BAB I
PENDAHULUAN



Akhirat dipakai untuk mengistilahkan kehidupan alam baka (kekal) setelah kematian atau sesudah dunia berakhir. Pernyataan peristiwa alam akhirat sering kali diucapkan secara berulang-ulang pada beberapa ayat didalam Al-Qur'an sebanyak 115 kali.
Akhirat dianggap sebagai salah satu dari rukun iman yaitu: Percaya Allah, percaya adanya malaikat, percaya akan kitab-kitab suci, percaya adanya nabi danr asul, dan percaya takdir dan ketetapan. Pada makalah yang sangat sederhana ini, penulis akan membahas tentang konsep iman, takdir dan hari kiamat secara ringkas.


BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP IMAN, TAKDIR DAN HARI KIAMAT



A.    DEFINISI IMAN
Menurut bahasa,  iman berarti pembenaran dalam hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan.
Sedangkan  iman menurut pandangan para ulama terdahulu, diantaranya adalah pendapat Imam Al-Baghawi R.A., beliau berkata:”Para sahabat, Tabi’in, dan para ulama sunnah mereka bersepakat bahwa amal shalih adalah bagian dari iman. Mereka berkata bahwasannya iman terdiri dari ucapan dan perbuatan serta keyakinan. Iman bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.[1]
Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam R.A. berkata:”Pandangan ahlus sunnah yang kami ketahui adalah apa yang disampaikan oleh para ulama kita yang kami sebutkan di kitab-kitab kami, yakni bahwa iman itu meliputi kumpulan niat (keyakinan), ucapan , dan amal perbuatan. Iman itu bertingkat-tingkat, sebagian berada di atas sebagian yang lain.”[2]

B.     RUKUN-RUKUN IMAN
Arkanu” bentuk jama’ dari “ruknus syaiin / ruknun”, berarti sisi sesuatu yang paling kuat. Sedang yang dimaksud rukun iman adalah sesuatu yang menjadi sendi tegaknya iman. Rukun iman ada enam, yaitu :
1.      Iman kepada Allah SWT,
2.      Iman kepada para Malaikat Allah,
3.      Iman kepada kitab-kitab Allah,
4.      Iman kepada para Rasul Allah,
5.      Iman kepada hari akhir/kiamat,
6.      Iman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.[3]

C.    DEFINISI TAKDIR
Takdir Allah terhadap segala sesuatu mencakup peneguhan terhadap beberapa hakikat berikut:
1.      Mengimani bahwa Allah SWT mengetahui segala sesuatu sebelum terjadinya sebagaimana diri-Nya mengetahui hal itu setelah terjadinya. Allah mengetahui sesuatu yang belum terjadi, tengah terjadi dan akan terjadi dan tidaklah ada sesuatu yang tidak diketahui-Nya baik yang kecil maupun besar, sebagaimana firman Allah SWT:
$tBur ãbqä3s? Îû 5bù'x© $tBur (#qè=÷Gs? çm÷ZÏB `ÏB 5b#uäöè% Ÿwur tbqè=yJ÷ès? ô`ÏB @@yJtã žwÎ) $¨Zà2 ö/ä3øn=tæ #·Šqåkà­ øŒÎ) tbqàÒÏÿè? ÏmÏù 4 $tBur Ü>â÷ètƒ `tã y7Îi/¢ `ÏB ÉA$s)÷WÏiB ;o§sŒ Îû ÇÚöF{$# Ÿwur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# Iwur ttóô¹r& `ÏB y7Ï9ºsŒ Iwur uŽy9ø.r& žwÎ) Îû 5=»tGÏ. AûüÎ7B ÇÏÊÈ

Artinya: “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (Q.S. Yunus: 61).[4]

2.      Mengimani bahwa Allah swt telah menuliskan segala sesuatu di “Lauh Mahfuzh” sebelum Dia swt menciptakan langit dan bumi.
!$tB z>$|¹r& `ÏB 7pt6ŠÅÁB Îû ÇÚöF{$# Ÿwur þÎû öNä3Å¡àÿRr& žwÎ) Îû 5=»tGÅ2 `ÏiB È@ö6s% br& !$ydr&uŽö9¯R 4 ¨bÎ) šÏ9ºsŒ n?tã «!$# ׎Å¡o ÇËËÈ !$tB z>$|¹r& `ÏB 7pt6ŠÅÁB Îû ÇÚöF{$# Ÿwur þÎû öNä3Å¡àÿRr& žwÎ) Îû 5=»tGÅ2 `ÏiB È@ö6s% br& !$ydr&uŽö9¯R 4 ¨bÎ) šÏ9ºsŒ n?tã «!$# ׎Å¡o ÇËËÈ
Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.S. Al-Hadid: 22).[5]

3.      Mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah kehendak Allah swt. Tidak ada suatu kebaikan maupun keburukan kecuali dengan kehendak-Nya.


وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Insaan: 30).[6]

4.      Mengimani bahwa segala sesuatu di alam ini adalah ciptaan Allah SWT dan hasil dari ketetapan-Nya.
قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
Artinya: Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa."(QS. Ar-Ra'ad : 16).[7]
              
Segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah kehendak Allah swt, baik itu perkataan maupun perbuatan, pergerakan maupun berhenti, kondisi maupun keadaaan, baik maupun buruk seseorang.
Namun demikian Allah SWT bersifat adil, Dia tidak akan menyesatkan orang yang berhak mendapatkan petunjuk atau sebaliknya. Kemudian setiap hamba-Nya pun diberikan kehendak dan pilihan untuk menentukan perbuatan-perbuatannya sendiri.[8]

D.    DEFINISI HARI KIAMAT
1.      Pengertian Hari kiamat
Iman kepada hari akhir adalah salah satu rukun iman yang wajib kita yakini selain iman kepada Allah SWT. Menurut Prof. Dr. Quraisy Syihab, dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an halaman 80, dua rukun iman inilah yang paling banyak disebutkan dalam Al-Quran. Terbukti al-Qur’an selalu menyebutkan Iman kepada Hari Akhir dan Iman kepada Allah selalu bersamaan dan berurutan.[9]
Menurut Prof. Quraisy Syihab keimanan kepada Allah tidak sempurna kecuali dengan keimanan kepada hari akhir. keimanan kepada Allah menuntut adanya amal perbuatan, sedangkan amal perbuatan baru sempurna motivasinya dengan adanya keimanan tentang adanya hari akhir. Karena kesempurnaan ganjaran dan balasannya hanya ditemukan di akhirat nanti. Untuk memperkuat argumennya, beliau menyatakan bahwa kata "yaumul akhirat" saja terulang 24 kali, disamping kata "akhirat" terulang 115 kali dalam Al-Quran. [10]
Selain itu, Al-Quran selalu menggugah hati dan pikiran manusia dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa hari akhirat, dengan nama-nama yang unik, misalnya Al-Zalzalah, Al-Qari'ah, an-Naba', al-Qiyamah. Istilah-istilah (yang menjadi nama surat Al-Quran) itu mencerminkan peristiwa dan keadaan yang bakal dihadapi oleh manusia pada saat itu, dengan tujuan agar manusia beriman kepada Allah dan hari akhirat, karena manusia akan bertemu Allah, dan manusia pasti akan mati, karenanya manusia jangan lengah, lupa diri, jangan terpesona dengan kehidupan dunia yang temporal dan menipu, manusia jangan mempertuhankan harta, karena harta tidak dapat menolong pemiliknya dari siksa Allah dihari akhirat.
2.      Tanda-tanda Hari Akhir (kiamat)
Kapan hari kiamat akan tiba memang rahasia Allah, pengetahuan kita hanya terbatas pada tanda-tanda akan kedatangannya.  Prof. Bey Arifin dalam bukunya Hidup Sesudah Mati (hal 182-196) setelah mengutip beberapa hadis rasulullah melukiskan tanda-tanda hari Kiamat ada 15 peristiwa yang terlebih dahulu, dari 15 peristiwa itu menurut beliau 3 diantaranya adalah yang paling penting sebagai berikut:
a)      Munculnya Dajjal
Dajjal artinya pembohong yang kerjanya cuma menyesatkan manusia. Dajjal ada 2 macam. Dajjal kecil dan Dajjal besar. Dajjal-Dajjal menyebabkan kerusakan-kerusakan dalam masyarakat. Kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh Dajjal kecil itu dinamakan Kiamat Kecil. Dan Dajjal-Dajjal kecil itu telah lahir dan mungkin dapat kita temukan disekitar kita. Sedangkan Dajjal besar adalah pembohong kaliber besar yang kerjanya membohongi dan menyesatkan umat manusia dan mereka akan muncul menjelang Kiamat kubra (kiamat besar) tiba.
b)      Turunnya Isa ibnu Maryam as.
Menurut A. Hasan dalam bukunya Verslag Debat Pembela Islam menerangkan bahwa ada lebih kurang 30 buah hadis yang menerangkan akanturunnya Isa ibnu Maryam AS. Kedatangannya adalah untuk membunuh semua babi dan menghancurkan semua salib. Ulama mentakwilkan sebagai kehancuran dan lenyapnya agama Kristen dan memperkuat agama Islam. Dan kedatangan Isa anak Maryam itu adalah sesudah munculnya Dajjal.
c)      Turunnya Imam Mahdi
Kepercayaan akan kehadiran Imam Mahdi pada akhir zaman telah merata dikalangan kaum muslimin. Mahdi artinya yang mendapat petunjuk. Kata Mahdi tidaklah terdapat dalam Al-Quran.[11]

3.      Macam-Macam Hari Kiamat
a)      Kiamat Sughra atau Kiamat Kecil
Yaitu berupa kejadian atau musibah yang terjadi di alam ini, seperti kematian setiap saat, banjir bandang, angin beliung, gunungmeletus, gempa bumi, peperangan, kecelakaan kendaraan, kekeringan yang kepanjangan, hama tanaman yang merajalela.
Keseluruhan rangkaian kejadian tersebut di atas ditinjau dari segi aqidah merupakan peringatan dari Allah. Bagi umat yang beriman hal ini merupakan peringatan dan ujian. Sedangkan bagi umat yang ingkar/kafir merupakan siksaan atau azab Allah swt.


Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 155-156 yang berbunyi:
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ tûïÏ%©!$# !#sŒÎ) Nßg÷Fu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁB (#þqä9$s% $¯RÎ) ¬! !$¯RÎ)ur Ïmøs9Î) tbqãèÅ_ºu ÇÊÎÏÈ

Artinya:  “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". (Q.S. Al-Baqarah: 155-156).[12]

b)      Kiamat Kubra
Yaitu masa kehancuran seluruh alam semesta secara masal dan berakhirnya kehidupan alam dunia serta hari mulai dibangkitkannya semua manusia yang sudah mati sejak zaman Nabi Adam sampai manusia terakhir, untuk menjalankan proses kehidupan berikutnya.[13]

4.      Hikmah Iman Kepada Hari Akhir
a)      Menambah keyakinan bahwa perbuatan di dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat.
b)      Meyakini bahwa Allah swt akan memberikan balasan kepada hambanya sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing.
c)      Dengan meyakini adanya hari akhir, maka seseorang akan memiliki sifat optimis dalam menjalani kehidupan di dunia ini untuk menyongsong kehidupan yang hakiki dan abadi kelak di akhirat.
d)     Menumbuhkan sifat ikhlas dalam beramal, istiqomah dalam pendirian dan khusuk dalam beribadah.
e)      Senantiasa melaksanakan amar ma'ruf dan nahi munkar untuk mencapai ridha Allah swt.
f)       Meyakini bahwa segala perbuatan selama hidup di dunia ini yang baik maupun yang buruk harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah swt kelak di akhirat.[14]


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Iman adalah membenarkan dalam hati; menerima segala apa yang di bawa Rasulullah SAW, mengikrarkan dengan lisan; mengucapkan dua kalimat syahadat, mengamalkan dengan anggota badan; hati mengamalkan dengan keyakinan, anggota badan lainnya mengamalkan dalam bentuk ibadah sesuai dengan fungsinya.
Mengenai Pengertian takdir yaitu 1) Mengimani bahwa Allah SWT mengetahui segala sesuatu sebelum terjadinya sebagaimana diri-Nya mengetahui hal itu setelah terjadinya, 2) Mengimani bahwa Allah swt telah menuliskan segala sesuatu di “Lauh Mahfuzh” sebelum Dia swt menciptakan langit dan bumi, 3) Mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah kehendak Allah swt. dan 4) Mengimani bahwa segala sesuatu di alam ini adalah ciptaan Allah SWT dan hasil dari ketetapan-Nya.






DAFTAR PUSTAKA



Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Al-Waah, 1989).

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2001).

Ali Thanthawi,  Aqidah Islam; Doktrin dan Filosofis, (Pajang: Era Intermedia, 2004).

Busyra, Ahmad Zainuddin, Buku Pintar Aqidah Akhlaq dan Qur’an Hadis, (Yogyakarta: Azna Books, 2010).

Wahhab, Muhammad bin Abdul, Tiga Prinsip Dasar dalam Islam, (Riyadh: Darussalam, 2004).






[1] Wahhab, Muhammad bin Abdul, Tiga Prinsip Dasar dalam Islam, (Riyadh: Darussalam, 2004), hlm.23-24.
[2] Ibid, hal. 25.
[3] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2001), hal. 28.
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Al-Waah, 1989), hal. 316.
[5] Ibid, hal. 904.
[6] Ibid, hal. 1006. 
[7] Ibid, hal. 371.
[8] Abuddin Nata, Op Cit, hal.  30-31.
[9]Busyra, Ahmad Zainuddin, Buku Pintar Aqidah Akhlaq dan Qur’an Hadis, (Yogyakarta: Azna Books, 2010), hal. 98.
[10] Ibid, hal. 99.
[11] Abuddin Nata, Op Cit, hal. 52-54.
[12] Ibid, hal. 39.
[13] Ali Thanthawi,  Aqidah Islam; Doktrin dan Filosofis, (Pajang: Era Intermedia, 2004), hal.  81-83.
[14] Ibid, hal. 84-85.

0 komentar:

 
Top