BAB I
PENDAHULUAN



Selama hidupnya,  manusia tentu sering berangan-angan. Perbedaan angan-angan  tiap orang tergantung pada lingkungan tempat tinggalnya, pola pikir yang ditanamkan orang tua, dan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Kalau seseorang ditanya, Apa angan-angan Anda dalam hidup ini? Maka jika ia hidup diantara orang miskin, melihat kemiskinan dengan mata kepala dan merasakan kepedihannya, pasti ia berangan-angan hidup sebagai orang kaya. Ia ingin rumah megah dan kendaraan yang mewah, pokoknya hidup lebih layakn kebanyakan manusia.
Kalau anda membesuk pasien yang terbaring sakit anda tanyai angan-angannya pasti ia menganggukan kesembuhan walau harus menebusnya dengan seluruh kekayaanya. Sedangkan orang kaya kalau ditanya dengan angan-angannya mereka menjawab ingin lebih kaya lagi. Meski mereka banyak angan-angannya dan beragam namun semua berusaha mati-matian untuk mengubahnya menjadi kekayaan. Dari latar belakang diatas, maka dalam makalah ini akan kami bahas mengenai hakekat kematian.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT KEMATIAN


A.    HAKIKAT KEMATIAN
Kematian adalah sebuah kata yang tak asing terdengar di telinga kita. Sesuatu yang diyakini oleh seluruh umat manusia, dialah akhir dari semua kehidupan dunia. Sedikit sekali yang bersiap menyambutnya. Dialah tamu yang datang tanpa permisi dan masuk rumah tanpa basa-basi. Berbagai cara ditempuh manusia demi menghindarinya. Namun, ibarat anak panah yang meleset dia semakin dekat dan dekat, hingga mencapai sasaran pada waktu dan tempat yang ditentukan, tanpa meleset sedikitpun.[2]
Tak ada seorang pun tahu kapan kematian itu akan datang menghampirinya dan di belahan bumi manakah pembaringan terakhirnya. Allah SWT. berfirman  yang berbunyi sebagai berikut:
¨bÎ) ©!$# ¼çnyYÏã ãNù=Ïæ Ïptã$¡¡9$# Ú^Íit\ãƒur y]øtóø9$# ÞOn=÷ètƒur $tB Îû ÏQ%tnöF{$# ( $tBur Íôs?
 Ó§øÿtR #sŒ$¨B Ü=Å¡ò6s? #Yxî ( $tBur Íôs? 6§øÿtR Ädr'Î/ <Úör& ßNqßJs? 4 ¨bÎ) ©!$# íOŠÎ=tæ
 7ŽÎ6yz ÇÌÍÈ
Artinya: “Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok[3]. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Luqman: 34).

Jikalau tempatnya saja tidak diketahui, padahal mereka tempat lebih mudah daripada waktu, maka jelaslah bahwa waktunya lebih tersembunyi lagi. Dialah penghancur segala kenikmatan duniawi,  dan penghapus segala kepedihannya. Anda saja mati adalah akhir dari segalanya, niscara dia menjadi primadona bagi setiap jiwa yang merana. Akan tetapi, ia justru merupakan pintu pertama dari kehidupan selanjutnya, kesenangan tanpa batas, atau azab yang tak kunjung lepas.[4]
Wajarlah jika manusia membenci mati, bahkan para salaf pun demikian. Suatu ketika, Syuraih bin Hani’ salah seorang tabi’in mendengar sebuah hadist dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Siapa senang berjumpa dengan Allah maka Allah pun senang berjumpa dengannya. Dan siap tidak senang dengan berjumpa dengan Allah, maka Allahpun tidak senang berjumpa dengannya”. Usai mendengarkan hadist tersebut, ia bergegas menemui Ummul Mukminin Aisyah seraya mengatakan, Wahai Ummul Mukminin, aku mendengar sebuah hadits dari Abu Hurairah yang jika benar demikian berarti  kita semua celaka.
Orang yang celaka ialah yang celaka karena sabda Rasulullah, ada apa memangnya? Sahut Ummul Mukminin. Rasulullah SAW.bersabda: Siapa senang berjumpa dengan Allah maka Allah pun senang berjumpa dengannya. Dan siap tidak senang dengan berjumpa dengan Allah, maka Allahpun tidak senang berjumpa dengannya”. Padahal tidak seorangpun dari kita melainkan benci terhadap kematian. Ungkap Syuraih. Maka Ummul Mukminin menjawab, sungguh Rasulullah memang mengatakan seperti itu, akan tetapi bukan seperti yang kau paham. Hal itu adalah saat mata terbelaka, dada terasa sesak, kulit merinding dan jari-jari kaku, saat itulah siapa yang senang berjumpa dengan Allah, maka Allah pun senang berjumpa dengannya. Dan siapa yang tidak senang dengan berjumpa dengan Allah maka Allah tidak senang berjumpa dengannya.[5]
Demikianlah gambaran singkat sakaratul maut. Sesuatu yang pasti akan kita rasakan. Saat nafas tiba-tiba terasa berat, peluh membasahi sekujur tubuh, betis kiri dan betis kanan bertaut, kemudian perlahan-lahan  ruh dicabut dari bawah ke atas. Itulah detik-detik perpisahan dengan dunia, saat orang-orang bertakwa tersenyum melihat apa yang dijanjikan untuknya, dan para durjana menyesali perbuatan mereka.
Riwayat-riwayat berikut mungkin bisa memberikan gambaran lebih jelas akan kedahsyatan yang dihadapi seseorang saat sakaratul maut hingga ruhnya dicabut.
Al-Imam Abu Bakar bin Abi ad-Dunya meriwayatkan dalam kitab al-Muhtadhirin, “Tatkala Amru bin Ash sekarat, puteranya berkata, “Wahai Ayah, dahulu engkau sering mengatakan andai saja aku berjumpa dengan orang yang masih bisa berpikir saat ia sekarat, aku ingin ia menceritakan kepadaku apa yang ia rasakan. Nah, sekarang engkaulah orang tersebut, maka ceritakanlah bagaimana kematian tersebut kepadaku?” Sang ayah menjawab, “Wahai puteraku, demi Allah, aku merasa seakan perutku dililit, dan aku bernafas dari lubang jarum, seakan ada sepucuk ranting berduri yang diseret dari ujung kaki hingga kepalaku”.
Suatu ketika Umar bin Khottab ra. bertanya  kepada Ka’ab al-Ahbar, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (19/484 no. 36793), dan Abu Nu’aim al-Asbahani dalam Hiyatul Auliya’ 5/365 Riwayat ini sanadnya dha’if dan termasuk kisah israiliyat, jadi boleh kita percayai boleh juga tidak. “Hai Ka’ab, kabarkan kepada kami tentang kematian!” Baiklah, wahai Amirul Mukminin, kata Ka’ab, “Ia laksana sepucuk ranting yang banyak durinya, yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Setelah tiap durinya mengait sebuah urat, ranting tersebut ditarik oleh orang yang amat kuat tarikannya, hingga tercabutlah sejumlah uratnya dan tertinggal sisanya.”

B.     IA DATANG TIBA-TIBA
Demikianlah kematian yang sering kali tak terduga kedatangannya. Berapa banyak orang sehat yang mendadak mendapatkan serangan jantung dan wafat di tempat, atau anak kecil yang riang bermain di jalan tiba-tiba ditabrak kendaraan dan tewas seketika, atau mereka yang mati diterjang tsunami, ditimpa bangunan pasca gempa, atau sedang melakukan maksiat berhubungan badan lawan jenis tanpa melalui akad pernikahan dan sebagainya? Allah SWT. berfirman sebagai berikut:
Ÿwur ãA#ttƒ šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. Îû 7ptƒóÉD çm÷YÏiB 4Ó®Lym ãNßguŠÏ?ù's? èptã$¡¡9$# ºptFøót/
 ÷rr& öNßguŠÏ?ù'tƒ ÛU#xtã BQöqtƒ AOŠÉ)tã ÇÎÎÈ
Artinya: “Dan senantiasalah orang-orang kafir itu berada dalam keragu- raguan terhadap Al Quran, hingga datang kepada mereka saat (kematiannya) dengan tiba-tiba atau datang kepada mereka azab hari kiamat.” (Q.S. Al-Hajj: 55).

Demikianlah penafsiran dari kata as-sa’ah dalam ayat diatas menurut sebagian para ahli tafsir, yaitu al maut atau kematian.[6]

C.    TAK BISA DISEGERAKAN MAUPUN DIAKHIRKAN
Kematian itu tidak bisa diatur oleh manusia itu sendiri, baik di segerakan ataupun di akhirkan. Semua itu sudah di atur oleh Allah SWT. dan  Allah SWT. berfirman sebagai berikut:
Èe@ä3Ï9ur >p¨Bé& ×@y_r& ( #sŒÎ*sù uä!%y` öNßgè=y_r& Ÿw tbrãÅzù'tGó¡o Zptã$y ( Ÿwur šcqãBÏø)tGó¡o ÇÌÍÈ
Artinya: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu[7]  Maka apabila Telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S. Al-A’raf: 34).

`s9ur t½jzxsムª!$# $²¡øÿtR #sŒÎ) uä!%y` $ygè=y_r& 4 ª!$#ur 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÊÈ
Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila Telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha mengenal apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Munafiquun: 11).

Dari kedua firman Allah SWT. tersebut  sudah jelas bahwasanya kematian itu tidak ada yang bisa mengetahuinya, tidak ada yang bisa mengaturnya, tidak bisa seorangpun yang bisa mendahulukan ataupun mengakhirkan kematian tersebut. Karena semua itu sudah di gariskan oleh Allah SWT. itu  sendiri.
D.    TAK BISA DIHINDARI
Kematian itu juga tak bisa dihindari oleh setiap manusia baik orang kaya, miskin, orang mukmin, murtad ataupun orang kafirpun semua tidak bisa menghindari kematian itu. Kematian itu akan datang kepada setiap yang bernyawa dari hewan sampai manusia pasti akan merasakan kematian. Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut:
$yJoY÷ƒr& (#qçRqä3s? ãNœ3.ÍôムÝVöqyJø9$# öqs9ur ÷LäêZä. Îû 8lrãç/ ;oy§t±B 3 bÎ)ur ö
Nßgö6ÅÁè? ×puZ|¡ym (#qä9qà)tƒ ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB ÏZÏã «!$# ( bÎ)ur öNßgö6ÅÁè? ×py¥ÍhŠy (#qä9qà)tƒ
¾ÍnÉ»yd ô`ÏB x8ÏZÏã 4 ö@è% @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã «!$# ( ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# Ÿw tbrߊ%s3tƒ
 tbqßgs)øÿtƒ $ZVƒÏtn ÇÐÑÈ
Artinya: “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan[8], mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka Mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan[9] sedikitpun?” (Q.S. An-Nisa’: 78).

E.     SEKARAT MENJELANG KEMATIAN
Mayoritas manusia mengalami sekarat menjelang kematiannya. Dan setiap orang akan merasakan  dahsyatnya sakaratul maut sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing. Allah berfirman sebagai berikut:
ôNuä!%y`ur äotõ3y ÏNöqyJø9$# Èd,ptø:$$Î/ ( y7Ï9ºsŒ $tB |MYä. çm÷ZÏB ßÏtrB ÇÊÒÈ
Artinya: “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” (Q.S. Qaaf: 19).

ô`tBur ãNn=øßr& Ç`£JÏB 3uŽtIøù$# n?tã «!$# $¹/Éx. ÷rr& tA$s% zÓÇrré& ¥n<Î) öNs9ur yyqムÏmøs9Î) ÖäóÓx« `tBur
 tA$s% ãAÌRé'y Ÿ@÷WÏB !$tB tAtRr& ª!$# 3 öqs9ur #ts? ÏŒÎ) šcqßJÎ=»©à9$# Îû ÏNºtyJxî
 ÏNöqpRùQ$# èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#þqäÜÅ$t/ óOÎgƒÏ÷ƒr& (#þqã_̍÷zr& ãNà6|¡àÿRr& ( tPöquø9$# šc÷rtøgéB
 z>#xtã Èbqßgø9$# $yJÎ/ öNçFZä. tbqä9qà)s? n?tã «!$# uŽöxî Èd,ptø:$# öNçGYä.ur ô`tã
¾ÏmÏG»tƒ#uä tbrçŽÉ9õ3tFó¡n@ ÇÒÌÈ
Artinya: “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah." alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari Ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, Karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (Perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” (Q.S. Al-An’am: 93).

Hxx. #sŒÎ) ÏMtón=t/ uÍ'#uŽ©I9$# ÇËÏÈ Ÿ@ŠÏ%ur 2ô`tB 5-#u ÇËÐÈ £`sßur çm¯Rr& ä-#tÏÿø9$# ÇËÑÈ
 ÏM¤ÿtGø9$#ur ä-$¡¡9$# É-$¡¡9$$Î/ ÇËÒÈ 4n<Î) y7În/u >Í´tBöqtƒ ä-$|¡yJø9$# ÇÌÉÈ
Artinya: “Sekali-kali jangan. apabila nafas (seseorang) Telah (mendesak) sampai ke kerongkongan, Dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang dapat menyembuhkan?", Dan dia yakin bahwa Sesungguhnya Itulah waktu perpisahan (dengan dunia), Dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan)[10], Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau.” (Q.S. Al-Qiyamah: 26-30).

Ummul Mukminin Aisyah menceritakan, “Ketika Rasulullah SAW. Sekarat, diahdapan beliau ada semangkuk air. Maka beliau mencelupkan tangannya kedalamnya lalu membasuh wajah sembari mengatakan, “La ilaha Illallah! Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya. Kemudian beliau mengangkat telunjuknya dan mengatakan “Menuju teman-teman yang nun jauh diatas.” Hingga beliau wafat dan tangannya terkulai.[11]
Aisyiyah ra. Mengatakan “Aku tidak pernah iri dengan orang yang matinya mudah, semenjak menyaksikan beratnya kematian Rasulullah SAW.”[12] Para ulama mengatakan, “kalaulah kematian itu pasti datang dan ia telah mendatangi para nabi, para rasul, orang-orang shalih, dan wali-wali Allah, mengapakah kita masih tersibukan dari mengingatnya? Dan berlambat-lambat dalam menyambut kedatangannya?”
Apa yang dialami oleh nabi menjelang kematian,  mereka mengandung dua faedah. Pertama, agar manusia memahami betapa pedihnya sakaratul maut, walau hal tersebut tidak kasat mata. Sebab mereka bakal merasakan kepedihan tersebut. Kedua,  sebagai ujian bagi para nabi dan orang-orang shalih, untuk menyempurnakan keutamaan mereka dan mengangkat kedudukan mereka, dan bukan sebagai siksaan atau merendahkan martabat mereka.
Mungkin ada sebagian kalangan yang menganggap bahwa mati mendadadak lebih enak daripada mengalami sakaratul maut. Akan tetapi, meski sepintas nampak enak, belum tentu ia membawa dampak yang baik juga. Bukanlah dengan mati mendadak seseorang justru tidak sempat mengucapkan syahadat atau tidak sempat menulis wasiat dan lain sebagainya.

F.     MAUT ADALAH KAFARAT BAGI SETIAP MUSLIM
Yang demikian itu sebagai ganjaran atas rasa sakit yang dialaminya menjelang mati. Rasulullah SAW. Bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang terkena gangguan berupa penyakit dan yang lainnya, kecuali dengannya Allah menggugurkan dosa-dosanya, sebagaimana pohon menggugurkan daunya”.[13]
Ibnu Mas’ud ra. mengatakan: “Matinya seorang mukmin ialah dengan keringat di dahi. Sesungghunya, seorang mukmin kadang masih menyisakan beberapa dosa yang balasannya ia rasakan menjelang mati, sebab itulah dahinya berkeringat”.[14]

G.    MAUT ADALAH SESUATU YANG TIDAK DISUKAI
Bicara tentang maut memang tidak mengenakkan, kata-kata ini mengusik jiwa dan memerahkan telinga, karenanya Allah menamakannay dengan musibah. Allah berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä äoy»pky­ öNä3ÏZ÷t/ #sŒÎ) uŽ|Øym ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# tûüÏm Ïp§Ï¹uqø9$# È
b$uZøO$# #ursŒ 5Aôtã öNä3ZÏiB ÷rr& Èb#tyz#uä ô`ÏB öNä.ÎŽöxî ÷bÎ) óOçFRr& ÷Läêö/uŽŸÑ Îû Ç
ÚöF{$# Nä3÷Gt6»|¹r'sù èpt6ŠÅÁB ÏNöqyJø9$# 4 $yJßgtRqÝ¡Î;øtrB .`ÏB Ï÷èt/ Ío4qn=¢Á9$# Èb$yJÅ¡ø)ãŠsù
 «!$$Î/ ÈbÎ) óOçGö6s?ö$# Ÿw ÎŽtIô±tR ¾ÏmÎ/ $YYyJrO öqs9ur tb%x. #sŒ 4n1öè%   Ÿwur ÞOçFõ3tR noy»pky­ «!$#
 !$¯RÎ) #]ŒÎ) z`ÏJ©9 tûüÏJÏOFy$# ÇÊÉÏÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu[15], jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah Ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa".” (Q.S. Al-Maidah: 106).

Mulai dari para nabi hingga manusia paling durhaka semuanya tidak suka dengan yang namanya mati. Akan tetapi, akdar ketidak sukaanya mereka tentunya berbeda-beda sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing. Kalau ada orang yang mendambakan kematian, maka sesungguhnya bukan kematian itu sendiri yang ia dambakan, namun apa-apa yang yang datang setelahnya. Seperti orang yang ingin beristirahat dari segala kepentingan dunia, atau yang menghendaki perjumpaan dengan Allah dan memetik buah manis dari setiap amaliyahnya maka mau tidak mau ia harus menghadapi kematian terlebih dahulu, dan karena itulah ia mendambakannya.
Ia mengganggu dan tidak disukai, karena tabiat manusia adalah mencintai hidup dan takut mati. Sebab itulah manusia tidak ingin mendengar yang satu ini, ia juga tak ingin mempelajarinya. Buktinya? Anda akan dapati ada sementara orang yang mengeluarkan rasa sakit, kepayahan, kemiskinan dan kesialan  yang dialaminya selama di dunia. Pun demikian ia tetap tambah menghadapinya, dan berlindung kepada Allah saat terdengar olehnya kata-kata mati.
H.    MAUT PASTI AKAN MENJEMPUT SEMUA ORANG
Benar, ia bersifat universal dan menyeluruh tanpa pandang bulu. Semua yang  bernyawa harus merasakannya, para nabi, orang shalih, orang bejat, tua, muda, besar, kecil, pria, wanita, orang sehat, orang sakit, orang kaya, orang miskin, dan lain sebagainya. Maut menganut azas sama rata sama rasa yang menyama ratakan semua orang. Ia tidak membedakna antara seorang brillian dengan idiot, kaya raya dengan miskin, atau raja dengan rakyat jelata. Semuanya harus mati, meski caranya bermacam-macam. Allah SWT. berfirman:
øŒÎ) ÏMs9$s% ßNr&tøB$# tbºtôJÏã Éb>u ÎoTÎ) ßNöxtR šs9 $tB Îû ÓÍ_ôÜt/ #Y§ysãB ö@¬7s)tGsù ûÓÍh_ÏB
( y7¨RÎ) |MRr& ßìŠÉK¡¡9$# ÞOŠÎ=yèø9$# ÇÌÎÈ

Artinya: “(ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya Aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".” (Q.S. Al-Imran: 35).

@ä. <§øÿtR èps)ͬ!#sŒ ÏNöqyJø9$# ( §NèO $uZøs9Î) šcqãèy_öè? ÇÎÐÈ
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan.” (Q.S. Al-Ankabut: 57).

Maut akan datang kepada setiap orang, meski ia bersifat universal, ia juga mengandung unsur individual dan sangat pribadi. Artinya, tiap orang harus mati sendirian, mati bagi dirinya sendiri dan tidak mungkin mewakili orang lain menggantikannya.[16]

I.       HIKMAH DI BALIK KEMATIAN YANG DIRAHASIAKAN
Siapapun yang berusaha menangkap kelembutan Allah atas hamba-Nya,  ia akan paham bahwa hikmah di balik kematian yang dirahasiakan tadi amatlah jelas. Karena orang yang tahu dimana dan kapan dia akan mati, tidak mungkin akan pergi kesana. Saya yakin bahwa hanya sedikit yang mau mendatangi tempat tersebut, bahkan sedikit sekali. Paling paling mereka adalah orang yang mendatangi kematian tanpa tahu dimana tempatnya secara pasti. Bahkan mayoritas manusia tidak akan mendatangi tempat itu sama sekali, atau paling tidak di hari H saat ajal mereka tiba.
Adapun tempat yang didatanginya adalah kuburan. Ya, itulah kehidupan setelah di bumi, setelah kita mati akan di kubur sendirian di dalam tanah tanpa ada sanak saudara, istri, suami, keluaga tercinta, anak dan lain sebagainya kita tinggalkan, kita di kubur sendirian gelap tanpa ada penerangan. Yang kita tinggalkan hanya empat amal sholeh yaitu: Orang yang mati shahid, anak yang sholeh yang selalu mendoakan orang tuanya, amal jariah dan ilmu yang bermanfaat. Hanya ketiga macam itulah yang bisa menyelamatkan kita dari siksaan api neraka yang sangat amat dahsyat.


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Kematian adalah sebuah kata yang tak asing terdengar di telinga kita. Sesuatu yang diyakini oleh seluruh umat manusia, dialah akhir dari semua kehidupan dunia. Sedikit sekali yang bersiap menyambutnya.
Dialah tamu yang datang tanpa permisi dan masuk rumah tanpa basa-basi. Berbagai cara ditempuh manusia demi menghindarinya. Namun, ibarat anak panah yang meleset dia semakin dekat dan dekat, hingga mencapai sasaran pada waktu dan tempat yang ditentukan, tanpa meleset sedikitpun.


DAFTAR PUSTAKA


Sufyan Bin Fuad Baswedan, Andai Si Mati Bisa Bicara: Angan-angan Mereka yang Telah Tiada, (Klaten: Wafa Press, 2007).


[1] Sufyan Bin Fuad Baswedan, Andai Si Mati Bisa Bicara: Angan-angan Mereka yang Telah Tiada, (Klaten: Wafa Press, 2007), hal.7-8.
[2] Ibid, hal. 11.
[3] Maksudnya: manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha.
[4] Ibid, hal. 12.
[5] HR. Muslim No. 2685.
[6] Lihat Tafsir al-Baqhawi, al-Baidhawi, dan Zad al-Masir. Adapun makna kematian dari kiamat tersebut ialah hari kiamat.
[7] Maksudnya: tiap-tiap bangsa mempunyai batas waktu kejayaan atau keruntuhan.
[8] Kemenangan dalam peperangan atau rezki.
[9] Pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan.
[10] Karena hebatnya penderitaan di saat akan mati dan ketakutan akan meninggalkan dunia dan menghadapi akhirat.
[11] HR. Bukhari. Maksud dari Teman-teman yang nun jauh diatas yaitu  para nabi yang arwah mereka berada di Jannah. (lihat al-Faiq fi Gharib al-Hadits).
[12] HR. At-Tirmidzi No. 979. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunnan at-Tirmidhi.
[13] Lihat Faidh al-qoDIR, 6/320 Oleh Al-Munawi.
[14] HR. Al-Bukhori dan Muslim. Riwayat ini sanadnya shahih, lihat Ithaf al-Khiyarah al-Maharah 2/129 oleh  al-Bukhori.
[15] ialah: mengambil orang lain yang tidak seagama dengan kamu sebagai saksi dibolehkan, bila tidak ada orang Islam yang akan dijadikan saksi.
[16] Sufyan bin Fuad Baswedan, Op Cit, hal. 28.

0 komentar:

 
Top