BAB I
PENDAHULUAN


Islam sebagai agama yang bersifat universal dan mencakup berbagai jawaban atas sebagai kebutuhan manusia. Selain menghadapi kebersihan lahiriyah juga menghendaki kebersihan batiniyah. Lantaran penelitian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya. Tasawuf merupakan bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutanya dapat menimbulkan akhlak mulia.
Dari suasana demikian itu, tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral yang mengambil bentuk seperti manipulasi, koropsi, kolusi, penyalagunaan kekuasaan dan kesempatan, penindasan, dan sebagainya. Dari latar belakang diatas, maka disini pemakalah akan membahas makalah yang berjudul Sejarah perkembangan tasawuf secara terperinci dan singkat agar mudah untuk dipahami dan mudah untuk dimengerti.


BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF


A.    ASAL-USUL TASAWUF
Lafal Tasawuf merupakan masdhar (kata jadian) dari Bahasa Arab yaitu dari fi’il (kata kerja) tashowwafa, yatashowwafu menjadi  tashowwufan kata tashowwafa, yatashowwafu merupakan kata kerja tambahan dua huruf yaitu huruf “Ta” dan huruf “Tasydid”. Yang sebenarnya berasal dari kata kerja asli dari tiga huruf yang berbunyi shofa, yashufu menjadi shoufan (masdar), yang artinya mempunyai bulu yang banyak.[1]
Imam Al-Ghazali mengemukakan pendapat Abu Bakar Al-Kataany yang mengatakan tasawuf adalah budi pekerti, barang siapa yang memberikan bekal  budi pekerti atasmu, maka ia memberikan bekal atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya  menerima (perintah) untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan suluk  dengan nur (petunjuk) Islam. Dan Ahli Zuhud yang jiwanya menerima (perintah) untuk  melakukan beberapa akhlak (terpuji), karena mereka telah melakukan suluk dengan nur (petunjuk) imannya).
Menurut Mahmud Amin An-Nawawy mengemukakan pendapat Al-Junaidi Al-Baghdady yang mengatakan tasawuf adalah memelihara (menggunakan) waktu. (Lalu) ia berkata: seorang hamba tidak akan menekuni (amalan tasawuf) tanpa aturan (tertentu), (menganggap) tidak tepat (ibadahnya) tanpa tertuju kepada Tuhan-Nya dan merasa tidak berhubungan (dengan Tuhan-Nya) tanpa menggunakan waktu (untuk beribadah kepada-Nya).
Bertolak dari beberapa definisi yang  telah dikemukakan dalam definisinya suatu ilmu yang digunakan dalam mencapai tujuan tasawuf, yaitu:
1.      Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy menekankan dalam definisinya suatu ilmu yang digunakan dalam mencapai tujuan tasawuf yaitu:
a)      Ilmu syari’ah
b)      Ilmu thariqah
c)      Ilmu Haqiqah
d)     Ilmu Ma’rifah
2.      Abu Bakar Al-Kataany menekankan bahwa akhlak sebagai titik awal amalan Tasawuf. Karena itu, seseorang hendak mengamalkan ajaran Tasawuf, ia harus lebih dahulu memperbaiki akhlaknya.
3.      Al-Junaid Al-Baghdady menekankan bahwa menggunakan waktu dalam mengamalkan Tasawuf enting artinya. Karena itu, seorang Sufi selalu menggunakan semua waktu untuk mengingat kepada Allah SWT. dengan  berbagai macam ibadah sunnah dan dzikir.
Dari beberapa definisi dimuka, maka Ahmad Mustofa (2007: 205) mengemukakan definisi lain bahwa tasawuf adalah melakukan ibadah kepada Allah dengan cara-cara yang telah dirintis oleh Ulama’ Sufi, yang disebutnya sebagai suluk untuk mencapai suatu tujuan yaitu ma’rifah kepada alam yang ghaib, mendapatkan keridhaan Allah serta kebahagiaan di akhirat.[2]
B.     ESENSI TASAWUF
Tasawuf adalah nama lain dari Mistisisme dalam Islam. Di kalangan orientasi Barat dikenal dengan sebutan Sufisme kata sufisme merupakan istilah khusus mistisisme Islam. Sehingga kata sufisme tidak ada pada mistisisme agama-agama lain.[3]
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaanya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk Ijtihad (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi inti persoalan sufisme baik pada agama Islam maupun di luarnya.
Dari pemikiran diatas, maka dapat dipahami bahwa tasawuf mistisisme Islam adalah sautu ilmu yang mempelajari tentang suatu cara, bagaimana seseorang dapat mudah berada di hadirat Allah SWT. maka  gerakan kejiwaan penuh dirasakan guna memikirkan betul suatu hakikat kontak hubungan yang mampu menelaan informasi dari Tuhan-Nya.
Tujuan tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan. Pada sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Jadi, untuk mencari kesempurnaan rohani tidaklah dapat dicapai secara spontans dan sekaligus. Memang semua sufi sependapat bahwa untuk dapat mencapai tujuan dekat atau beada di hadirat Allah, satu-satunya jalan hanyalah dengan kesucian jiwa. Dan untuk mencapai tingkat kesempurnaan dan kesucian jiwa itu sendiri memerlukan pendidikan dan latihan mental yang panjang dan bertingkat.[4]
Beberapa ayat didalam Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia dekat sekali dengan Tuhan, diantaranya adalah:
#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ( (#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q.S. Al-Baqarah: 186).

tA$s% öNèd ÏäIw'ré& #n?tã ̍rOr& àMù=Éftãur y7øs9Î) Éb>u 4ÓyÌ÷ŽtIÏ9 ÇÑÍÈ

Artinya: “Berkata, Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli Aku dan Aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)". (Q.S. At-Thaaha: 84).

C.    PENJELASAN TENTANG ILMU TAREKAT, ILMU SYARI’AH, ILMU HAKIKAT DAN ILMU MA’RIFAH
Adapun penjelasan dari beberapa  ilmu Tarekat, Ilmu Syari’ah dan Ilmu Ma’arifat akan dijelaskan dibawah ini:
1.      Ilmu Tarekat
Istilah tariqad berasal dari kata At-Tariq yang mempunyai arti jalan menuju kepada hakikat, atau dengan  kata lain pengamalan syari’ah, yang disebut dengan Al-Jara’ atau Al-Amal sehingga Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam  definisi, yang berturut-turut disebutkan. Pertama,  tarikat adalah pengamalan syari’at, melaksanakan beban ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah) yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah. Kedua, tarikat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan sesuai dengan kesanggupannya, baik larangan dan perintah yang nyata maupun yang tidak (batin).
Ketiga,  tarikat adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) fadilah, menunaikan hal-hal yang di wajibkan dan yang disunahkan sesuai dengan kesanggupan (pelaksanaan) di bawah bimbingan seorang arif (Syekh) dan (Sufi) yang mencita-citakan suatu tujuan.[5]


2.      Ilmu Syari’ah
Kata syari’ah berarti perjalanan atau peraturan. Maksudnya, para ahli tarikat berpendapat berupa amalan-amalan lahir. Semisal shalat, puasa dan lain sebagainya.
3.      Ilmu Hakikat
Kata hakikat berarti puncak atau kesudahan sesuatu atau asal sesuatu. Arti lain dari hakikat adalah sebagai kebalikan dari sesuatu yang tidak sebenarnya (arti kiasan). Namun di dalam istilah tarikat berarti sebagai kebalikan syari’at yakni yang menyangkut batin.
4.      Ilmu Ma’rifah
Ma’rifah atau ma’rifat mempunyai arti pengetahuan atau pengalaman. Menurut Istilah, ma’rifah ialah pengetahuan dalam mengerjakan syari’at dan hakikat. Para ahli tarikat berpendapat bahwa ma’rifah adalah sifat sufi yang dapat bertingkat-tingkat. Dari tingkat talib, murid, salik dan wasil. Jadi kalau ia disebut ahli ma’rifah apabila telah berada ke hadirat Illahi.[6]






BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa tasawuf adalah melakukan ibadah kepada Allah dengan cara-cara yang telah dirintis oleh Ulama’ Sufi, yang disebutnya sebagai suluk untuk mencapai suatu tujuan yaitu ma’rifah kepada alam yang ghaib, mendapatkan keridhaan Allah serta kebahagiaan di akhirat. Tujuan tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan.
Pada sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi. Jadi, untuk mencari kesempurnaan rohani tidaklah dapat dicapai secara spontans dan sekaligus. Memang semua sufi sependapat bahwa untuk dapat mencapai tujuan dekat atau beada di hadirat Allah, satu-satunya jalan hanyalah dengan kesucian jiwa.


DAFTAR PUSTAKA



A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2007).

M. Zein Yusuf,  Akhlak Tasawuf,  (Semarang: Al-Husna, 1993).



[1] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2007), hal. 201.
[2] Ibid, hal. 205-206.
[3] Ibid.
[4] M. Zein Yusuf,  Akhlak Tasawuf,  (Semarang: Al-Husna, 1993), hal. 3.
[5] A. Mustofa, op cit, hal. 281.
[6] A. Mustofa, op cit, hal. 286.

0 komentar:

 
Top