BAB I
PENDAHULUAN


Dalam perkembangan dunia keuangan khususnya perbankan diera tahun 2000-an telah  memasuki masa kebangkitan dari keterpurukan setelah diera krisis  ekonomi tahun 1998 yang lalu. Kemajuan ini ditunjukan dunia perbankan melalui jumlah dana yang mampu diserap dari masyarakat dan disalurkan kembali kemasyarakat terus meningkat dengan diiringi kualitas yang makin baik pula.[1]
Dengan adanya uang, maka Pemerintah baik pemerintah Pusat Daerah, Kota/Provinsi memberikan pajak kepada setiap perusahaan baik perusahaan berbentuk Perseroan ataupun CV dan lain sebagainya. Yang semuanya itu untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat agar merata dan sama-sama merasakan hidup nikmat tanpa ada beban.
Dari latar belakang diatas, maka disini penulis akan menjelaskan sebuah makalah yang berjudul tentang dasar-dasar perpajakan yangman sudah penulis rangkum secara sedemikian rupa agar mudah untuk dimengerti dan mudah untuk dipahami.


BAB II
PEMBAHASAN
DASAR-DASAR PERPAJAKAN


A.    DEFINISI DAN UNSUR PAJAK
Definisi atau pengertian pajak menurut Rachmat Soemitro adalah sebagai berikut:
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.[2]
Sedangkan menurut Suyadmi (tt) mengartikan pajak sebagai hak untuk mengusahakan sesuatu dengan membayar sewa kepada negara.[3] dari definisi pajak tersebut, maka dapat disimpulkan bawha pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Iuran dari rakyat kepada negara. yang berhak memungut pajak hanyalah negara. iuran tersebut berupa uang (bukan barang)
2.      Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya
3.      Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah
4.      Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.[4]
Dari definisi pajak diatas, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pajak yaitu hak atau kewajiban seseorang untuk membayar kepada negara yang sudah ditentukan besar pokok bayarannya.
B.     FUNGSI PAJAK
Ada dua macam fungsi pajak diantaranya yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur (regulerend) adalah sebagai berikut:
1.      Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2.      Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.[5]

C.    SYARAT-SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.      Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2.      Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3.      Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4.      Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)
Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5.      Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang-Undang perpajakan yang baru.[6]

D.    PENGELOMPOKAN PAJAK
1.      Menurut Golongannya
a.       Pajak langsung
Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya pajak penghasilan.
b.      Pajak tidak langsung
Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya pajak pertambahan nilai.
2.      Menurut Sifatnya
a.       Pajak subjektif
Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contohnya pajak penghasilan.
b.      Pajak objektif
Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan  keadaan diri wajib pajak. Contohnya pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.



c.       Menurut lembaga pemungutannya
a.       Pajak pusat
Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. contoh pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, dan bea materai
b.      Pajak daerah
Pajak daerah yaitu suatu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri dari:
1)      Pajak propinsi contohnya pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor
2)      Pajak Kabupaten/Kota contohnya pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan.[7]

E.     HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok diantaranya adalah sebagai  berikut:
1.      Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:
a.       Perkembangan interlektual dan moral masyarakat
b.      Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat
c.       Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2.      Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain sebagai berikut:
a)      Tax avoidance,  usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang
b)      Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).[8]

F.      TARIF PAJAK
Ada empat macam tarif pajak secara umum diantaranya adalah sebagai berikut seperti:
1.      Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai dikenai pajak.
Contoh:
Unduk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10%.
2.      Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap beberapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh:
Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp. 3.000,-
3.      Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh:
Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi:
a.       Tarif progresif progresif    : kenaikan persentase semakin besar
b.      Tarif progresif tetap          : kenaikan persentase tetap
c.       Tarif progresif degresif     : kenaikan persentase semakin kecil.

4.      Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.[9]


BAB III
KESIMPULAN



Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa  Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Sedangkan menurut Suyadmi (tt) mengartikan pajak sebagai hak untuk mengusahakan sesuatu dengan membayar sewa kepada negara. Ada dua macam fungsi pajak diantaranya yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur (regulerend) adalah sebagai berikut:
1.      Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2.      Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.




DAFTAR PUSTAKA



Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013).

Mardiasmo, Perpajakan: Edisi Revisi 2011, (Yogyakarta: Andi Offset, 2011).

Rachmat Soemitro, Dasar-Dasar Pajak dan Pajak Pendapatan 1994, (Bandung: Eresco, 1992).

Suyadmi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Magelang: CV. Tidar Ilmu, tt).




[1] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 1.
[2] Rachmat Soemitro, Dasar-Dasar Pajak dan Pajak Pendapatan 1994, (Bandung: Eresco, 1992), hal. 1.
[3] Suyadmi,  Kamus  Lengkap  Bahasa Indonesia, (Magelang: CV. Tidar Ilmu, tt), hal. 378.
[4] Mardiasmo,  Perpajakan:  Edisi  Revisi 2011,  (Yogyakarta:  Andi  Offset, 2011),  hal. 1.
[5] Ibid, hal. 1-2.
[6] Ibid, hal. 2.
[7] Ibid, hal. 6.
[8] Ibid, hal. 8-9.
[9] Ibid, hal. 10.

0 komentar:

 
Top