BAB I
PENDAHULUAN



Setiap anak didik datang kesekolah tidak lain kecuali untuk belajar dikelas agar  menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari. Sebagian besar waktu yang tersedia harus digunakan oleh anak didik untuk belajar, tidak mesti ketika disekolah, dirumah pun harus ada waktu yang disediakan untuk kepentingan belajar. Tiada hari tanpa belajar adalah ungkapan yang tepat untuk anak didik.
Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih oleh setiap anak didik jika mereka dapat belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan. Maka daripada itu, disini penulis akan membahas makalah yang berjudul tentang Tipe-Tipe dan Kesulitan Belajar anak didik secara mendalam agar mudah untuk dipahami dan mudah untuk dimengerti bersama.


BAB II
PEMBAHASAN
TIPE-TIPE DAN KESULITAN BELAJAR


A.    DEFINISI KESULITAN BELAJAR
Kesulitan belajar adalah  suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar.[1]
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisiplin yang digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Konsep ini diadopsi secara luas oleh berbagai disiplin ilmu dalam upaya memahami dan mendalami kesulitan belajar bagi perkembangan ilmu mereka.
Dari definisi diatas, maka disini penulis dapat menarik suatu kesimpulan tentang kesulitan belajar. Kesulitan belajar yaitu suatu kondisi dimana IQ Peserta didik tidak mampu mengatasi atau tidak mampunya peserta didik dalam menelaah materi yang disampaikan oleh guru sehingga membuat hambatan belajar, gangguan dalam belajarnya.




B.     TIPE-TIPE BELAJAR
Ada beberapa tipe-tipe belajar yang sering kita ketahui dianatanya adalah sebagai berikut:
1.      Masalah belajar
Belajar adalah usaha untuk membentuk hubungan antara perangsang dan reaksi.[2] Dalam belajar ada proses mental yang aktif. Pada tingkat permulaan belajar aktivitas itu masih belum teratur, banyak hasil-hasil yang belum terpisahkan dan masih banyak kesalahan yang diperbuat. Orang yang belajar makin lama makin dapat mengerti akan hubungan-hubungan dan perbedaan bahan-bahan yang dipelajari, dan setingkat dapat membuat suatu bentuk yang mula-mula belum ada, atau memperbaiki bentuk-bentuk  yang telah ada.
2.      Beberapa aktivitas belajar
Ada beberapa aktivitas belajar agar suasa belajar mengajar menjadi nyaman dan dapat berjalan lancar diantaranya:
a)      Mendengarkan
b)      Memandang
c)      Meraba, membau dan mencicipi/mencecap
d)     Menulis atau mencatat
e)      Membaca
f)       Membuat ringkasan
g)      Menyusun kertas kerja/paper
h)      Mengingat
i)        Berfikir
j)        Latihan atau praktik.[3]
3.      Tipe-tipe belajar
Ada beberapa tipe-tipe belajar diantaranya adalah sebagai berikut seperti dibawah ini:
a)      Belajar abstrak
Belajar abstrak adalah belajar yang menggunakan cara-cara berfikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata.
b)      Belajar keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yaitu yang berhubungan dengan urat-urat saraf otak manusia.
c)      Belajar sosial
Belajar sosial adalah belajar memahami masalah-masalah dan tekhnik-tekhnik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuanya untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah.
d)     Belajar pemecahan masalah
Belajar memecahkan masalah adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuanya untuk memecahkan masalah secararasional, lugas, dan tuntas.
e)      Belajar rasional
Belajar rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuanya untuk memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.[4]

C.    PENYEBAB KESULITAN BELAJAR
Ada beberapa faktor-faktor inten penyebab kesulitan belajar diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi anak didik
2.      Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap
3.      Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti tergangguya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).[5]

Sedangkan faktor ekstern anak didik meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar anak didik. Faktor lingkungan ini meliputi:
1.      Lingkungan keluarga, contohnya ketidak harmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga
2.      Lingkungan perkampungan/ masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan (peer group) yang nakal
3.      Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.[6]

Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, ada pula faktor-faktor lain yang bersifat menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Faktor-faktor ini dipandang sebagai faktor khusus. Misalnya sindrom psikologis berupa learning disability (ketidak mampuan belajar). Sindrom (syndrome) berarti suatu gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik.
Sindrom itu misalnya disleksia (dyslexia), yaitu ketidak mampuan belajar membaca, disgrafia (disgraphia), yaitu ketidak mampuan belajar menulis, diskalkulia (dyscalculia), yaitu ketidak mampuan belajar matematika.
Anak didik yang memiliki sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki IQ yang normal dan bahkan diantaranya adanya yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karena itu, kesulitan belajar anak didik yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya gangguan ringan pada otak (minimal).[7]


D.    USAHA MENGATASI KESULITAN BELAJAR
Mengatasi kesulitan belajar, tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor kesulitan belajar sebagaimana diuraikan diatas. Karena itu, mencari sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab peserta lainnya adalah menjadi mutlak adanya dalam rangka mengatasi kesulitan belajar.
Secara garis besar, langkah-langkah yang diperlukan ditempuh dalam rangka mengatasi kesulitan belajar dapat dilakukan melalui enam tahap diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Pengumpulan data
2.      Pengolahan data
3.      Diagnosis
4.      Prognasis
5.      Treatment/perlakuan
6.      Evaluasi.[8]
Adapun agar pemahaman kita tentang mengatasi kesulitan belajr, maka akan diperjelas dari keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pengumpulan data
Untuk menentukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung yang disebut dengan pengumpulan data.

2.      Pengolahan data
Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, tidak ada artinya jika tidak diadakan pengolahan secara cermat. Semua data harus diolah dan dikaji untuk mengetahui secara pasti sebab-sebab kesulitan belajar yang dialami oleh anak.
3.      Diagnosis
Diagonosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan berbagai tenaga ahli seperti dokter, psikolog, psikiater, orang tua anak dan guru kelas.
4.      Prognosis
Prognosis artinya ramalan. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap diagnosis, akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya.
5.      Treatment (Perlakuan)
Perlakuan disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis tersebut. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan adalah Melalui bimbingan belajar kelompok, melalui bimbingan belajar individual, melalui pengajaran remidial dalam beberapa bidang studi, pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis dan melalui bimbingan orang tua, dan pengatasan kasus sampingan yang mungkin ada.
6.      Evaluasi
Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui, apakah treatment yang telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan atau bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatment yang diterapkan tersebut tidak berhasil maka perlu ada pengecekan kembali kebelakang faktor-faktor apa yang mungkin menjadi penyebab kegagalan treatment tersebut. Adapun alat yang digunakan dalam evaluasi ini dapat berupa tes prestasi belajar.[9]



BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, ada pula faktor-faktor lain yang bersifat menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Faktor-faktor ini dipandang sebagai faktor khusus. Misalnya sindrom psikologis berupa learning disability (ketidak mampuan belajar).
Sindrom (syndrome) berarti suatu gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik.  Sindrom itu misalnya disleksia (dyslexia), yaitu ketidak mampuan belajar membaca, disgrafia (disgraphia), yaitu ketidak mampuan belajar menulis, diskalkulia (dyscalculia), yaitu ketidak mampuan belajar matematika.



DAFTAR PUSTAKA



Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar: Edisi Revisi,(Jakarta: Rineka Cipta, 2008).

Muhammad Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012).

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Press, 1999).

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Edisi Revisi 2011, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011).



[1] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Edisi Revisi 2011, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hal. 235.
[2] Muhammad Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal. 208.
[3] Ibid, hal. 218-224.
[4] Ibid, hal. 227.
[5] Syaiful Bahri Djamarah, Op Cit, hal. 235.
[6] Syaiful Bahri Djamarah, Op Cit,  hal. 236.
[7] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hal. 165.
[8] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar: Edisi Revisi,(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 96-97.
[9] Ibid, hal. 100.

0 komentar:

 
Top