BAB I
PENDAHULUAN
Setiap kegiatan ilmiah memerlukan
sesuatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan
terstruktur. Demikian pula dalam pendidikan, diperlukan adanya program yagn
terencana dan dapat menghantar proses pendidikan sampai pada tujuan yang diinginkan.
Proses, pelaksanaan, sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan
istilah kurikulum pendidikan.
Komponen kurikulum dalam pendidikan
sangat berarti, karena merupakan operasionalisasi tujuan yang dicita-citakan, bahkan tujuan tidak akan
tercapai tanpa keterlibatan kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan salah
satu dari komponen pokok pendidikan, dan kurikulum sendiri juga merupakan
sistem yang mempunyai komponen-komponen
tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
A.
HAKIKAT KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Kurikulum adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan[1]. Konsep dasar kurikulum sebenarnya tidak
sederhana itu, tetapi kurikulum dapat diartikan menurut fungsinya sebagaimana
dalam pengertian berikut ini:
1. Kurikulum
sebagai program studi. Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang
mampu dipelajari oleh pesertadidik disekolah atau diinstitusi pendidikan
lainnya
2. Kurikulum
sebgai konten. Pengertianya adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi
dengan data atau informasi lain yang memungkinkan timbulnya belajar
3. Kurikulum
sebagai kegiatan terencana. Artinya kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal
yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan
berhasil
4. Kurikulum
sebagi hasil belajar. Pengertiannya
adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatuhasil tertentu tanpa
menspesifikasi cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil itu, atau
seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan
5. Kurikulum
sebagai reproduksi kultural. Pengertiannya adalah transfer dan refleksi
butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi
muda masyarakat tersebut
6. Kurikulum
sebagai pengalaman belajar. Pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar
yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah
7. Kurikulum
sebagai produksi. Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan
untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.[2]
Dari definisi diatas,
maka baik dilihat dari fungsi maupun dari tujuannya, hakikat kurikulum adalah
kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci
berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar,
pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup
pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.[3]
B.
DASAR, PRINSIP, DAN FUNGSI KURIKULUM PENDIDIKAN
ISLAM
1.
Dasar kurikulum
Dasar kurikulum adalah
kekuatan-kekuatan utama yang memengaruhi dan membentuk materi kurikulum,
susunan atau organisasi kurikulum.[4]
Herman H.Horne
memberikan dasar kurikulum dengan tiga macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Dasar
psikologis, yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh dari
pelajar dan kebutuhan peserta didik
2. Dasar
sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan sah dari masyarakat
3. Dasar
filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita
hidup.
Sedangkan menurut
Al-Syaibani, menetapkan lima dasar pokok dalam kurikulum pendidikan Islam, dan
dasar organisatoris diantaranya adalah:
1. Dasar
religi
Dasar ini
ditetapkan berdasarkan nilai-nilai illahi yang tertuang dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah, karena kedua kitab tersebut merupakan nilai kebenaran yang universal,
abadi dan bersifat futuristik.
2. Dasar
falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan
Islam, dengan dasar filosofis, sehingga susunan kurikulum mengandung suatu
kebenaran, terutama kebenaran dibidang nilai-nilai sebagai pandangna hidup yang
diyakini sebagai suatu kebenran.
3. Dasar
psikologis
Dasar ini
mempertimbangkan tahapan psikis peserta didik, yang berkaitan dengan
perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat-bakat jasmaniah, intelektual,
bahasa,emosi, sosial, kebutuhan dan keinginan individu, minat, dan kecakapan.
4. Dasar
sosiologis
Dasar
sosiologis memberikan implikasi bahwa kurikulum pendidikan memang peranan
penting terhadap penyampaian dan
pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi
masyarakat.
5. Dasar
organisatoris
Dasar ini
mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran, yakni organisasi kurikulum dasar ini
berpijak pada teori psikologi asosiasi yang menganggap keseluruhan adalah jumlah
bagian-bagiannya, sehingga menjadikan kurikulum merupakan mata kuliah yang
terpisah-pisah.
2.
Prinsip
kurikulum
Adapun prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam
adalah sebagai berikut:
a)
Prinsip
berorientasi pada tujuan.
b)
Prinsip
relevansi. Implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum yang ditetapkan harus
dibentuk sedemikian rupa, sehingga tuntutan pendidikan dengan kurikulum
tersebut dapat memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat,
serta tuntutan vertikal dalam mengembannilai-nilai illahi sebagai rahmatan lil alamin.
c)
Prinsip
efisiensi dan efektifitas. Implikasinya adalah mengusulkan agar kegiatan
kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, dan sumber-sumber lainnya
secara cepat, cermat dan tepat.
d)
Prinsip
fleksibilitas program. Implikasinya adalah kurikulum disusun begitu luwes,
sehingga mampu disesuaikan dengan situasi-situasi setempat, serta waktu yang
berkembang tanpa mengubah tujuan pendidikan yang diinginkan.
e)
Prinsip
integritas. Implikasinya adalah mengupayakan kurikulum tersebut agar
menghasilkan manusia seutuhnya, manusia yang mampu mengintegrasikan antara
fakultas dzikir dan fakultas fikir.
f)
Prinsip
konstuinitas. Implikasinya adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari
bagian yang berkesinambungan dengan kegiatan-kegiatan kurikulum lainnya baik
sevara vertikal maupun secara horizontal.[5]
3.
Fungsi kurikulum
Fungsi kurikulum dalam
pendidikan Islam adalah sebagai berikut diantaranya adalah:
a)
Alat untuk
mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan manusia sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan
b)
Pedoman dan
program harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan
c)
Fungsi
kesinambungan untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya dan penyiapan
tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan
d)
Standar dalam
penilaian kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan, atau sebagai batasan
dari program kegiatan yang akan dijalankan pada caturwulan, semester, maupun
pada tingkat pendidikan tertentu.[6]
C.
ORIENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
1. Orientasi Pelestarian Nilai-nilai
Dalam pandangan Islam,
nilai terbagi atas dua macam yaitu nilai yang turun dari Allah SWT. yang disebut
dengan nilai illahi, dan nilai yang tumbuh
dan berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut dengan nilai insaniah.
Disisi lain, nilai-nilai pada suatu
masyarakat mengalami perubahan dan pergeseran dengan nilai-nilai lain.
Perubahan dan pergeseran nilai masyarakat, menurut M. Amien Rais[7],
dapat diklasifikasikan menjadi tiga
bagian yaitu:
a) Konservatif,
mengarah pada pelestarian nilai-nilai lama yang sudah mapan, sungguh pun nilai
itu irasional
b) Radikal-revolusioner,
mengarah pada pencabutan semua nilai sampai akar-akarnya, karena pelestarian
nilai lama itu mengakibatkan stagnasi sosial, iptek, dan lainnya
c) Reformis,
mengarah pada perpaduan antara konservatif dan radikal-revolusioner yaitu
perubahan dan pergeseran nilai dengan berlahan-lahan sesuai dengan tuntunan Rasulullah
SAW.
2. Orientasi pada kebutuhan sosial
Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang ditandai
oleh munculnya berbagai peradaban dan kebudayaan, sehingga masyarakat tersebut
mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat walaupun perkembangan itu tidak
mencapai pada titik kulminasi. Orientasi kurikulum adalah bagaimana memberikan
kontribusi positif dalam perkembangan sosial dan kebutuhannya, sehingga output dilembaga pendidikan mampu
menjawab dan mengejawantahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat.[8]
3. Orientasi pada peserta didik
Orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik yang
disesuaikan dengan bakat, minat, dan kemampuanya. Untuk merealisasikan
orientasi pada kebutuhan peserta didik.
D.
MODEL-MODEL KONSEP KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
1. Kurikulum sebagai model subjek akademis
Model kurikulum ini
sangat mengutamakan pengetahuan, sehingga pendidikan diarahkan lebih bersifat intelektual. Konotasi model ini
tidak hanya menerima apa yang disampaikan dalam perkembangan, tetapi juga
menerima proses belajar yang dialami
peserta didik.
Secara umum, kurikulum
model subjek akademis ini dipandang sebagai model yang masih sepihak, dan belum
mampu mengintegrasikan antara nilai lama dan nilai baru padahal Islam
menghendaki adanya model yang interdisipliner dan integratif terhadap semua
masalah-masalah kehidupan seperti firman Allah sebagai berikut:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=äz÷$# Îû ÉOù=Åb¡9$# Zp©ù!$2 wur (#qãèÎ6®Ks? ÅVºuqäÜäz
Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNà6s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇËÉÑÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S.
Al-Baqarah: 208).
2. Kurikulum sebagai modal humanistik
Suatu asumsi menyatakan bahwa peserta didik adalah
faktor yang pertama dan utama dalam
pendidikan. Ia dapat menjadi subjek yang menjadikan pusat kegiatan pendidikan,
dan mempunyai kemampuan, potensi, dan kekuatan untuk berkembang. Oleh karena
itu, tugas pendidikan hanya menciptakan situasi yang permisif dan mendorong
peserta didik untuk mencapai dan mengembangkan pemecahan sendiri.
3. Kurikulum sebagai model rekonstruksi sosial
Kurikulum ini difokuskan pada problem yang sedang
dihadapi oleh masyarakat. Model ini bersumber dari aliran pendidikan
interaksional.
4. Kurikulum sebagai model teknologi
Kurikulum sebagai model teknologi pendiikan
menekankan pada penyusunan program pengajaran dan rencana pelajaran dengan
menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini dapat menggunakan sistem saja, atau juga
dengan alat atau media.
5. Kurikulum sebagai model proses kognitif
Kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan mental, antara lain berpikir dan berkeyakinan bahwa kemampuan
tersebut dapat ditransfer atau
diterapkan pada bidang-bidang lain. Model ini berpijak pada psikologi kognitif,
yang konsepnya berpijak pada kekuatan pikiran.[9]
E.
ISI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Fine dan Crunkitton menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam perumuan isi kurikulum pendidikan diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Waktu dan biaya
yang tersedia
2.
Tekanan internal
dan eksternal
3.
Persyaratan
tentang isi kurikulum dari pusat maupun daerah
4.
Tingkat dari isi
kurikulum yang akan disajikan.
Disamping itu, isi kurikulum harus memenuhi
kriteria-kriteria pencapaiannya,
misalnya adanya signifikansi, berhubungan dengan kebutuhan sosial, melihat
aspek pragmatisnya, disesuaikan dengan minat
dan mengikuti perkembangan manusia, serta melihat struktur disiplin ilmu
yang disepakati.[10]
F.
SISTEM PENJENJANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Kurikulum pendidikan Islam bersifat dinamis dan kontinu (berkesinambungan),
disusun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus, terutama masalah
kemampuan inteligensia dan mental peserta didik. Untuk itu, sistem penjenjangan
kurikulum pendidikan Islam berorientasi pada kemampuan, pola, irama
perkembangan dan kematangan mental peserta didik. Dari sini, dapat ditentukan
bobot materi yang diberikan, misalnya:
1.
Untuk tingkat
dasar (Ibtidaiyah). Bobot materi
hanya menyangkut pokok-pokok ajaran Islam misalnya masalah akidah (rukun iman),
masalah syari’ah (rukun islam), dan masalah akhlak (rukun ihsan).
2.
Untuk tingkat
menengah pertama (Tsanawiyah). Bobot
materi mencakup bobot materi yang diberikan pada jenjang dasar dan ditambah
dengan argumen-argumen dari dalil naqli dan
dalil aqli.
3.
Untuk tingkat
menengah atas (aliyah). Bobot materi
mencakup bobot materi yang diberikan pada jenjang dasar dan jenjang menengah
pertama ditambahkan dengan hikmah-hikmah dan manfaat dibalik materi yang
diberikan
4.
Untuk tingkat
perguruan tinggi (Jami’iyah). Bobot
materi mencakup bobot materi yang
diberikan pada jenjang dasar, menengah pertama, menengah keatas, dan perguruan
tinggi, dan ditambah dengan materi yang besifat ilmiah dan filosofis.[11]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka
dapat kami simpulkan bahwa Komponen kurikulum dalam pendidikan sangat berarti,
karena merupakan operasionalisasi tujuan yang
dicita-citakan, bahkan tujuan tidak akan tercapai tanpa keterlibatan
kurikulum pendidikan.
Kurikulum merupakan salah satu dari
komponen pokok pendidikan, dan kurikulum sendiri juga merupakan sistem yang
mempunyai komponen-komponen tertentu. Kurikulum
adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006).
Muhammad Ali al-Khawli, Qamus Tarbiyah, English, Arab, (Beirut:
Dar al-‘Ilm al-Maliyyin, tt).
Muhammad Ansyar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Dirjen PT-PPLPTK
Depdikbut, 1989).
M. Amien Rais, Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta, (Bandung: Mizan, 1989).
Siswanto, Kurikulum Pendidikan Teknik, (Jakarta: Dirjen PT-PPLPTK Depdikbud,
1989).
[1] Muhammad Ali al-Khawli, Qamus Tarbiyah, English, Arab, (Beirut:
Dar al-‘Ilm al-Maliyyin, tt), hal. 103.
[2] Muhammad Ansyar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta:
Dirjen PT-PPLPTK Depdikbut, 1989), hal. 8-20.
[3] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana,
2006), hal. 123.
[4] Ibid, hal. 124.
[5] Ibid, hal. 131-132.
[6] Ibid, hal. 134.
[7] M. Amien Rais, Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta, (Bandung:
Mizan, 1989), hal. 136-137.
[8] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir,
Op
Cit, hal. 136.
[9] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir,
Op
Cit, hal. 147-148.
[10] Siswanto, Kurikulum Pendidikan Teknik, (Jakarta: Dirjen PT-PPLPTK Depdikbud, 1989),
hal. 24.
[11] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir,
Loc
Cit, hal. 154-155.
0 komentar:
Post a Comment