BAB I
PENDAHULUAN



Keberhasilan memperbaiki mutu pendidikan. Masalah mutu pendidikan pada esensinya menyangkut masalah kualitas mengajar yang dilakukan oleh guru. Melalui supervisi, para guru sebagai pelaku utama dalam penyelenggaraan sistem pendidikan dapat dibantu pertumbuhan dan dan  perkembangan profesinya bagi pencapaian tujuan pembelajaran.
Tugas pengawas sekolah/madrasah diantaranya melaksanakan pembinaan dan penilaian teknik dan administratif pendidikan terhadap sekolah yang menjadi tanggungjawabnya. Tugas ini dilakukan melalui pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Supervisi oleh pengawas sekolah meliputi supervisi akademik yang berhubungan dengan aspek pelaksanaan proses pembelajaran, dan supervisi manajerial yang berhubungan dengan aspek pengelolaan dan administrasi sekolah.
Supervisi akademik dapat dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, dan guru yang ditugasi oleh kepala sekolah untuk melakukan tugas sebagai penyelia. Dan untuk membantu para penyelia melaksanakan supervisi akademik yang terprogram, terarah, dan berkesinambungan, APSI Pusat telah mengembangkan Instrumen Supervisi (IS) Akademik. 


BAB II
PEMBAHASAN
IMPLEMENTASI SUPERVISI AKADEMIK


A.    DEFINISI SUPERVISI AKADEMIK
Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran Glickman (1981).  Sementara itu,  Daresh (1989) menyebutkan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.Dengan demikian,  esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran.
Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya.
Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya:  Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas? Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid?  Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik? Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.

Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh, 1989).
2.      Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru.
3.      Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.

B.     TUJUAN SUPERVISI AKADEMIK
Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan meningkat.
Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi akademik, yaitu:
1.      Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
2.      Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dila-kukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya.
3.      Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.

C.    TAHAPAN-TAHAPAN SUPERVISI AKADEMIK
Sebagaimana dijelaskan di depan, bahwa ada 3 tahap yang harus dilakukan supervisor dalam melakukan supervisi yaitu pra observasi, observasi dan pasca  observasi:
1.      Pra-observasi (Pertemuan awal)
a)      Menciptakan suasana akrab dengan guru
b)      Membahas persiapan yang dibuat oleh guru dan membuat kesepakatan mengenai aspek yang menjadi fokus pengamatan
c)      Menyepakati instrumen observasi yang akan digunakan.
2.      Observasi (Pengamatan pembelajaran)
a)      Pengamatan difokuskan pada aspek yang telah disepakati
b)      Menggunakan instrumen observasi
c)      Di samping instrumen perlu dibuat catatan (fieldnotes)
d)     Catatan observasi meliputi perilaku guru dan siswa
e)      Tidak mengganggu proses pembelajaran



D.    PELAKSANAAN SUPERVISI DISEKOLAH
Kepala sekolah sebagai supervisor dibebani peran dan tanggungjawab memantau, membina, dan memperbaiki proses belajar mengajar (PBM) di kelas/di sekolah. Salah satu tugas pokok kepala sekolah, selain sebagai administrator adalah juga sebagai supervisor. Tugas ini termasuk dalam kapasitas kepala sekolah sebagai instructional leader.
Dalam kenyataannya, pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah, sebagaimana pengawas, juga masih terfokus pada pengawasan administrasi. Pada umumnya kepala sekolah akan melakukan supervisi akademik (pembelajaran) pada guru melalui kunjungan kelas, apabila dia mendapat laporan mengenai kinerja guru yang kurang baik, atau berbeda dari teman-temannya. Bahkan seringkali dijumpai, seorang kepala sekolah melakukan supervisi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru dengan cara mengintip dari balik pintu atau jendela, agar tidak diketahui.
Perilaku kepala sekolah tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya (Jawa) yaitupekewuh yang dipersepsikan secara salah. Dalam pemahaman yang salah tersebut, apabila kepala sekolah melakukan supervisi kunjungan kelas dan mengamati PBM yang dilakukan guru, maka ia dianggap tidak percaya pada kemampuan guru. Hal ini akan menimbulan konflik dalam hubungan guru dengan kepala sekolah.



E.     KENDALA-KENDALA DALAM PELAKSANAAN SUPERVISI
Kendala pelaksanaan supervisi yang ideal dapat dikategorikan dalam dua aspek, yaitu struktur dan kultur. Pada aspek struktur birokrasi pendidikan di Indonesia ditemukan kendala antara lain sebagai berikut:
1.      Secara legal yang ada dalam nomenklatur adalah jabatan pengawas bukan supervisor. Hal ini mengindikasikan paradigma berpikir tentang pendidikan yang masih dekat dengan era inspeksi
2.      Lingkup tugas jabatan pengawas lebih menekankan pada pengawasan administrastif yang dilakukan oleh kepala sekolah dan atau guru. Asumsi yang digunakan adalah apabila administrasinya baik, maka pembelajaran di sekolah tersebut juga baik. Inilah asumsi yang kurang tepat
3.      Rasio jumlah pengawas dengan sekolah dan guru yang harus dibina/diawasi sangat tidak ideal. Di daerah-daerah luar pula Jawa misalnya, seorang pengawas harus menempuh puluhan kilo meter untuk mencapai sekolah yang diawasinya
4.      Persyaratan kompetensi, pola rekrutmen dan seleksi, serta evaluasi dan promosi terhadap jabatan pengawas juga belum mencerminkan perhatian yang besar terhadap pentingnya implementasi supervisi pada ruh pedidikan, yaitu interaksi belajar mengajar di kelas.
Pada aspek kultural dijumpai kendala dalam pelaksanaan supervisi antara lain:
1.      Para pengambil kebijakan tentang pendidikan belum berpikir tentang pengembangan budaya mutu dalam pendidikan secara sistemis. Apabila dicermati, maka mutu pendidikan yang diminta oleh customers sebenarnya justru terletak pada kualitas interaksi belajar mengajar antara siswa dengan guru. Hal ini belum menjadi komitmen para pengambil kebijakan, juga tentu saja para pelaksana di lapangan
2.      Nilai budaya interaksi sosial yang kurang positif, dibawa dalam interaksi fungsional dan professional antara pengawas, kepala sekolah dan guru. Budaya ewuh-pakewuh, menjadikan pengawas atau kepala sekolah tidak mau “masuk terlalu jauh” pada wilayah guru.
3.      Budaya paternalistik, menjadikan guru tidak terbuka dan membangun hubungan professional yang akrab dengan kepala sekolah dan pengawas. Guru menganggap mereka sebagai “atasan” sebaliknya pengawas menganggap kepala sekolah dan guru sebagai “bawahan”. Inilah yang menjadikan tidak terciptanyarapport atau kedekatan hubungan yang menjadi syarat pelaksanaan supervisi.



BAB III
KESIMPULAN


Demikianlah uraian mengenai supervisi akademik, antara konsep teoritik dan kenyataannya. Pelaksanaan supervisi pengajaran di lapangan, kenyataannya masih jauh dari konsep teoritik yang dikembangkan di jurusan/program manajemen pendidikan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, diperlukan sosialisasi dan “tekanan” dari pihak-pihak yang komit terhadap kualitas pendidikan kepada para pengambil kebijakan dan pengelola pendidikan.
Hal ini secara bersama-sama harus dilakukan dengan pengembangan budaya mutu dalam pendidikan, yang intinya terletak pada kualitas proses pembelajaran di dalam kelas.



DAFTAR PUSTAKA


A.    Piet Sahertian,Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan: Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000).

Made Pidarta,Supervisi Pendidikan Kontekstual, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009).

Purwanto, M. Ngalimin, Administrasi dan Supervisi Pendidika, (Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2008).

Sagala, Syaiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer. (Bandung: Alfabeta, 2000).



0 komentar:

 
Top