BAB I
PENDAHULUAN



Etika bisnis sebagai suatu pelajaran dan praktik bisnis atau perangkat nilai sebenarnya sudah lama dikenal. Namun, belum memasyarakat secara luas karena perbedaan situasi dari satu negara dengan negara lain, terutama dari kedaulatan konsumen.[1]
Tujuan manusia dalam hidup ini adalah kebahagiaan. Yang menjadi masalah adalah kebahagiaan yang bagaimana dan bagiamna mencapainya? Salah satu cara untuk mencapainya adalah merumuskan aturan, etika, moral pribadi dan masyarakat yang menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Jadi, semua manusia diharapkan melakukan yang baik dan menghindari yang tidak baik.
Dari semua itu dalam bertransaksi manusia harus dibarengi dengan etika yang baik agar kerjasama dalam segala bidang bisa berjalan dengan baik agar tidak ada kecurangan baik pemilik modal atau yang menyediakan menyediakan tenaga kerja. Maka daripada itu, disini penulis menyajikan makalah yang berjudul mudharabah yang sering dikenal dengan bagi hasil. Dimana bagi hasil ini diberikan dalam kerjasam antara dua orang atau lebih guna mendapatkan keuntungan yang akan dibagi bersama yang telah disepakati sebelumnya.


BAB II
PEMBAHASAN
MUDHARABAH



A.    DEFINISI MUDHARABAH
Mudharabah termasuk salah satu bentuk akad kerjasama.[2] Istilah Mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah Qirad. Dengan demikian, Mudharabah dan Qiradh  adalah istilah untuk maksud yang sama.[3] Menurut bahasa, Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah bepergian atau berjalan.[4]
Sebagaimana firman Allah SWT. yang  berbunyi sebagai berikut:


...........
 
  tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#  

Artinya: “.......Dan yang lainya, bepergian di muka bumi mencari karunia Allah ....”(Q.S. Al-Muzammil: 20).[5]

Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu,  berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntunganya. Adapula yang menyebut mudharabah atau qiradh dengan muamalah.[6]
Menurut istilah, mudharabah atau qiradh dikemukakan oleh para ulama’ sebagai berikut:
1.      Menurut para fuqaha’, mudharabah adalah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah, atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah di tentukan.
2.      Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah akad syirkah (kerjasama) dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain peimlik jasa.
3.      Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah adalah akad perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak)
4.      Imam Hanabilah berpendapat bahwa mudharabah adalah ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.
5.      Ulama’ Syafi’iyah berpendapat bahwa mudharabah adalah akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.
6.      Sayyid Sabiq berpendapat mudharabah adalah akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian[7].

Dari beberapa definisi mudharabah diatas menurut beberapa ahli, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan mudharabah adalah suatu akad kerjasama (syirkah) antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan keuntungan (laba) yang sudah disepakati antara kedua orang tersebut dan keuntungan dibagi bersama.

B.     DASAR HUKUM MUDHARABAH
Melakukan mudharabah atau qiradh adalah hukumnya boleh (mubah). Adapun dasar hukumnya sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an
Ada beberapa dasar hukum di dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan mudharabah diantaranya adalah:
2.     
...........
 
...........
 
tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#  

Artinya: “.......Dan yang lainya, bepergian di muka bumi mencari karunia Allah ....”(Q.S. Al-Muzammil: 20).[8]




...........
 
...........
 
}§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan-Mu”. (Q.S. Al-Baqarah: 198).[9]

#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
Artinya: “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 10).[10]


2.      Al-Hadist
Diantara hadist yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW. bersabda:




Artinya: “Tiga Perkara yang mengandung berkah adalah jual beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal kepada orang lain) dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjual belikan.”(HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).[11]


C.    RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH
Rukun dari akad Mudharabah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa macam diantaranya adalah:
1.      Pelaku akad, yaitu shahibul mal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola) adalah pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal
2.      Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah) dan keuntungan (ribh)
3.      Shighah yaitu ijab dan qabul.[12]

Syarat-syarat sah mudharabah  berhubungan dengan rukun-rukun mudharabah itu sendiri. Syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut:
1.      Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang itu berbentuk mas atau perak batangan, mas hiasan atau barang dagangan lainnya, mudharabah tersebut batal.
2.      Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf,  maka dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang-orang yang berbeda di bawah pengampunan.
3.      Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dair perdagangan tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
4.      Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas persentasenya, umpamanya setengah, sepertiga, atau seperempat.
5.      Jmelafazkan ijab dari pemilik modal, misalnya aku serahkan uang ini kepadamu untuk dagang jika ada keuntungan akan dibagi dua dan kabul dari pengelola.
6.      Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barang-barang  tertentu, pada waktu-waktu tertentu, sementara diwaktu lain tidak karena persyaratan yang mengikat sering menyimpang dari tujuan akad mudharabah, yaitu keuntungan. Bila dalam mudharabah ada persyaratan-persyaratan, maka mudharabah tersebut menjadi rusak (fasid) menurut pendapat al-Syafi’i dan Malik. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal, mudharabah tersebut sah.[13]

D.    MACAM-MACAM MUDHARABAH
Ada beberapa macam-macam mudharabah yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah. Dibawah ini akan dijelaskan macam-macam Mudharabah Mutlaqah dan Mudharabah Muqayyadah yaitu:
1.      Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah mutlaqah yaitu pemilik dana memberikan keleluasan penuh kepada  pengelola dalam menentukan jenis usaha maupun pola pengelolaan yang dianggapnya baik dan menguntungkan sepanjang waktu pengelolaan dengan ketentuan syari’ah.[14]
Penerapan mudharabah mutlaqah  dapat berupa tabungan dan deposito sehingga  terdapat dua jenis himpunan dana yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
Tekhnik perbankan:
1)      Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana.
2)      Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada panabung.
3)      Tabungan mudharabah  dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
4)      Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati 1,3,6,12 bulan.
5)      Ketentuan-ketentuan yang lain berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.[15]
2.      Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah  pemilik dana memberikan batasan-batasan tertentu kepada pengelola usaha dengan menetapkan jenis usaha yang harus dikelola, jangka waktu pengelolaan, lokasi usaha dan sebagainya.[16]
Mudharabah Muqayyadah dibagi menjadi dua macam yaitu mudharabah muqayyadah on balance sheet dan mudharabah muqayyadah off balance sheet.
a.       Mudharabah muqayyadah on balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus  dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya, disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.



Tekhnik perbankan:
1)      Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank, dan bank wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
2)      Wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana.
3)      Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus, bank wajib menisbahkan dana dari rekening lainnya.
4)      Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) kepada deposan.

b.      Mudharabah muqayyadah off balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.
Tekhnik perbankan
1)      Sebagai tanda bukti simpanan  bank menertibkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dnaa dari rekening lainnya.
2)      Dana simpanan khusus bank disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
3)      Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.[17]

E.     JENIS-JENIS MUDHARABAH MUQAYYADAH
Ada dua macam mudharabah muqayyadah  diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Mudharabah muqayyadah murni
Merupakan jasa yang diberikan oleh pihak bank yang berfungsi sebagai perantara antara pemilik dana dan pengelola dana, dan atas peran dan fungsi tersebut bank akan mendapatkan upah/fee sebagai imbalan atas jasa mereka mempertemukan kedua belah pihak.
2.      Mudharabah muqayyadah  tidak murni
Merupakan jasa yang diberikan oleh pihak bank yang berfungsi bukan saja sebagai perantara antara pemilik dana dan pengelola dana, tetapi pihak bank juga ditunjuk untuk mengadministrasikan proses bagi hasil termasuk hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, sehingga atas jasa yang diberikan tersebut, bank mendapatkan imbalan berupa upah/fee.[18]

F.     APLIKASI MUDHARABAH DI PERBANKAN
Mudharabah  dalam tekhnik perbankan keuntungan usaha dibagi berdasarkan perbandingan nisbah yang telah disepakati dan pada akhir periode kerja sama nasabah harus mengembalikan semua modal usaha lembaga keuangan. Aplikasi dalam konteks pembiayaan:
1.      Pembiayaan modal kerja
Modal bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, perdagangan dan jasa.
2.      Pembiayaan investasi
Untuk mengadakan barang-barang modal, aktiva tetap dan sebagainya.
3.      Pembiayaan investasi khusus
Bank bertindak dan memosisikan diri sebagai arrager yang mempertemukan kepentingan pemilik dana, seperti yayasan dan lembaga keuangan nonbank, dengan pengusaha yang memerlukan.[19]


BAB III
KESIMPULAN



Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Mudharabah termasuk salah satu bentuk akad kerjasama. Istilah Mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah Qirad.
Dengan demikian, Mudharabah dan Qiradh  adalah istilah untuk maksud yang sama.  Menurut bahasa, Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah bepergian atau berjalan. Mudharabah dibagi menjadi dua macam yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.



DAFTAR PUSTAKA




Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Al-Waah, 1995).

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013).

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013).

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekosiana, 2003).

Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000).

Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011).

Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta: Djambatan, 2003).

Veithzal Rivai,  dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008).





[1] Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hal. 7.
[2] Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 223.
[3] Ibid.
[4] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 135
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Al-Waah, 1995), hal. 990
[6] Hendi Suhendi, Op Cit, hal. 135.
[7] Hendi Suhendi, Op Cit, hal. 135-137.
[8] Departemen Agama RI, Op Cit, hal.
[9]Departemen Agama RI, Op Cit, hal. 48.
[10] Departemen Agama RI, Op Cit, hal. 933.
[11] Rachmat Syafe’i, Op Cit, hal. 223.
[12] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 62.
[13] Hendi Suhendi, Log  Cit, hal. 139-140.
[14] Veithzal Rivai,  dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 126.
[15] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekosiana, 2003), hal. 68.
[16] Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, Op Cit, hal.  126.
[17] Heri Sudarsono, Op Cit, hal. 68-70.
[18] Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 230-231.
[19] Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, Op Cit, hal.  134.

0 komentar:

 
Top