BAB I
PENDAHULUAN
Definisi kata filsafat bisa
dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa
dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis[1].
Terlepas dan berbagai definisi yang
berusaha menerjemahkan Filsafat secara global. Pada dasarnya Filsafat selain
membahas dan menyimpulkan sesuatu yang menjadi dasar.
Filsafat adalah ibu dari segala ilmu
yang hadir di bumi ini. Logika dan perasaan meliputi segenap ruang Filsafat,
sehingga memerlukan konsentrasi yang lebih untuk memahaminya lebih dan sekedar
sebuah ilmu biasa.
BAB II
PEMBAHASAN
MANUSIA DAN ALAM
A. HUBUNGAN
MANUSIA DAN ALAM
Manusia dilahirkan di atas dunia. Ia berada di dalam
dunia. Akan tetapi, beradanya manusia di dalam dunia ini lain artinya dengan air
didalam gelas. Air dalam gelas adalah dua hal yang terpisah atau yang dapat
dipisahkan. Akan tetapi manusia di dalam dunia menyatu dengan dunia.[2]
Manusia merupakan kesatuan dengan dunia. Manusia
tidak dapat dipisahkan dari alam dunia. Hal ini berarti manusia bukan seperti
pribadi yang dari alam sekitarnya, melainkan bersama-sama dengan sekitarnya,
baik sekitar fisik, terutama sekitar sosial.
Hubungan manusia dengan sekitar fisik dan sosial ini
bersifat kausal (sebab akibat). Pada satu sisi manusia menimbulkan perubahan
alam sekitar, tetapi pada sisi yang lain, manusia dipengaruhi oleh alam
sekitar. Faktor geografis, iklim, flora, dan fauna berpengaruh pada pembentukan
pribadi manusia yang tinggal di tempat itu.[3]
Dari hubungan timbal balik (reciprocal interaction) dengan orang-orang di sekitarnya, maka
terjadilah rangsangan-rangsangan yang dapat memperkembangkan potensi-potensi
alamiah manusia. Hasil dari proses ini, manusia dapat berbudaya, berkarya dan
mencipta. Begitu pula masyarakat baru dapat berbudaya atau berkarya setelah
mengadakan pergaulan dengan jenis-jenis masyarakat yang lain, dalam rangka
menciptakan kebudayaan yang lebih besar, yang dapat dinikmati oleh lingkungan
yang lebih luas.[4]
Berkat hubungan dengan sekitar, manusia dapat
berkembang jiwa dan fisiknya, maka akibatnya masyarakat juga berkembang.
Anak-anak tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang sederhana dan terbelakang
menjadi masyarakat yang kompleks dan maju.
Dari hubungan-hubungan dengan sekitar sosial ini
pula manusia memperoleh stimulus-stimulus sosial, seperti: sikap-sikap,
kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, aturan-aturan tingkah laku dan sebagainya.
Berdasarkan atas dimilikinya berbagai
potensi-potensi kodrati manusia yang dapat berkembang dan dapat dipergunakan
untuk menyempurnakan hidupnya dan untuk menguasai serta mengelola alam
sekitarnya, maka para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sebutan pada
manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di dunia ini.
Sebutan-sebutan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Manusia
adalah homo sapiens artinya makhluk yang mempunyai budi
2.
Manusia
adalah animal rotional artinya
binatang yang berpikir
3.
Manusia
adalah homo laquen yaitu makhluk yang
pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam
kata-kata yang tersusun
4.
Manusia
adalah homo faber artinya makhluk
yang tungkang, dia pandai membuat perkakas atau disebut juga tool making animal yaitu binatang yang
pandai membuat alat
5.
Manusia
adalah hono economicus artinya
makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis
6.
Manusia
adalah zoon politicon artinya makhluk
yang pandai bekerja sama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
7.
Manusia
adalah homo religious yaitu makhluk yang beragama.[5]
B. PANDANGAN
ISLAM TENTANG ALAM DAN KEDUDUKAN MANUSIA
1.
Pandangan
Islam tentang alam
Berpegang pada
dalil-dalil Al-Qur’an yang ada, maka alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan
adalah untuk kepentingan manusia dan untuk dipelajari manusia agar dapat
menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai manusia di muka bumi ini. Sesuai dengan
firman Allah yang berbunyi:
uqèd Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9s (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh ( Ïmøs9Î)ur âqà±Y9$# ÇÊÎÈ
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di
segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Q.S. Al-Mulk: 15).[6]
Dari ayat
diatas, maka jelas sudah bahwa Allah menciptakan manusia dengan alam ini dengan
bekal yang cukup demi kelangsungan hidupnya, yaitu segala sesuatu di alam ini
diciptakan untuk kepentingan manusia.
2.
Kedudukan
Manusia
Ada beberapa kedudukan manusia di muka
bumi ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
a)
Sebagai
pemanfaat dan penjaga kelestarian alam
b)
Sebagai
peneliti alam dan dirinya untuk mencari Tuhan
c)
Sebagai
khalifah (penguasa) di muka bumi
d)
Sebagai
makhluk yang paling tinggi dan paling mulia
e)
Sebagai
hamba Allah
f)
Sebagai
makhluk yang bertanggung jawab
g)
Sebagai
makhluk yang dapat dididik dan bisa mendidik.[7]
Demikian,
kedudukan manusia yang sempat dikemukakan dalam uraian ini. Ini adlaah baru
sebagian kecil saja yang dapat di ungkapkan.
Namun, kami
menganggap yang sedikit ini telah dapat memberikan gambaran apa dan bagaimana
seharusnya itu baik untuk dirinya sendiri, sesamanya, alamnya dan Tuhannya.
C. PENGERTIAN
ETIKA, MORAL DAN NORMA
Etika secara etimologi berasal dari kata Yunani,
yaitu ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Secara terminologi, etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku
atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk. Yang dapat dinilai
baik buruk adalah sikap manusia yaitu yang menyangkut perbuatan, tingkah laku,
gerakan, kata-kata dan sebagainya[8].
Ruang lingkup etika meliputi bagaimana caranya agar
dapat hidup lebih baik dan bagaimana caranya untuk berbuat baik serta
menghindari keburukan.
Moral berasal dari kata Latin yaitu Mos jamaknya Mores yang berarti adat atau
cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari,
ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang
sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk mengkaji sistem nilai yang ada.[9]
Sedangkan norma berarti alat tukang batu atau tukang
kayu yang berupa segitiga. Pada perkembangannya norma berarti ukuran, garis
pengarah, atas aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian.
Nilai yang menjadi milik bersama didalam satu
masyarakat dan telah tertanam dengan emosi yang mendalam akan menjadi norma
yang disepakati bersama.[10]
Ada banyak macam norma. Ada norma khusus, yaitu
norma yang hanya berlaku dalam bidang dan situasi yang khusus, misalnya bola
tidak boleh disentuh oleh tangan, hanya berlaku kalau dan sewaktu kita main sepak
bola dan kita bukan kiper.
Disamping
norma khusus ada juga norma umum. Norma umum ada tiga macam diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Norma
sopan santun
2.
Norma
hukum
3.
Norma
moral.[11]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas,maka dapat kami simpulkan bahwa Manusia merupakan
kesatuan dengan dunia. Manusia tidak dapat dipisahkan dari alam dunia. Hal ini
berarti manusia bukan seperti pribadi yang dari alam sekitarnya, melainkan
bersama-sama dengan sekitarnya, baik sekitar fisik, terutama sekitar sosial.
Hubungan manusia dengan sekitar fisik dan sosial ini
bersifat kausal (sebab akibat). Pada satu sisi manusia menimbulkan perubahan
alam sekitar, tetapi pada sisi yang lain, manusia dipengaruhi oleh alam
sekitar. Faktor geografis, iklim, flora, dan fauna berpengaruh pada pembentukan
pribadi manusia yang tinggal di tempat itu
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
Al-Waah, 1989).
Irmayanti Meliono, dkk, MPKT Modul I, (Jakarta: Lembaga
Penerbitan FEUI, 2007).
Kasmiran Wurya, dan Ali Syaifullah, Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, (Jakarta:
Erlangga, 1982).
Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).
Syahminan Zaini, Mengenal Manusia Lewat Al-Qur’an, (Surabaya: tp, 1980).
Zuhairiini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).
[1] Irmayanti Meliono, dkk, MPKT Modul I, (Jakarta: Lembaga
Penerbitan FEUI, 2007), hal. 1.
[2] Zuhairiini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), hal. 80.
[3] Ibid.
[4] Kasmiran Wurya, dan Ali
Syaifullah, Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, (Jakarta:
Erlangga, 1982), hal. 53.
[5] Syahminan Zaini, Mengenal Manusia Lewat Al-Qur’an, (Surabaya:
tp, 1980), hal. 5-6.
[6] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
Al-Waah, 1989), hal. 956.
[7] Zuhairini dkk, Op Cit, hal. 85-90.
[8] Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), hal. 88.
[9] Ibid.
[10] Ibid, hal. 88-89.
[11] Ibid, hal. 90-91.
0 komentar:
Post a Comment