BAB I
PENDAHULUAN


Sejak dikeluarkannya Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan  sebagaimana telah  diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, perkembangan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah cukup menggembirakan. Hal ini mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama Islam enggan untuk melaksanakan transaksi yang tidak berdasarkan prinsip syari’ah. Perkembangan perbankan Islam ini juga diakui dengan perkembangan asuransi Islam yang mulai marak dalam perasuransian di Indonesia.[1]
Berkenaan dengan asuransi syari’ah, hanya ada tiga hal yang dalam praktik bisnis asuransi konvensional dianggap biasa, tetapi dalam praktik bisnis asuransi konvensional dianggap biasa, tetapi dalam praktik asuransi syari’ah dilarang, yaitu gharar, maisir dan riba. Dari latar belakang diatas, maka disini pemakalah akan membahas makalah yang berjudul tentang perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional secara ringkas agar mudah untuk dipahami dan mudah untuk dimengerti.


BAB II
PEMBAHASAN
PERBEDAAN ASURANSI SYARI’AH DENGAN ASURANSI KONVENSIONAL


A.    PENGERTIAN ASURANSI SYARI’AH
Dalam bahasa Arab, asuransi  dikenal dengan istilah at-ta’min,  yang mempunyai arti penanggung disebut mu’amin,  tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari amana yang artinya memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut[2].
Ahli fikih kontemporer  Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan  asuransi berdasarkan pembagiannya. Ia membagi asuransi dalam dua bentuk, yaitu at-ta’min at-ta’awunt dan at-ta’min bi qist sabit. At-tamin at-ta’awuni atau asuransi tolong menolong adalah kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka mendapatkan kemudaratan.[3] At-ta’min bi qist sabit atau asuransi dengan pembagian tetap adalah akad yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapatkan kecelakaan, ia diberi ganti rugi.[4]
Musthafa Ahmad Az-Zarqa memaknai asuransi adalah sebagai suatu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya.[5]
B.     PERBEDAAN ASURANSI SYARI’AH DENGAN KONVENSIONAL
Asuransi syari’ah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syari’ah. Tolong-menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syari’ah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam Al-Qur’an (firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW) dan As-Sunnah (teladan dari kehidupan Nabi Muhammad SAW).[6]
Sebatas tertentu konsep syari’ah tidak terlalu berbeda jauh dengan konsep pengelolaan risiko konvensional yang dilakukan secara mutual, seperti Mutual Insurance dan Protection andIndemnity Club. Letak perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional adalah pada bagaimana risiko itu dikelola dan ketanggung, dan bagaimana dana asuransi syari’ah dikelola. Perbedaan lebih jauh adalah pada hubungan antara operator (pada asuransi konvensional istilah yang digunakan: penanggung) dengan peserta (pada asuransi konvensional istilah yang digunakan: tertanggung).[7]
Dalam pengelolaan dan penanggungan risiko, asuransi syari’ah tidak memperbolehkan adanya gharar (ketidak pastian atau spekulasi) dan maisir (perjudian). Dalam investasi atau manajemen dana tidak diperkenalkan adanya riba (bunga). Ketiga keterangan ini, gharar, maisir dan riba adalah area yang harus dihindari dalam praktik asuransi syari’ah, dan yang menjadi pembeda utama dengan asuransi konvensional. Dalam upaya menghindari gharar, pada setiap kontrak asuransi syari’ah harus dibuat sejelas mungkin dan sepenuhnya terbuka. Keterbukaan itu  dapat diterapkan di kedua sisi, yaitu baik pada pokok permasalahan maupun pada ketentuan kontrak. Tidak diperbolehkan di dalam kontrak asuransi syari’ah bila terdapat elemen yang tidak jels dalam pokok permasalahan dan atau ruang lingkup kontrak itu sendiri.[8]
Maisir  (perjudian) timbul karena adanya gharar. Peserta (tertanggung) mungkin memiliki kepentingan yang dipertanggungkan tetapi apabila perpindahan risiko (atau pembagian risiko dalam asuransi syari’ah) berisikan elemen-elemen spekulatif, maka tidak diperkenankan dalam asuransi syari’ah. Sedangkan riba (bunga) sama sekali dilarang dibawah hukum syari’ah dan di bawah  pengaturan asuransi syari’ah. Untuk menghindari riba, dalam asuransi syari’ah, kontribusi para pesertanya dikelola dalam skema pembagian risiko (risk sharing) dan bukan sebagai premi, seperti layaknya pada asuransi konvensional. Dalam ketentuan asuransi syari’ah diberlakukan adanya kontribusi dalam bentuk donasi dengan kondisi atas kompensasi (tabarru’). Lebih jauh lagi, sumber dana yang berasal dari kontribusi atau donasi para peserta itu, harus dikelola dan diinvenstasikan berdasarkan ketentuan syari’ah.[9]
Menurut Muhammad Syakir Sula (2004), konsep asuransi syari’ah adalah suatu konsep dimana terjadi saling memikul risiko diantara sesama peserta. Sehingga  antara saut dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang muncul. Saling pikul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan (derma) yang ditujukan untuk menanggung risiko.[10]
Asuransi yang berdasarkan konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, menjadikan semua peserta dalam suatu keluarga besar untuk saling melindungi dan menanggung risiko keuangan yang terjadi diantara mereka. Konsep takaful yang merupakan dasar dari asuransi syari’ah, ditegakan diatas tiga prinsip dasar yaitu:
1.      Saling bertanggung jawab
2.      Saling bekerja sama dan saling membantu
3.      Saling melindungi.[11]

Sistem asuransi syari’ah adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia, semuanya telah siap mengantisipasi suatuperistiwa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa itu dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh setiap individu. Dengan pemberian derma tersebut, maka mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh orang yang tertimpa peristiwa tersebut.[12]
Sedangkan konsep asuransi konvensional sebagaimana didefinisikan dalam Undang-undang Tentang Usaha Perasuransian berbunyi “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkankan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[13]
Jadi, konsep asuransi konvensional adalah sautu konsep untuk mengurangi risiko individu atau institusi (tertanggung) kepada perusahaan asuransi (penanggung) melalui suatu perjanjian (kontrak). Tertanggung membayar sejumlah uang sebagai tanda perikatan dan penanggung berjanji membayar ganti rugi sekiranya terjadi suatu peristiwa sebagaimana yang diperjanjikan dalam kontrak asuransi (polis).[14]
Konsep asuransi syari’ah berbeda dengan konsep asuransi konvensional. Dengan  perbedaan konsep ini, tentunya akan memengaruhi operasionalnya yang dilaksanakan akan berbeda satu dengan lainnya. Berikut adalah perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional yaitu:



No
Prinsip
Asuransi Konvensional
Asuransi Syari’ah
1
Konsep
Perjanjian antara dua belah pihak  atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama dengan cara saling masing-masing mengeluarkan dana tabarru’
2
Asal usul
Dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hummurabi dan tahun 1668 M di Coffi House London berdirilah Lioyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional
Dari AL-Aqidah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum islam datang. Kemudian disahkan oleh Rasulullah menjadi hukum Islam, bahkan telah tertuan dalam konstitusi pertama di dunia
3
Sumber hukum
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alam, dan contoh sebelumnya
Bersumber dari wahyu Illahi. Sumber hukum dalam syari’ah Islam adalah Al-Qur’an, sunnah atau kebiasaan Rasul, Ijma’, fatwa sahabat, Qiyas, istihsan, ‘urf tradisi, dan mashalih mursalah.

4
Akad
Akad jual beli (akat mu’awadhah, akad idz’aan, akad ghara, dan akad mulzim).
Akad tabarru’ dan akad  tijaroh (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah, dan sebagainya.
5
Pengelolaan dana
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibatkan pada terjadinya dana hangus (untuk produk saving life)
Pada produk-produk saving life terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ derma dan dana peserta, sehingga tidak mengenal  istilah dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabarru’.
6
Investasi
Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan  dan tidak terbatas pada halal dan haramnya objek atau sistem investasi yang digunakan
Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip  syari’ah Islam. Bebas dari riba dan tempat-tempat investasi terlarang.


7
Kepemilikan dana
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan  bebas menggunakan dan menginvestasikan kemana insurance
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribus, merupakan milik peserta (shahibul mal), asuransi syari’ah hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut.
8
Misi dan visi
Secara garis besar misi utama dari asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan visi sosial
Misi yang diemban asuransi syari’ah adalah misi akidah, misi ibadah, misi ekonomi dan misi pemberdayaan umat.



BAB III
KESIMPULAN



Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Musthafa Ahmad Az-Zarqa memaknai asuransi adalah sebagai suatu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya.
Menurut Muhammad Syakir Sula (2004), konsep asuransi syari’ah adalah suatu konsep dimana terjadi saling memikul risiko diantara sesama peserta. Sehingga  antara saut dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang muncul. Saling pikul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan (derma) yang ditujukan untuk menanggung risiko


DAFTAR PUSTAKA



Abdul Azis Dahlan, et al, ed.  Ensklopedia Hukum Islam, Cet. 4, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2000).

Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah Dalam Praktik: Upaya Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, (Jakarta: Gema Insani, 2006).

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004).

                                        ,  Konsep dan Eksistensi Bisnis Asuransi Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: AAMAI, 2003).

                                            , Prinsip-prinsip dan Sistem Operasional Takaful Serta Perbedaanya Dengan Asuransi Konvensional, (Jakarta: AAMAI, 2002).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, Tentang Usaha Perasuransian, (DAI, Edisi Juli 2003).

Wirdyaningsih, Karnaen Perwataatmadja, dkk, Bank dan Asuransi Islam  di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005).





[1] Wirdyaningsih, Karnaen Perwataatmadja, dkk, Bank dan Asuransi Islam  di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. v.
[2] Ibid, hal.  177.
[3] Abdul Azis Dahlan, et al, ed.  Ensklopedia Hukum Islam, Cet. 4, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2000), hal. 138.
[4] Ibid.
[5] Ibid, hal.  139.
[6] Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah Dalam Praktik: Upaya Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal. 2.
[7] Ibid.
[8] Ibid, hal. 2-3.
[9] Ibid.
[10] Muhammad Syakir Sula,  Konsep dan Eksistensi Bisnis Asuransi Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: AAMAI, 2003), hal. 8.
[11] Muhammad Syakir Sula, Prinsip-prinsip dan Sistem Operasional Takaful Serta Perbedaanya Dengan Asuransi Konvensional, (Jakarta: AAMAI, 2002), hal. 7-8.
[12] Ibid.
[13] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, Tentang Usaha Perasuransian, (DAI, Edisi Juli 2003), hal. 2.
[14] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hal. 293-295.
[15] Ibid, hal. 186-187.

1 komentar:

unit link terbaik said... 13 May 2014 at 10:27

terimakasih untuk info dan artikel tentang asuransi, sangat bermanfaat sekali, dan memiliki asuransi itu sangat penting

 
Top