BAB I
PENDAHULUAN



Pernikahan adalah suatu yang diharapkan oleh setiap Muslim yang ada di dunia ini.  Dengan pernikahan kita semua bisa mendapatkan apa saja yang kita inginkan, dari keluarga yang mawadah, sakinah dan warahmah. Dan mendapatkan kasih sayang dari orang yang kita cintai bisa membangun keluarga yang diinginkan bersama.
Dengan adanya keluarga tersebut tidak terlepas juga dengan keinginan untuk mendapatkan keturunan, dengan adanya keturunan maka keluarga tersebut akan terasa lengkap bisa menjadi seorang ayah dan seorang ibu.  Dengan adanya keturunan juga harus bisa diatur agar tidak menjadikan banyak keturunan tetapi tidak bisa menafkahi seluruh anak-anaknya.
Maka daripada itu, dibutuhkan adanya Keluarga Berencana atau yang sering disebut dengan KB. KB diperlukan guna mengatur dan merawat keluarga agar tidak banyak anak dan tidak banyak kemiskinan yang ada di Indonesia ini. Dengan demikian, maka disini penulis membuat sebuah makalah yang berjudul tentang Keluarga Berencana (KB) agar mudah untuk dimengerti dan dipahami bersama.

BAB II
PEMBAHASAN
KELUARGA BERENCANA (KB)



A.    DEFINISI KELUARGA BERENCANA (KB)
Maksud keluarga dalam keluarga berencana adalah suatu kesatuan sosial terkecil dalam masyarakat yang diikat oleh tali perkawinan yang sah. Jadi, keluarga disini adalah keluarga tersebut.[1]
Keluarga Berencana (KB) adalah suatu ikhtiar atau usaha manusia untuk mengatur kehamilan dalam keluarga serta tidak melawan negara dan hukum moral Pancasila demi mendapatkan kesejahteraan keluarga khususnya dan kesejahteraan bangsa pada umumnya.[2]
Sedangkan menurut Suyadmi dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (tt) mengartikan (KB) adalah keluarga berencana.[3]
Dari definisi diatas mengenai keluarga berencana, maka disini penulis dapat menyimpulkan bahwa Keluarga Berencana (KB) adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh keluarga yang sudah resmi menjadi suami istri untuk menjaga, mengatur keturunan sesuai dengan keinginan yang tidak melanggar oleh peraturan Agama dan Negara.
B.     ALAT KONTRASEPSI
Alat kontrasepsi adalah alat untuk mencegah atau mengatur  terjadinya kehamilan.[4]
Alat-alat kontrasepsi ditinjau dari segi fungsinya dapat dibagi menjadi tiga macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Mencegah terjadinya ovulasi
2.      Melumpuhkan sperma
3.      Menghalangi pertemuan antara sel telur dengan sperma.[5]

Dari segi metode, kontrasepsi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sebagai berikut:
1.      Cara kontrasepsi sederhana
a)      Tanpa memakai alat atau obat, yang disebut dengan cara tradisional yaitu:
1)      Senggama terputus
2)      Pantang berkala
b)      Menggunakan alat atau obat, yaitu:
1)      Kondom
2)      Diafragma atau cap
3)      Cream, jelly dan cairan berbusa
4)      Tablet berbusa (Vaginal tablet).
2.      Kontrasepsi dengan metode efektif
a)      Tidak permanen
1)      Pil
2)      IUD (Intra Uterine Device)
3)      Suntikan
b)      Permanen
1)      Tubektomi (sterilisasi untuk wanita)
2)      Vasektomi (sterilisasi untuk pria)
c)      Cara Keluarga Berencana lainnya yang dapat digunakan untuk mengendalikan kehamilan diantaranya:
1)      Abortus
2)      Induksi haid (menstrual regulation).[6]





Senggama terputus disebut pula dengan inzal dan coitus interuptus, artinya menarik zakar (kemaluan laki-laki) sebelum terjadinya pancaran sperma, berarti senggama tidak lengkap atau terputus.[7]
Pantang berkala yaitu menyetubuhi wanita pada saat-saat tertentu. Menurut George Drysdale (pelopor gerakan KB di Amerika Serikat), masa tidak subur adalah antara dua tiga hari sebelum haid hingga delapan hari setelah haid. Kemudian pada tahun 1930 diadakan penelitian oleh Kyusaku Ogino dan Herman Knauss. Menurut Ogino Ovulasi terjadi antara 12 sampai dengan 16 hari sebelum haid, sedangkan menurut Knauss ovulasi terjadi 15 hari sebelum haid.
Kondom merupakan sarung karet atau kantong karet yang menutupi kemaluan laki-laki pada waktu bersetubuh untuk mencegah sperma masuk ke dalam vagina. Alat ini disebut dengan kondom karena penemunya bernama Condom, yaitu dokter pribadi Raja Charles II dari Prancis.[8]
Diafragma dan cap menutupi cervik (mulut rahim)  dari bawah sehingga sel mani tidak dapat memasuki saluran servix, biasanya digunakan bersamaan dengan spermatiside. Penemu alat ini adalah Mansinga berasal dari Flensburg. Alat ini disebut dengan cap (topi) sebab bentuknya seperti topi Belanda.
Tablet berbusa yaitu spermaticide yang berbentuk tablet berbusa. Alat ini hanya digunakan untuk memasukan ke dalam vagina. Tabung ditutup kembali setelah diambil sebuah tablet. Tablet yang sudah hancur atau terlihat noda-noda kuning tidak dapat digunakan. Persetubuhan baru dibolehkan setelah kira-kira lima menit tablet dimasukan. Bila persetubuhan satu jam belum dimulai, hendaknya ditambah satu tablet lagi.[9]
Pil adalah campuran progesteron dan estrogen buatan yang mempunyai pengaruh antara lain mencegah pengeluaran hormon dari kelenjar Vituitaria yang perlu untuk ovulasi, juga dapat menyebabkan perubahan pada endometrium dan menambah kekentalan lendir servix sehingga menjadi lebih pekat dan tidak mudah ditembus oleh progesteron. Pil ini pertama kali ditemukan oleh Greogory Pincus dari Amerika Serikat.[10]
Intra uterina Device (IUD) adalah alat kontrasepsi yang dipasang pada rahmi wanita untuk mencegah kehamilan. Alat ini diciptakan oleh Margulis dari Mount Sinai Hospital di New York  City yang berbentuk spiral, tahun 1960.[11]
Sterilisasi dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1987 untuk mencegah keturunan orang-orang dengan cacat bawaan oleh kelalaian genetik atas  indikasi medis, kemudian dilakukan untuk membatasi kelahiran dalam rangka melaksanakan program keluarga berencana (KB) dan kependudukan.[12]

C.    PENDAPAT ULAMA’ TENTANG STERILISASI
Keluarga Berencana (KB) dilakukan dalam rangka menyejahterakan bangsa (rakyat), sedangkan masyarakat Indonesia menganut berbagai macam agama dan adat. Maka, untuk melaksanakan KB perlu dipertimbangkan antara adat yang dianut oleh masyarakat beserta agama yang dianutnya.
Para ulama’ menanggapi masalah tentang sterilisasi ini sebagai berikut seperti dibawah ini:
1.      Mahmud Syaltut dalam bukunya Fatwa-fatwa jilid II berpendapat bahwa pembatasan kelahiran secara mutlak ditentang oleh siapapun apalagi oleh suatu bangsa yang mempertahankan kehidupan dan kelangsungannya dengan rencana-rencana produksi yang dapat menciptakan kesejahteraan masyarakatnya serta dapat menyaingi bangsa-bangsa lain.[13]
2.      Abu al-‘Ala al-Maududi yang dikutip oleh Kafrawi dalam bukunya “KB:Ditinjau dari segi Agama-agama Besar di Dunia”mengatakan bahwa agama Islam adalah agama yang berjalan sesuai dengan fitrah manusia.[14]
3.      Masyfuk Zuhdi, dalam bukunya Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, berpendapat bahwa Islam tidak membenarkan sterilisasi dijadikan alat kontrasepsi, karena terdapat berbagai hal yang prinsipil diantaranya:
a)      Sterilisasi berakibat pemandulan tetap, hal ini bertentangan dengan tujuan perkawinan dalam Islam yang bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan dan mendapatkan keturunan
b)      Mengubah ciptaan Tuhan dan memotong sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi
c)      Melihat aurat orang lain karena pada prinsipnya Islam melarang melihat aurat orang lain meskipun jenis kelaminnya sama.[15]

Karena sterilisasi hukumnya haram, maka metode sterilisasi dalam program KB di Indonesia tidak dimasukan dalam kebijakan Pemerintah walaupun itu hanya bersifat atas pertimbangan medis, sebagaimana ditegaskan oleh hasil keputusan Musyawarah Nasional Ulama’, tanggal 17 Oktober 1983 di Jakarta, bahwa melakukan vasektomi (memotong saluran benih pria) dan tubektomi (memotong saluran telur) bertentangan dengan ajaran Islam, kecuali dalam keadaan darurat.[16]

D.    PENDAPAT ULAMA’ TENTANG ABORTUS
Maksud dari Abortus menurut Sardikin Ginaputra adalah pengakhiran kehamilan  atau hasil kontrasepsi sebelum janin  dapat hidup diluar kandungan.[17]
Menurut pengarang buku Indonesia: Keluarga Berencana Ditinjau dari Hukum Islam, yang dimaksud dengan abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum kehamilan berumur 28 minggu.[18]
Metode yang digunakan dalam melakukan abortus diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Curratage dan Dilatage (C & D)
2.      Dengan alat khusus, mulut rahim dilebarkan, kemudian janin dikiret dengan alat seperti sendok kecil
3.      Aspirasi, yaitu penyedotan isi rahim  dengan pompa kecil
4.      Hysterotomi (melalui operasi).[19]

Adapun pengguguran/aborsi boleh dilakukan bila dalam keadaan benar-benar terpaksa demi menyelamatkan dan melindungi ibu, sesuai dengan kaidah yang artiya “Mengerjakan yang lebih ringan dari dua hal yang berbahaya adalah wajib”.



BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami  simpulkan bahwa Keluarga Berencana (KB) adalah suatu ikhtiar atau usaha manusia untuk mengatur kehamilan dalam keluarga serta tidak melawan negara dan hukum moral Pancasila demi mendapatkan kesejahteraan keluarga khususnya dan kesejahteraan bangsa pada umumnya.
Sterilisasi hukumnya haram, maka metode sterilisasi dalam program KB di Indonesia tidak dimasukan dalam kebijakan Pemerintah walaupun itu hanya bersifat atas pertimbangan medis, sebagaimana ditegaskan oleh hasil keputusan Musyawarah Nasional Ulama’, tanggal 17 Oktober 1983 di Jakarta, bahwa melakukan vasektomi (memotong saluran benih pria) dan tubektomi (memotong saluran telur) bertentangan dengan ajaran Islam, kecuali dalam keadaan darurat.




DAFTAR PUSTAKA



Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013).

Kafrawi, KB Ditinjau dari Segi Agama-Agama Besar di Dunia,(Jakarta: t.p, tt).

Mahmud Syaltut, Fatwa-fatwa, (Jakarta: Bulan Bintang, tt).

Masyfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1988).

Rahmat Rosyadi, dkk, Indonesia: Keluarga Berencana Ditinjau dari Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1986).

Suyadmi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Malang: CV. Tidar Ilmu, tt).






[1] Masyfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1988), hal. 50.
[2] Rahmat Rosyadi, dkk, Indonesia: Keluarga Berencana Ditinjau dari Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1986), hal. 12.
[3] Suyadmi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Malang: CV. Tidar Ilmu, tt), hal. 258.
[4] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 325.
[5] Ibid, hal. 325-326.
[6] Ibid, hal. 326.
[7] Ibid.
[8] Ibid, hal. 327.
[9] Ibid.
[10] Ibid, hal. 327-328.
[11] Ibid.
[12] Ibid, hal. 328.
[13] Mahmud Syaltut, Fatwa-fatwa, (Jakarta: Bulan Bintang, tt), hal. 53.
[14] Kafrawi, KB Ditinjau dari Segi Agama-Agama Besar di Dunia,(Jakarta: t.p, tt), hal. 129.
[15] Masyfuk Zuhdi, Op Cit.
[16] Hendi Suhendi, Op Cit, hal. 331.
[17] Masyfuk Zuhdi, Op Cit, hal. 74.
[18] Rahmat Rosyadi, dkk, Op Cit, hal. 57.
[19] Hendi Suhendi, Op Cit, hal. 332.

0 komentar:

 
Top