BAB I
PENDAHULUAN


Saudara, Kami akan merasa senang apabila Anda mau belajar dengan sungguh-sungguh perihal penalaran. Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi salah nalar. Mengapa demikian? Karena pada saat orang berpikir subjektif, itu berarti ia tidak bernalar. Oleh sebab itu kita tata nalar yang baik. Memang itu perlu? Ya, karena apabila sering terjadi miskonsepsi dan berpikir kurang pas dapat menjadikan kita apriori terhadap berbagai pernyataan. Selain itu, kita pun harus mampu membaca kritis agar kegiatan bernalar terasah dengan baik.
Dari latar belakang diatas, maka disini kami akan membahas makalah yang berjudul tentang Penalaran dan Membaca Kritis secara ringkas dan jelas agar mudah untuk dipahami dan mudah untuk dimengerti yang tujuannya agar menambah wawasan dan ilmu kita.


BAB II
PEMBAHASAN
PENALARAN DAN MEMBACA KRITIS


A.    PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpikir untuk menghubunghubungkan data atau fakta sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Penalaran dalam hal ini merupakan proses pemikiran untuk memperoleh simpulan yang logis berdasarkan bukti (data) yang relevan. Penalaran merupakan proses penafsiran data (fakta) sebagai dasar untuk menarik simpulan. Data atau fakta yang dinalar itu seharusnya benar tetapi biasanya juga tidak benar. Apabila data atau fakta yang dinalar tidak benar maka hasil penalarannya juga tidak benar. Hal demikian ini disebut salah nalar. Dalam logika hal ini disebut kesesatan penalaran. Kesesatan penalaran dapat tejadi karena yang sesat seringkali, kelihatan masuk akal padahal sebenarnya tidak.
Contoh:
-          Semua pegawai negeri adalah penerima gaji.
-          Semua pegawai swasta adalah penerima gaji.
-          Jadi, pegawai negeri adalah pegawai swasta.
Contoh lain:
1.      Saya terlambat karena tinggal di Bogor.
Kelihatannya hal ini masuk akal. Akan tetapi kalau hal ini dibenarkan, orang ini akan terlambat terus.
2.       Jika mau mengerti kenakalan remaja maka kita harus pernah mengisap narkotika.
3.      Hidup ini harus kita nikmati dengan gembira oleh sebab itu harus banyak kali kita ke 'night club' dan Binaria.
Kalimat 2 dan 3 juga kelihatannya masuk akal tetapi penalaran ini sesat, salah nalar. Kesesatan penalaran atau salah nalar sebagaimana diuraikan di atas disebut kesesatan atau kesalahan formal. Kata salah nalar yang dikemukakan itu terjadi karena si penalar tidak mengetahui atau tidak mengerti kesalahan atau kesesatannya, penalaran itu disebut pralogis. Kalau salah nalar itu dilakukan dengan sengaja untuk menyesatkan orang lain, maka ini disebut sofisme.
Selain kesalahan formal dikenal pula kesalahan informal. Kesatuan penalaran formal terjadi karena bentuk penalarannya tidak tepat atau karena pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika. Selain kesalahan formal dikenal pula kesalahan informal. Kesalahan informal disebabkan oleh kesalahan bahasa. Kesalahan bahasa terjadi karena kata-kata dalam satu bahasa dapat memiliki arti yang berbeda-beda. Setiap kata dalam kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan.
B.     PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF
1.      Penalaran Induktif
Penalaran induktif dibedakan dari penalaran deduktif berdasarkan prosesnya. Penalaran ilmiah merupakan sintesis antara deduktif dan induktif. Secara formal proses induktif (induksi) adalah proses penalaran untuk sampai pada keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat umum maupun khusus berdasarkan pengamatan atas hal-hal yang khusus. Proses induksi ini dibedakan atas: generalisasi, analogi, dan hubungan sebab akibat. Di dalam penelitian ada yang menggunakan istilah induktif sebagai metode.
Metode penalaran induktif di dalam penelitian pada umumnya dilaksanakan melalui langkah (1) pengamatan data, (2) wawasan atas struktur data, (3) perumusan hipotesis, dan (4) pengujian hipotesis. Metode induktif berbeda dari metode deduktif yang dilaksanakan dengan merumuskan hipotesis terlebih dahulu, kemudian mengujinya dengan data. Kedua metode ini dapat digunakan secara bergantian di dalam bidang tertentu, bergantung pada cara penalaran yang akan digunakan terlebih dahulu.
a)      Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan tertentu untuk memperoleh simpulan yang bersifat umum. Proses penalaran ini berdasarkan atas pengamatan sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik simpulan terhadap semua atau sebagian gejala yang sama.
b)      Analogi
Analogi adalah proses penalaran yang didasarkan kepada cara membandingkan dua hal yang memiliki sifat yang sama. Kita dapat membandingkan sesuatu dengan yang lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduanya. Kita dapat membuat perbandingan dalam rangka mengetahui suatu benda dari benda lainnya.
c)      Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah proses penalaran yang didasarkan pada gejala yang saling berhubungan sebab akibat. Menurut prinsip umum, hubungan kausal itu selalu ada penyebabnya. Penarikan simpulan yang salah terjadi karena proses penarikan simpulan yang tidak berhubungan. Contohnya orang menghubungkan suatu gejala alam dengan supernatural, seperti pada saat Gunung Galunggung meletus dianggap sebagai kutukan atau kemarahan kekuatan gaib.


2.      Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, atau putusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal atau gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut, kita dapat menarik simpulan tentang suatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau gejala. Penalaran deduktif begerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus. Salah satu contoh adalah tentang sifat mamalia. Sifat mamalia pada umumnya: berdarah panas, bernafas dengan paru-paru, dan melahirkan anaknya. Ketika untuk pertama kali ikan pesut (lumba-lumba air tawar dari sungai Mahakam) ditemukan, dari ciri-ciri fisiknya ditentukan bahwa binatang itu termasuk melahirkan anaknya.
Pengetahuan tentang sifat mamalia pada umumnya merupakan dasar untuk menarik simpulan. Pernyataan dasar seperti itu di dalam logika disebut premis (=pernyataan dasar). Penalaran deduktif menarik simpulan berdasarkan atas premis. Penarikan simpulannya secara tersirat sudah tercantum di dalam premisnya. Sifat itu membedakan penalaran deduktif dari penalaran induktif (simpulannya tidak tercantum di dalam premis). Sifat tersebut menunjukkan bahwa di dalam penalaran deduktif suatu simpulan akan sahih jika premisnya benar. Di dalam penalaran induktif kita tidak dapat menentukan kebenaran atau kesahihan simpulan dengan cara tersebut.
Berdasarkan cara menarik simpulan dengan penalaran deduktif ada dua macam:
a)      Menarik simpulan secara langsung dari satu premis. Hal tersebut dapat dilakukan melalui:
1)      Konversi
2)      Obversi, dan
3)      Kontraposisi.
b)      Menarik simpulan secara tak langsung, dengan cara:
1)      Silogisme
2)      Entimem.
C.    MEMBACA KRITIS
Dengan membaca seseorang menjadi kaya pengetahuan. Pada hakikatnya membaca merupakan kegiatan atau tindakan atau perilaku untuk memperoleh informasi melalui simbol-simbol tercetak yang tidak terbatas pada buku tetapi juga mencakup surat kabar, brosur, leaflet, papan nama, dan lain-lain. Oleh karena yang dibaca itu simbol-simbol maka makna atau informasi yang diperoleh adalah abstrak. Dengan demikian membaca dapat pula diartikan berpikir abstrak, yaitu membayangkan suatu benda atau kejadian tanpa melihat atau mengalaminya sendiri tetapi hanya melalui bacaan. Aktivitas membaca dapat berkembang menjadi suatu kebiasaan, yaitu tradisi membaca.
Dalam kegiatan membaca ada t iga tahap kebiasaan membaca yaitu (1) tahap permulaan, (2) tahap senang membaca, dan (3) tahap biasa membaca (Wiryotinoyo,1990: 25). Para mahasiswa berada pada tahap membaca yang mana? Mereka pada umumnya belum memiliki sikap senang atau gemar membaca, apalagi mempunyai tradisi atau kebiasaan membaca. Hal-hal seperti inilah yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran Menulis melalui pengembangan tradisi membaca.
Dalam kegiatan penulisan ilmiah, ada sebuah tahap penting yang tidak dapat dihindari. Tahap itu adalah tahap membaca. Karya ilmiah lain, baik yang berupa bacaan tentang teori maupun yang berupa laporan hasil penelitian. Dalam kegiatan itu, isi buku atau laporan dibaca dengan baik dan teliti. Tidak jarang, akan ditemukan beberapa buku yang membahas topik yang sama. Pada saat membaca, kita harus dapat membandingkan buku-buku itu dan mencari letak persamaan dan perbedaan dari buku-buku tersebut. Kegiatan itulah yang disebut sebagai membaca kritis dan hasil dari membaca kritis adalah sebuah sintesis.
1.      Hakikat Membaca
Membaca dapat diartikan sebagai rangkaian sikap atau kegiatan yang berlangsung secara rutin. Tampubolon (1987:228) menyatakan bahwa apabila suatu kegiatan atau sikap, baik yang bersifat fisik maupun mental telah mendarah daging pada diri seseorang, maka dapat dikatakan kegiatan atau sikap itu telah menjadi kebiasaan orang tersebut. Rosidi (1983:76) menyatakan bahwa kebiasaan membaca adalah suatu kegiatan yang harus ditanamkan, dipupuk, dibina, dan didikkan (dibelajarkan) karena hal itu tidak tumbuh secara otomatis. Untuk meningkatkan tradisi membaca di kalangan siswa dalam proses pembelajaran Menulis harus ada upaya interaksi pembelajaran (kolaboratif) yang memberi rangsangan, motivasi, dan minat untuk mengadakan pengkajian tema-tema bacaan mutakhir yang berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) atau pun pembacaan terhadap tulisantulisan orang lain yang dipublikasikan.
Burn dan Lowe (1966:111-113) mengemukakan beberapa indikator minat baca, yaitu: (1) kebutuhan akan bacaan, (2) tindakan mencari bacaan, (3) rasa senang, (4) ketertarikan, (5) kinginan, dan (6) tindak lanjut. Sedangkan menurut Danifil (1985: 60-61 ) kebiasaan membaca memiliki tigi ciri, yaitu; (1) mantap, (2) sukarela, dan (3) otomatis membaca. Kebiasaan membaca merupakan aktivitas yang mantap jika membacanya lebih terarah dengan menggunakan cara yang lebih efektifdan efisien. Kebiasaan membaca merupakan aktivitas sukarela karena perbuatan membaca itu makin menjelma sebagai kebutuhan pribadi.
Aktivitas membaca dikatakan otomatis jika orang yang memiliki kebiasaan membaca dengan sendirinya terangsang untuk membaca jika situasi dan kondisi seperti: waktu, tempat, dan jenis bacaan terpenuhi. Untuk mengukur indikator tradisi membaca seseorang dapat dilihat dari sering tidaknya (frekuensi), lama tidaknya (waktu), jenis bacaan (ragam), cara memperoleh (kiat, dana,jurus-jurus membaca), dan daya serap. Makin sering dan makin banyak waktu yang digunakan mahasiswa untuk membaca makin jelaslah tradisi membacanya.


2.      Tekhnik Membaca Kritis
Sebelum membaca secara kritis, ada dua langkah yang perlu dilakukan dalam menyeleksi sumber rujukan yang akan digunakan. Pada tahap tersebut, penulis harus mampu membaca secara selintas (skimming) berbagai buku dan artikel unutk dapat memilah sumber rujukan yang tepat bagi topiknya. Dengan membaca selintas, penulis dapat memilih sumber rujukan yang tepat dan, kemudian, membaca ulang sumber tersebut secara lebih baik.Langkah kedua adalah membaca ulang sumber rujukan yang terpilih secara lengkap.
Dalam membaca secara lebih cermat ini, penulis harus dapat menangkap inti permasalahan yang diajukan oleh penulis sumber rujukan yang bersangkutan. Jika berniat untuk mengutip sebuah pendapat, penulis harus membaca sumber rujukan lain yang berkaitan dengan bagian yag akan dikutip dan memahami secara mantap maksud dan sudut pandang penulis dari bagian yang akan dikutip. Untuk membaca dengan kritis, sebaiknya penulis menandai bagian-bagian dalam sumber rujukan yang penting baginya. Ada bacaan, yaitu menggarisbawahi bagian yang penting, member tanda stabile, memberi garis vertical pada bagian yang penting, member catatan pada pias (margin) luar. Dengan menandai bacaan, ada beberapa manfaat yang penulis peroleh, yaitu:
a)      Penulis akan membaca dengan minat dan perhatian yang tinggi. Selain itu penulis sangat berhati-hati dan waspada agar dapat menangkap gagasan pokok dalam sumber rujukan yang dibacanya.
b)      Penulis akan membaca dengan aktif. Artinya, penulis akan mencerna dan mengolah informasi yang diperolehnya. Paling tidak, penulis akan menghubungkan sumber rujukannyadengan kepentingan penelitian atau tulisannya sendiri.
c)      Tanda dan catatan pada sumber rujukan akan mengingatkan penulis pada gagasannya sendiri dan kaitannya dengan sumber rujukan. Selain itu, penulis dapat mempertajam pandangannya atas gagasan yang dipilihnya.
1)      Teknik SQ3R
Salah satu teknik membaca kritis yang sering dibicarakan dan dipraktikkan adalah SQ3R (Survey, Question, Read, Recite/Recall, Review). Singkatan itu menunjukkan proses membaca yang terdiri atas lima langkah, yaitu mempersiapkan diri (survey), bertanya (question), membaca (read), menjawab pertanyaan atau mendaras ulang isi teks (recite/recall), mengkaji ulang hasil bacaan (review). Dengan melakukan kelima langkah tersebut, diharapkan bahwa kita dapat menemukan pokokpokok pikiran dalam buku yang dibutuhkan untuk menyusun makalah.
SQ3R ialah teknik membaca kritis yang telah diperkenalkan oleh Robinson (1961). Ia merupakan satu kaidah membaca yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang terdapat dalam bacaan berdasarkan tujuan yang ingin dicapainya.
2)      Tekhnik KWLH
KWLH adalah singkatan berikut:
K (know)         Apa yang telah diketahui (sebelum membaca)
W (want)         Apa yang hendak diketahui (sebelum membaca)
L (learned)      Apa yang telah diketahui (selepas membaca)
H (how)           Bagaimana untuk mendapat pengetahuan tambahan yang berkaitan (untuk membaca seterusnya)
Apa menjelaskan suatu teknik membaca kritis ketika pembaca;mengingat dahulu apa yang telah diketahui, membayang atau menentukan apa yang ingin diketahui, melakukan membaca (bahan yang telah dipilih), mengetahui apa yang telah diperoleh dari bacaan yang baru dilakukan, menentukan apa lagi yang perlu diperoleh (sekiranya perlu membaca seterusnya). Teknik membaca ini mengaitkan pengetahuan yang ada dengan bacaan yang  dibaca, menentuka apa yang telah diperoleh dari bacaannya, dan menentukan lagi bahan yang perlu dibaca sekiranya ingin mendapat pengetahuan tambahan.
3)      Teknik Skimming dan Scanning
Teknik skimming dan scanning ini digunakan untuk membaca bahan yang ringkas seperti sesuatu kutipan ataupun bacaan yang lebih panjang seperti buku, jurnal, dan majalah. Dalam membaca kutipan, kita hanya memberi perhatian pada ide penting untuk mendapat gambaran umum. Ide-ide khusus sengaja diabaikan. Dalam membaca buku pula, fokus kita pada bagian tertentu di dalam buku itu seperti pengenalan, prakata, isi kandungan, tajuk utama, rumusan pada akhir bab, dan rujukan indeks untuk mendapat gambaran umum tentang isi bacaan.
Scanning ialah teknik membaca cepat untuk mendapatkan pengetahuan yang khusus dan bukan untuk mendapat gambaran keseluruhan sesuatu bahan bacaan. Cara ini boleh melewati bagian-bagian yang kurang penting. Ketika kita membaca, kita akan menggerakkan mata kita dari atas ke bawah dengan cepat mengikuti wacana yang dibaca sambil mencari pikira utama atau kata yang dicari. Oleh karena itu, membaca cara ini lebih cepat daripada membaca skimming.
Scanning atau memindai adalah teknik membaca untuk memperoleh informasi secara cepat dan langsung pada sasarannya. Dalam kehidupan sehari-hari membaca dengan cara memindai ini dilakukan untuk mencari: nomor telepon, kata dalam kamus, entri pada indeks, angka statistik atau tabel, jadwal siaran televisi, jadwal perjalanan. Akan tetapi, ada pula cara membaca memindai prosa, yakni mencari informasi topik tertentu dalam suatu bacaan. Artinya, kita mencari informasi yang kita butuhkan dengan mencari terlebih dahulu bagian dari bacaan yang memuat informasi tersebut.
BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Penalaran adalah proses pemikiran untuk memperoleh simpulan yang logis berdasarkan bukti (data) yang relevan. Penalaran merupakan proses penafsiran data (fakta) sebagai dasar untuk menarik simpulan. Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk sampai pada keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat umum maupun khusus berdasarkan pengamatan atas hal-hal yang khusus.
Proses penalaran bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan tertentu untuk memperoleh simpulan yang bersifat umum. proses penalaran yang didasarkan kepada cara membandingkan dua hal yang memiliki sifat yang sama.


DAFTAR PUSTAKA


Anderson, Neil. 2003. "Reading" dalam Practical English Language Teaching Reading. David Nunan (ed.). New York: McGraw Hall.

Harmer, Jeremy. 2001. The Practice of English Language Teaching. Harlow: Pearson Education Limited.

Kemahiran Membaca. Diakses di http://mahirkb.tripod.com/olehbaca.htm#Teknik
Soedarso. (1999). Teknik Membaca Cepat. Jakarta: Gramedia.

0 komentar:

 
Top