BAB I
PENDAHULUAN
Munculnya berbagai macam
golongan-golongan aliran pemikiran dalam Islam telah memberikan warns
tersendiri dalam agama Islam. Pemikiran-pemikiran ini muncul setelah wafatnya
Rosulullah. Ada beberapa factor yang menyebabkan munculnya berbagai golongan
dengan segala pemikiranya. Diantaranya adalah faktor poitik sebagaimana yang
telah terjadi pertentangan antara kelompok Ali dengan pengikut Muawiyah,
sehingga memunculkan golongan yang barn yaitu golongan Khawarij.
Lalu muncullah golongan-golongan
lain sebagai reaksi dari golongan satu pads golingan yang lain.
Golongan-golongan tersebut mempunyai pemikiran yang berbeda-beda antara satu
dengan yang lainnya. Ada yang masih dalam koridor AI-Qur’an dan sunnah, akan
tetapi ada juga yang menyimpang dari kedua sumber ajaran Islam tersebut. Ada
yang berpegang pads wahyu, dan ada pula yang menempatkan akal yang berlebihan
sehingga keluar dari wahyu. Dan ada juga yang menamakan dirinya sebagai
ahlussunnah wal jama’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PEMIKIRAN AHLUSSUNNAH WAL
JAMA’AH (ASY ‘ARIYAH DAN MATURIDIYAH)
A. ASY’ARIYAH
1. Sejarah Perkembangan
Asy’ariyah
Asy’ariyah
adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abu Al Hasan Al Asy’ariy.
Beliau lahir di Bashrah tahun 260 H. bertepatan dengan tahun 935 M. Beliau
wafat di Bashrah pads tahun 324 H di usia lebih dari 40 tahun. Al Asy’ari
menganut paham mu’tazilah hanya sampai usia 40 tahun. setelah itu tiba-tiba
mengumumkan di hadapan jama’ah masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan
faham mu’tazilah dan menunjukan keburukan-keburukannya.
Menurut Ibnu
Asakir yang melatarbelakangi Al Asyari meninggalkan faham mu’tazilah adalah
pengakuannya telah bermimpi bertemu dengan Rosulullah sebanyak tiga kah, dimana
Rosulullah memperingatkannya agar meninggalkan faham mu’tazilah dan mmbela
faham yang diriwayatkan dari beliau.
Nama tokoh-tokoh
aliran Asy’ariyah yang terkenal antara lain sebagai berikut:
a)
Al Baqilani (wafat 403 H)
b)
Ibnu Faruak (wafat 406 H)
c)
Ibnu Ishak al Isfarani (wafat 418 H)
d)
Abdul Kahir al Bagdadi (wafat 429 H)
e)
Imam al Haramain al Juwaini (wafat 478 H)
f)
Abdul Mudzaffar al Isfaraini (wafat 478 H)
g)
Al Ghazali (wafat 505 H) lbnu Tumart (wafat 524 H)
h)
As Syihristani (wafat 548)
i)
Ar Razi (1149-1209 M)
j)
Al Iji (wafat 756 H)
k)
Al Sanusi (wafat 895).
2.
Pemikiran
Adapun formulasi pemikiran Al
asy’ari, secara esensial, menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi
ortodokx ekstrim di satu sisi clan mu’tazilah di lain sisi. Maksudnya, dari
segi etosnya, pergerakan tersebut memiliki semangat ortodoks. Sedangkan
aktualitas formulasinya jelas menampakan sifat reaktif terhadap mu’tazilah, suatu
reaksi yang tak clapat dihindarinya. Corak pemikiran yang sintesis ini, mungkin
dipengaruhi pemikiran Ibnu Kullab (tokoh sunni yang wafat pads 854 M).
3.
Tuhan dan sifat-sifat-Nya
Abul Hasan Al Asy’ari dihadapkan
pada dua pandangan ekstrim. Di satu sisi ia berhadapan dengan kelompok
mujasimah dan musyabihah yang berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat
yang disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits, dan sifat-sifat itu harus dipahami
menurut arti harfiahnya. Di lain sisi, beliau berhadapan dengan mu’tazilah yang
menolak konsep bahwa Allah mempunyai sifat, dan berpendapat bahwa mendengar,
kuasa, mengetahui, dan sebagainya bukanlah sifat, tetapi substansiNya,
sehingga sifat-sifat yang disebut dalam AI-Qur’an dan Hadits itu harus
dijelaskan secara alegoris.
Menghadapi dua kelompok tersebut, Al
asy’ari erpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu (berbeda dengan
mu’tazilah) namun tidak boleh diartikan secara harfiah. Selanjutnya Al asy’ari
berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik, sehingga tidak dapat dibandingkan
dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.
4.
Kebebasan dalam berkehendak
Menurut Asy’ariyah Allah pencipta
perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib).
Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan
manusia). Hal ini berbeda dengan mu’tazilah yang berpendapat bahwa manusia
menciptakan perbuatannya sendiri.
5.
Qodimnya Al Qur’an
Asy’ari berpendapat bahwa walaupun
Al Qur’an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada
esensi Allah karenanya tidak qodim. Menurut Asy’ariyah Al Qur’an tidak
diciptakan.
6.
Akal dan wahyu
Walaupu Al asy’ari dan mu’tazilah
mengakui pentingnya akal dan wahyu, mereka berbeda menghadapi persoalan yang
memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al asy’ari mengutamakan
wahyu, sementara mu’tazilah mengutamakan akal. Dalam menentukan baik dan
burukpun terjadi perbedaan pendapat diantara mereka. Al Asy’ari berpendapat
bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan mu’tazilah pada
akal.
7.
Keadilan
Pada dasarnya Al Asy’ari dan
mu’tazilah setuju bahwa Allah itu adil. Namun Al Asy’ari tidak setuju bahwa
Allah harus berbuat adil, sehingga Dia harus menyiksa orang yang salah dan
memberi pehala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya Allah tidak memiliki
keharusan apapun terhadap makhluk, karena Dia penguasa Mutlak.
8.
Kedudukan orang berdosa
Al Asy’ari menolak ajaran posisi
menengah yang dianut mu’tazilah. Iman merupakan lawan kufur, predikat seseorang
haruslah salah satu dari keduanya. Jika tidak mu’min maka ia kafir. Mukmin yang
berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mugkin hilang
karena dosa, kecuali oleh kafir hakiki.
B. MATURIDIYAH
1. Sejarah
perkembangan maturidiyah
Golongan
Maturidiyah berasal dari Abu Al Mansur Al Maturidi. Latar belakang lahirnya
alliran ini hamper sama dengan aliran Asy’ariyah, yaitu sebagai reaksi
penolakan terhadap ajaran mu’tazilah, walaupun sebenarnya pandangan keagamaan
yang dianutnya hampir sama dengan pandangan mu’tazilah yaitu lebih menonjolkan
akal dalam system teologinya.
Abu Mansur
AI Maturidi dilahirkan sekitar pertengahan abad ke-3 H di Maturid, sebyah kota
kecil di daerah Samarkand Tarsoxiana di Asia Tengah daerah yang sekarang
disebut Uzbeistan. la wafat tahun 333 H / 944 M. Karir pendidikan Al Maturidi
lebih menekuni bidang teologi dari pads fiqih. Ini dilakukan untuk emperkuat
pengetahuan dalam meghadapi paham-paham teologi yang banyak berkembang pads
masyarakat Islam, yang dipandangnya ticlak sesuai dengan kaidah yang besar
menurut akal clan syara’.
2. Tokoh-tokoh
Maturidiyah.
Tokoh yang
sangat penting dari aliran AI-Maturidiyah ini adalah Abu Al Yusr Muhammad al-Badzawi
yang lahir pads tahun 421 H clan meninggal pads tahun 493 H. ajaran-ajaran Al
maturidi yang dikuasainya adalah karena neneknya adalah murid dari Al Maturidi.
Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang salah satunya adalah An
najm al Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al aqo’idal
Nasafiyah. Seperti al Baqillani clan Al Juwaini, Al Badzawi tak selamanya
sefaham dengan Al Maturidi.
Antara kedua
pemuka aliran al Maturidiyah ini terdapat perbeclaan faham sehingga boleh clikatakan
bahwa dalam aliran maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand
yang mengikuti paham-paham Al Maturidi dan golongan Bukhara yang mengikuti
faham-faham Al Badzawi.
3. Pemikiran
clan doktrin-doktrin Maturidiyah.
a)
Akal dan wahyu
Al Maturidi dalam pemikiran
teologinya mendasarkan pads Al Qur’an dan akal sebagaimana Asy’ariyah, namun Al
Maturidi memberikan porsi lebih besar terhadap akal dari pads porsi yang
diberikan oleh Asy’ariyah.
Menurut Al Maturidi mengetahui Tuha
clan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketaui melalui akal. Kemampuan akal
dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al Qur’an yang
memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam memperoleh pengetahuan clan
keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam
tentang makhlik ciptaan-Nya. Kalau akal tidak memperoleh kemampuan dalam
memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak memerintahkan manusia
untuk melakukanya. Dan orang yang tidak amu menggunakan akal untuk memperoleh
iman dan pengetahuan yang mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang
diperintahkan ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al Maturidi tidak mampu
mengetahui kewajiban-kewajiban lainya. Al Maturidi membagi kaftan sesiatu
dengan akal pads tiga macam, yaitu:
1)
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan
sesuatu itu.
2)
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan
sesuatu itu
3)
Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu,
kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.
b)
Perbuatan manusia
Dalam hal ini, Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar
sebagai perbuatan manusia dengan qudat Tuhan sebagai pencipta perbuatan
manusia. Menurutnya perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala
sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dan mengenai perbuatan manusia,
kebijaksanaan dan keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia memiliki
kemampuan berbuat (ikhtiar)
c)
Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Allah Maha Berkehendak atas segala
sesuatu/ciptaan-Nya termasuk perbuatan manusia dan segala seauatu dalam wujud ini,
yang balk atau yang buruk. Akan tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu
berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya
sendiri.
d)
Sifat Tuhan
Menurut Al Maturidi Tuhan mempunyai
sifat-sifat, sseperti sama’, bashor dan sebagainya. la mengatakan bahwa
sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah.
e)
Melihat Tuhan
Menurut Al Maturidi manusia dapat
melihat Tuhan, sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an antara lain firman Allah
dalam surat Al Qiyamah ayat 22 dan 23. Menurutnya tuhan kelak di akherat dapat
dilihat dengan mats, karena Dia mempunyai wujud walaupun Dia immaterial. Namun
melihat Tuhan di akherat tidak dalam bentuknya karena keadaan di akherat tidak
sama dengan keadaan di dunia.
f)
Kalam Tuhan
Al Maturidi membedakan antara kalam
yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kala nafsi (sabda yang
sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qodim bagi Allah,
sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Al
Qur’an dalam arti kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu.
Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakekatnya dan bagaimana Allah bersifat
dengannya tidak dapat kita ketahui kecuali dengan suatu perantara.
Pelaku dosa besar. Al Maturidi
berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka
walaupun is mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan
memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam
neraka adalah bagi orang yang berbuat dosa syirik. Dengan demikian berbuat dosa
besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka.
oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan
seseorang kafir atau murtad.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah kami
jelasakan dalam bab pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa aliran
teologi Asy’ariyah clan Maturidiyah memiliki kesamaan clan yaitu:
1.
Kedua aliran ini lahir sebagai reaksi terhadap paham
aliran mu’tazilah.
2.
Mengenai sifat-sifat Tuhan, kedua alilran ini
mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat dan tuhan megetahui bukan dengan
dzat-Nya tetapi mengetahui dengan pengetahuan-Nya.
3.
Keduanya menentang ajaran mu’tazilah yang beranggapan
bahwa Al Quran adalah kalam Tuhan yang tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim.
4.
Al asy’ari dan Al Maturidi jugs berkeyakinan bahwa
manusia dapat melihat Allah pads hari kiamat dengan petunjuk tuhan.
5.
Persamaan dari kedua aliran ini adalah karena keduanya
Bering menggunakan istilah ahlu sunnah wal jamaah. Dan di kalangan mereka
kebanyakan mengatakan bahwa mahzab salaf ahlu sunnah wal jamaah adalah apa yang
dikatakan oleh Al Asy’ari clan Al Maturidi. Sebagian dari mereka mengatakan
bahwa ahlu sunnah wal jamaah adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah dan salaf.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Rozak
dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia,2007).
Abu Sodikin
dan Barduzaman, Metodologi Dtudi Islam,
(Bandung: Tunas Nusantara, 2000).
Nasution.
Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan, (Jakarta: Ul
Press,1986).
Yatim Badri,
Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Rajawali Press, 2000).
0 komentar:
Post a Comment