga, atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai yang ditambahkan sebagai argumen apabila dalam penilaian pembiayaan /analisis pembiayaan.

C.    NILAI JAMINAN
Besarnya jaminan yang harus disediakan oleh nasabah adalah sebagai berikut:
1.      Untuk pembiayaan eksploitasi biasa nilai jaminan minimum 250% dari maksimum pembiayaan dengan rincian sebagai berikut:
a.       Jaminan pembiayaan sebagaiknya 150%
b.      Jaminan tambahan 100% (sebesar pembiayaan yang diperoleh nasabah)
2.      Untuk pembiayaan investasi, nilai jaminan pembiayaan dan agunan tambahan sebaiknya minimum 150%  dari maksimum pembiayaan
3.      Untuk pembiayaan dengan jaminan deposit berjangka (yang diterbitkan bank tersebut), nilai jaminan pembiayaan sesuai dengan rumus perhitungan maksimum pembiayaan untuk pembiayaan dengan jaminan deposit berjangka.[7]

D.    DASAR-DASAR PENETAPAN NILAI JAMINAN
Dalam dasar-dasar penetapan nilai jaminan Allah swt. Telah berirman dalam Al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[8]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.S. An-Nisa’ : 29-30).

Jaminan merupakan salah satu unsur dalam analisis pembiayaan. Oleh karena itu, barang-barang yang diserahkan nasabah harus dinilai pada saat dilaksanakan analisis pembiayaan dan harus berhati-hati dalam menilai barang-barang tersebut karena harga yang dicantumkan oleh nasabah tidak selalu menujukan harga yang sesungguhnya (harga pada saat itu).
Dasar-dasar penilaian umum yang digunakan adalah sebagai berikut dibawah ini:
1.      Harga buku; artinya harga beli dikurangi jumlah penghapusan yang pernah dilakukan terhadap barang tersebut
2.      Harga pasar; artinya nilai daripada barang-barang tersebut bila dijual pada saat pelaksanaan penilaian atau taksasi.
Informasi mengenai harga pasar dapat diperoleh, misalnya dengan beberapa cara diantaranya adalah:
1.      Mengecek langsung kepada penjual atau pemasok/penyalur
2.      Meminta proorma invoice/faktur pembeli
3.      Melalui media massa
4.      Membandingkan dengan harga beli yang sama pada nasabah lain yang sudah/sedang kita biayai
5.      Meminta keterangan harga tanah dair lurah, BPN, Pemda setempat
6.      Menggunakan jasa-jasa pihak ketiga yang ahli, seperti asuransi, Sucofindo, dinas perdagangan dan perindustrian, lembaga-lembaga perusahaan penilai
7.      Nilai Jual Objek Pajak (NJOBP) yang tercantum dalam PBB.[9]

E.     DASAR PENILAIAN PER JENIS BARANG JAMINAN
Ada beberapa dasar penilaian per jenis barang jaminan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Persediaan barang
2.      Piutang dagang
3.      Surat-surat berharga
4.      Perhiasan/emas
5.      Tanah
6.      Kendaraan bermotor
7.      Kapal laut
8.      Mesin pabrik
9.      Pesawat terbang
10.  Toko berstatus sewa
11.  Orang pribadi atau personal guarantee
12.  Jaminan perusahaan[10]

F.     PROSEDUR PENILAIAN DAN PENGIKATAN JAMINAN
Sebelum barang-barang yang tertera pada daftar  barang-barang agunan ditetapkan  nilainya, diterima, dan diikat sebagai jaminan pembiayaan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Meneliti dan mempelajari kelangkapan, kebenaran, dan keabsahan dokumen-dokumen yang diserahkan oleh nasabah sehingga diperoleh kesimpulan bahwa barang-barang itu dapat diikat secara hukum atau yuridis
2.      Melakukan peninjauan setempat untuk mengetahui dan menilai keadaan isik barang-barang yang akan dijadikan jaminan, apakah sesuai dengan yang tercantum dalam berkas-berkas/dokumen yang ada dan keterangan/penjelasan lain yang diberikan nasabah

G.    PENGIKATAN/PENGUASAAN BARANG-BARANG JAMINAN
1.      Pengikatan
a.       Terhadap barang-barang yang diterima sebagai jaminan pembiayaan harus dilaksanakan pengikatan yang dapt dipertanggung jawabkan
b.      Pengikatan atas barang-barang jaminan dilaksanakan setelah perjanjian pembiayaan ditandatangani mengingat perjanjian pembiayaan merupakan perjanjian pokok dari perjanjian pengikatan barang-barang argumen
c.       Pengikat atas barang agumen berupa benda-benda tak bergerak (tanah, kapal laut diatas 20 m3)
d.      Biaya yang berhubungan dengan pengikatan tersebut dibayar dan ditanggung nasabah.
2.      Penguasaan barang jaminan
a.       Penguasaan barang-barang jaminan berupa barang tidak bergerak adalah dengan cara menguasai dokumen/bukti-bukti kepemilikan yang sah dari barang tersebut
b.      Penguasaan barang jaminan berupa barang bergerak
c.       Dokumen/bukti jaminan yang harus dikuasai bank secara umum.

H.    PENILAIAN KEMBALI BARANG JAMINAN


Artinya: “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (Q.S. Al-Anfal: 58).


Penilaian kembali barang-barang jaminan dapat dilakukan sewaktu-waktu. Penilaian  kembali ini dimaksudkan untuk menjaga pembiayaan dari penurunan nilai jaminan karena:
1.      Hilangnya/berpindahnya barang-barangg jaminan
2.      Kerusakan/keausan barang-barang jaminan
3.      Terjadi perubahan atas barang-barang jaminan
4.      Merosotnya nilai jaminan.

I.       PENUKARAN BARANG JAMINAN
Pada  dasarnya, barang jaminan dapat ditukar/diganti dengan jaminan lainnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini bahwa penukaran atau penggantian barang jaminan akan menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1.      Pelaksanaan pengikatan baru jika terjadi penggantian
2.      Nilai/derajat barang, lokasi dan lain sebagainya
3.      Executeur baar (mudah dijual)
Sehubungan dengan hal diatas, maka dalam rangka pengamanan pada setiap penukaran sebagaian maupun seluruh barang jaminan harus diperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1.      Jaminan pengganti minimum sama marketable-nya dengan jaminan lama
2.      Besar nilai jaminan pengganti minimum sama dengan jaminan lama
3.      Dasar-dasar penetapan nilai barang-barang jaminan
4.      Prosedur penilaian dan pengikatan jaminan
5.      Jika menurut penilaian lembaga keuangan, penukaran tersebut berakibat lembaga keuangan berada pada posisi lemah, maka lembaga keuangan berhak menolak penukaran barang tersebut.

J.      PEMINJAMAN BARANG JAMINAN
1.      Adakalanya nasabah meminjam bukti-bukti kepemilikan barang yang sudah  dijaminkan dengan berbagai alasan, antara lain peningkatan status kepemilikan atau pengurusan sertifikat tanah, perpanjangan haknya, penggantian BPKB, dan lain sebagainya
2.      Dimintakan pernyataan kesanggupan nasabah untuk mengembalikan surat-surat jaminan dalam hal pengurusan telah selesai
3.      Disamping itu, mengajukan surat kepada instansi yang terkait, seperti kantor BPN setempat, kepolisian, dan lain sebagainya.

K.    PENJUALAN BARANG JAMINAN
Penjualan barang-barang jaminan dapat dilakukan dengan beberapa macam diantaranya adalah:
1.      Penjualan dibawah tangan, dimana membantu mencari pembelinya. Harga penjualan barang agunan ditetapkan oleh nasabah dna disetujui oleh lembaga keuangan berdasarkan harga pasar saat itu
2.      Penjualan melalui lelang (DJKN)

L.     PENYERAHAN DOKUMEN BARANG JAMINAN
Penyerahan dokumen-dokumen asli barang jaminan adalah sebagai berikut seperti:
1.      Dalam rangka mempercepat penyelesaian pengurusan piutang negara, maka setelah diterbitkannya surat penerimaan pengurusan piutang negara lembaga keuangan selaku penyerah piutang/pembiayaan wajib menyerahkan semua dokumen asli kepada milikan barang agunan dan pengikatanya kepada DJKN
2.      Dalam rangka pengamanan penyimpanan dokumen asli barang agunan, pihak KPKN/DJKN dapat menitipkan kembali dokumen asli barang agunan tersebut kepada bank.


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah tersebut, maka dapat kami simpulkan bahwa dasar hukum pencairan barang jaminan adalah perjanjian pembiayaan/surat-surat perjanjian/jaminan lawan lembaga keuangan garansi/surat pernyataan dan jaminan untuk pembukaan L/C yang telah ditanda tangani nasabah dan akta pengikatan barang jaminan.
Mengenai jenis jaminan ini, masih belum bisa dipastikan apakah hak sewa toko dapat digolongkan sebagai jaminan atau tidak karena belum ada ketentuan (hukum) yang mengatur secara tegas.


DAFTAR PUSTAKA


Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi,  (Jakarta:  Raja Grafindo Persada, 2008).

Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008).

Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007).




[1] Orang yang belum Sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya.
[2] Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 663.
[3] Ibid, hal. 663-664.
[4] Ibid.
[5] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta:  Raja Grafindo Persada, 2008), Edisi Revisi, hal. 206.
[6] Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 183-184.
[7] Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, op cit, hal. 666.
[8] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, Karena umat merupakan suatu kesatuan.
[9] Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, op cit, hal. 667.
[10] Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, log cit, hal. 668-675.

0 komentar:

 
Top