BAB I
PENDAHULUAN


Pekerjaan bisnis adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kegiatan memenuhi kebutuhan hidup adalah kewajiban bagi seluruh umat Muslim, dan harus selalu berada dijalan yang lurus. Oleh sebab itu, tujuan utama dari pekerjaan bisnis adalah mencapai ridha Allah SWT. melalui  aktivitas duniawi, memenuhi kehidupan hidup kegiatan memenuhi kebutuhan hidup ini merupakan kecenderungan alamiah dari diri manusia untuk hidup dalam kenyamanan secara material, maka ajaran Islam mencela orang yang meninggalkan dunia demi mengejar kehidupan abadi di akhirat, orang tersebut hanya mengejar kepuasan spiritualitas saja. [1]
Dari latar belakang diatas, maka jelas sekali bahwa Allah melarang umatnya untuk bekerja hanya untuk akhirat saja, tetapi diwajibkan untuk berusaha didunia ini untuk bekerja. Maka daripada itu, disini penulis akan menjelaskan makalah yang berjudul Inflasi: Stabilitas Nilai Uang Domestik secara ringkas agar mudah untuk dimengerti bersama.








BAB II
PEMBAHASAN
INFLASI: STABILITAS NILAI UANG DOMESTIK



A.    DEFINISI INFLASI
Inflasi adalah penambahan uang pada peredarannya sehingga melampaui dari jaminan, kemerosotan nilai mata uang (kertas) karena terlalu banyak beredar dan menyebabkan melambungnya harga.[2]
Menurut Sudarsono dan Edilius dalam Kamus Ekonomi Uang dan Bank (1994), mengemukakan inflasi/Inflation adalah suatu keadaan dimana harga-harga barang pada umumnya mengalami kenaikan yang terutama disebabkan karena penawaran akan uang jauh melebihi permintaan akan uang.[3]
Sedangkan menurut penulis sendiri inflasi adalah melambungnya harga barang-barang disuatu Negara dikarenakan menurunnya harga nilai mata uang tersebut dikarenakan peredaran uang tidak sesuai dengan permintaan uang sehingga terlalu banyak uang yang beredar dipasaran.

B.     SEJARAH INFLASI
Ema memberikan nilai pada suatu mata uang dan juga akseptabilitas di tempat lain. Dalam hal ini, sejarah perekonomian Kerajaan Byzantium menarik untuk dipelajari. Byzantium berusaha keras untuk mengumpulkan emas dengan melakukan ekspor komoditasnya sebanyak mungkin ke negara-negara lain dan berusaha mencegah impor dari negara-negara lain agar dapat mengumpulkan uang emas sebanyak-banyaknya.[4]

Tatapi apa yang kemudian terjadi, pada akhirnya orang-orang harus makan, membeli pakaian, mengeluarkan biaya untuk transportasi, serta juga menikmati hidup sehingga mereka akan membelanjakan uang (kekayaan) yang dikumpulkannya tadi sehingga ahirnya malah menaikkan tingkat harga komoditasnya sendiri. Spanyol setelah era Conquistadores  juga mengalami hal yang sama, begitu juga dengan Inggris setelah perang dengan Napoleon. Pada masa kini, terutama setelah era kapitalisme dimulai, masalah yang sama tetap menjadi perbedaan para ekonom dan otoritas keuangan.[5]
Apa yang menyebabkan semua itu terjadi, tidak ada satu sebab utama yang dapat disalahkan. Semuanya adalah akibat gabungan dari penurunan produksi pertanian, pajak yang berlebihan, depopulasi, manipulasi pasar, high labor cost,  pengangguran, kemewahan yang amat berlebihan, dan sebab-sebab yang lainnya, seperti perang yang berkepanjangan,embargo dan pemogokan pekerja.[6]

C.    TEORI INFLASI KONVENSIONAL
Secara umum, inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu.[7] Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas.
Definisi inflasi oleh para ekonomi modern adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit penghitungan moneter) terhadap barang-barang/komoditas dan jasa.[8]
Sebaliknya, jika yang terjadi adalah penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap barang-barang atau komoditas diatas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation).[9]
Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dari tingkat harga secara umum. Persamaanya adalah sebagai berikut:
x 100 = Rate of Inflation
 
Tingkat harga t - tingkat harga t-1
Tingkat hargat-1

Umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat statistik perekonomian suatu negara menggunakan Consumer Price Index atau CPI dan Producer Price Index  atau PPI sebagai pengukur tingkat inflasi. Hanya saja, kedua metode pengukuran tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, yang salah satunya adalah karena menggunakan kumpulan yang mewakili sebuah subset dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi oleh keseluruhan perekonomian, sehingga index harga tersebut tidak merefleksikan secara akurat seluruh perubahan harga yang terjadi.
Selain itu, CPI dan PPI juga kurang dapat mengakomodasi barang dan jasa yang baru diciptakan walaupun kelompok dari subset barang dan jasa yang dipakai sebagai pengukur pada CPI dan PPI tersebut selalu direvisi dari waktu ke waktu.[10]
Untuk mengetahui apa dan bagaimana inflasi, perlu dipahami bahwa uang mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut dalam perekonomian diantaranya adalah:
1.      Media pertukaran
2.      Pengukur nilai
3.      Unit perhitungan dan akuntansi
4.      Penyimpan nilai
5.      Instrumen terms of payment.[11]


Sedangkan menurut Sadono Sukirno, dalam bukunya Makro Ekonomi (2011), menyebutkan fungsi uang diantaranya sebagai berikut:
1.      Untuk melancarkan kegiatan tukar menukar
2.      Untuk menjadi satuan nilai
3.      Untuk ukuran bayaran yang ditunda
4.      Sebagai alat penyimpan nilai.[12]

D.    TEORI INFLASI ISLAM
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena:
1.      Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit penghitungan.
2.      Melemahkan semangat menabung dari sikap terhadap menabung dari masyarakat (turunnya Marginal Propensity to Save)
3.      Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-primer dan barang-barang mewah (naiknya marginal propensity to Consume)
4.      Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yang menumpukan kekayaan seperti: tanah, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah produktif seperti: pertanian, industri, perdagangan, transportasi, dan lainnya.[13]
Selain itu, inflasi juga mengakibatkan masalah-masalah yang berhubungan dengan akuntansi seperti:
1.      Apakah penilaian terhadap aset tetap dan aset lancar dilakukan dengan metode biaya historis atau metode biaya aktual
2.      Pemeliharaan modal riil dengan melakukan isolasi keuntungan inflasioner
3.      Inflasi menyebabkan dibutuhkannya koreksi dan rekonsiliasi operasi (index) untuk mendapatkan kebutuhan  perbandingan waktu dan tempat.[14]

E.     MASALAH INFLASI (KENAIKAN HARGA)
Masalah lainnya yang terus menerus mendapatkan  perhatian pemerintah adalah masalah inflasi. Tujuan jangka panjang pemeritah adalah menjaga agar tingkat inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi nol persen bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karena ia adalah sukar untuk dicapai. Yang paling penting untuk diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi tetap rendah.[15]
Adakalanya tingkat inflasi meningkat dengan tiba-tiba atau wujud sebagai akibat suatu nilai uang tertentu yang berlaku di luar ekspektasi pemerintah. Misalnya efek dari pengurangan  nilai uang (depresiasi nilai uang) yang sangat besar atau ketidak stabilan politik. Menghadapi masalah inflasi yang bertambah cepat ini pemerintah akan menyusun langkah-langkah yang bertujuan agar kestabilan  harga-harga dapat diwujudkan kembali.
Uraian mengenai kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi yang dilakukan dalam makalah ini terutama menerangkan tentang bentuk kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah inflasi yang bertambah cepat tingkatnya.
Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi biasanya dibedakan menjadi tiga bentuk diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Inflasi tarikan permintaan
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa.
2.      Inflasi desakan biaya
Juga inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akna berusaha menaikan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjaan dan mencari pekerjaan baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.
3.      Inflasi diimpor
Inflasi ini dapat juga bersumber dari kenaiakn harga-harga barang yang diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan. Satu contoh yang nyata dalam hal ini adalah efek kenaikan harga minyak dalam tahun 1970an kepada perekonomian negara-negara barat dan negara-negara pengimpor minyak lainnya.[16]

F.     EFEK BURUK INFLASI
Kenaikan harga-harga yang tinggi dan terus-menerus bukan saja menimbulkan beberapa efek buruk keatas kegiatan ekonomi, tetapi juga kepada kemakmuran individu dan masyarakat.
Inflasi yang tinggi tingkatanya tidak akan menggalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka  menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi.  Antara lain tujuan ini dicapai dengan membeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan.
Oleh karena itu, pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan wujud.
Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk pula ke atas perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan  barang-barang ini tidak dapat bersaing di pasaran internasional. Maka ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan barang-barang impor menjadi relatif rendah.
Maka lebih banyak impor akan dilakukan. Ekspor yang menurun dan diikutipula oleh impor yang bertambah menyebabkan  ketidak seimbangan dalam aliran mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk.[17]


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Inflasi adalah penambahan uang pada peredarannya sehingga melampaui dari jaminan, kemerosotan nilai mata uang (kertas) karena terlalu banyak beredar dan menyebabkan melambungnya harga.
 Menurut Sudarsono dan Edilius dalam Kamus Ekonomi Uang dan Bank (1994), mengemukakan inflasi/Inflation adalah suatu keadaan dimana harga-harga barang pada umumnya mengalami kenaikan yang terutama disebabkan karena penawaran akan uang jauh melebihi permintaan akan uang.
Adakalanya tingkat inflasi meningkat dengan tiba-tiba atau wujud sebagai akibat suatu nilai uang tertentu yang berlaku di luar ekspektasi pemerintah. Misalnya efek dari pengurangan  nilai uang (depresiasi nilai uang) yang sangat besar atau ketidak stabilan politik. Menghadapi masalah inflasi yang bertambah cepat ini pemerintah akan menyusun langkah-langkah yang bertujuan agar kestabilan  harga-harga dapat diwujudkan kembali.



DAFTAR PUSTAKA


Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Makro Islam, Edisi Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).

Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syari’ah, (Bandung: Alfabeta, 2009).

Douglas Greenwald, ed, Encyclopedia of Economic, (New York: McGraw-Hill, Inc, 1982).

Sadono Sukirno, Makro Ekonomi: Teori Pengantar, Edisi Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).

Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994).

Suyadmi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Magelang: CV. Tidar Ilmu, tt).

S.E. Landsburg & L.J. Feinstone, Macro Economics, (New York: McGraw-Hill, Inc, 1997).




[1]Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syari’ah, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. iii.
[2] Suyadmi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Magelang: CV. Tidar Ilmu, tt), hal. 274.
[3] Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 154.
[4] Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Makro Islam, Edisi Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 133.
[5] Ibid, hal. 133.
[6] Ibid, hal. 134.
[7] Ibid, hal. 135.
[8] Douglas Greenwald, ed, Encyclopedia of Economic, (New York: McGraw-Hill, Inc, 1982),  hal. 510.
[9] Adiwarman Azwar Karim, Op Cit, hal. 135.
[10] S.E. Landsburg & L.J. Feinstone, Macro Economics, (New York: McGraw-Hill, Inc, 1997), hal.  32.
[11] Adiwarman Azwar Karim, Op Cit, hal. 136.
[12] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi: Teori Pengantar, Edisi Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 268.
[13] Adiwarman Azwar Karim, Op Cit, hal. 139.
[14] Adiwarman AzwarKarim, Log Cit.
[15] Sadono Sukirno, Op Cit, hal. 333.
[16] Sadono Sukirno, Op Cit, hal. 333-336.
[17] Sadono Sukirno, Op Cit, hal. 338-339.

0 komentar:

 
Top