BAB I
PENDAHULUAN


Islam adalah agama yang memberikan rahmatan lil ‘alamin. Agama ini bersifat universal. Artinya,  agama ini bebas melakukan perbuatan, tetapi harus sesuai dengan koridor atau peraturan yang diberikan oleh Allah dan menjauhi larangannya. Dengan adanya larangan ini, diharapkan umat Islam bisa berhati-hati dalam beraktivitas dalam sehari-hari.
Seperti aktivitas dalam bekerja, mencari nafkah untuk keluarganya dan lain sebagainya. Yang semua itu dilakukan untuk mencari ridho dari sang penciptanya (Allah SWT). Dari latar belakang makalah diatas, maka disini penulis akan menjelaskan makalah yang berjudul tentang Islam Menghargai Kerja Yang Profesional.


BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM MENGHARGAI KERJA YANG PROFESIONAL



A.    HADIST  RASUL

 

Artinya: “Bersumber dari Aisyah RA., Ia berkata, bahwa Nabi SAW. bersabda: “Kalian lebih tabu tentang urusan dunia kalian. " (HR. Muslim).


B.     SUMBER RIWAYAT
      Hadis tersebut bersumber dari tiga orang sahabat, yaitu Aisyah, Anas ibn Malik, dan Tsabit ibn Aslam. Aisyah binti Abu Bakar as-Shiddiqah salah seorang isteri Nabi SAW. dan Umm al-Mu’minin. Nama Aisyah berasal dari kata ‘aisy artinya hidup Nabi SAW. biasa memanggilnya dengan nama ‘Uwaisy. Selain itu, biasa juga dipanggil Humaira (artinya kemerah-merahan).[1]
      Panggilan dengan menggunakan bentuk tasghir seperti ini sebagai bentuk ungkapan rasa kasih sayang dan cinta serta ungkapan lebih akrab. Aisyah lahir 2 tahun setelah Muhammad dilantik menjadi Rasul atau sekitar tahun 8 sebelum hijrah. Aisyah dinikahi oleh Rasulullah SAW. ketika masih usia 6 tahun atau dua tahun sebelum hijrah ke Madinah, dan tiga tahun setetah wafatnya Khadijah isteri pertama Nabi SAW. Dan berkumpul bersama dengan Nabi Saw di Madinah dalam satu rumah tangga pada usia 9 tahun, yaitu pada bulan Syawal tahun 2 H setelah pulang dari perang Badar[2].
      Ada juga yang mengatakan tahun 2 H. Aisyah tinggal serumah dengan Nabi SAW. selama 8 tahun 5 bulan dan menjadi janda Nabi SAW. ketika sedang berusia 18 tahun. Nabi SAW. wafat pada hari Senin 12 Rabiul Awal 11 HI 8 Juni 632 M ketika sedang dalam dekapan Aisyah, pada saat itu memang adalah tepat hari giliran jatah Aisyah.
      Aisyah adalah tokoh sahabat perempuan terkemuka, dengan kecerdasannya ia sebagai ahli fatwa, tafsir, fikih terutama ilmu faraidh atau kewarisan, ilmu sastra, dan lain-lain. Menurut al-Zuhri (124 H/742 M), kalau dibandingkan ilmu yang dimiliki Aisyah dengan ilmu yang dimiliki semua wanita dan atau isteri-isteri Rasul yang lain dan ilmu para sahabat, maka ilmu Aisyah masih tetap lebih unggul.[3]
      Bahkan terkadang ia menjadi rujukan dari antar para sahabat lainnya atau sebagai tempat berkonsultasi oleh para sahabat senior, jika ter adi permasalahan yang belum ada ketetapan hukumnya secara jelas dan tegas dari nas. Umar ibn Khattab pernah bertanya dan belajar hadis kepada Aisyah walaupun Umar sendiri sangat dekat hubungannya dengan Rasul.
      Ada hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Anas, Nabi SAW. bersabda: “Keutamaan Aisyah atas seluruh perempuan, seperti keutamaan tsarid (jenis makanan Arab yang terdiri dari daging dan roti) atas seluruh menu makanan” Tsarid adalah sejenis makanan favorit dan terbaik dalam konteks zaman itu.[4]
      Aisyah termasuk urutan keempat di antara para sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadis. la meriwayatkan 2.210 hadis. 174 hadis yang disepakati Bukhari dan Muslim. 54 hadis yang diriwayatkan sendiri oleh Bukhari Baja dan 68 hadis oleh Muslim sendiri.
      Aisyah wafat di Madinah pada masa kekhalifahan Muawiyah pada malam selasa, 17 Ramadhan tahun 5714 dalam usia 66 tahun. Shalat jenazahnya diimami oleh Abu Hurairah yang wafat pada tahun itu juga.[5]

C.    TAKHRIJUL HADIS
      Hadis di atas diriwayatkan imam Muslim dalam Shahihnya pada hadis no. 2363. Dan kualitas hadis tersebut adalah sahih. Dalam, riwayat lain yang semakna dengan hadis tersebut diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya pada hadis no. 24399.[6]




Artinya: ”Jika sesuatu itu menyangkut urusan dunia kalian, maka kalian lebih tahu. Adapun jika urusan agama kalian, maka itu adalah urusanku."
Ibnu Majjah dalam sunannya pada hadist Nomor 2471 juga meriwayatkan dengan susunan redaksi sebagai berikut:


Artinya: “Jika sesuatu itu menyangkut urusan dunia kalian, maka itu adalah urusan kalian sendiri. Dan jika sesuatu itu adalah urusan agama, maka itu adalah urusanku”.
Selain Ibnu Majah dalam Sunannya pada hadis no. 2471 juga meriwayatkan dengan susunan redaksi.[7]
D.    LATAR BELAKANG HADIS
      Adapun latar belakang yang menyebabkan lahirnya hadis tersebut di atas adalah sebagaimana diriwayatkan Muslim yang bersumber dari Anas ibn Malik, bahwa Nabi SAW. pernah lewat di hadapan para petani yang tengah mengawinkan serbuk (kurma pejantan) ke putik (kurma betina). Nabi SAW. berkomentar: ”Sekiranya kalian tidak melakukan hal ini, niscaya kurmamu akan bagus dan baik.” [8]
      Mendengar komentar ini, para petani berhenti dan tidak lagi mengawinkan kurmanya. Beberapa lama kemudian, Nabi SAW. lewat lagi di tempat itu dan menegur para petani: ”Mengapa pohon kurmamu itu?” Para petani menyampaikan apa yang telah dialami oleh kurma mereka, yakni banyak yang tidak jadi. Mendengar keterangan mereka itu, maka Nabi SAW. bersabda: ”Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian”.[9]
E.     FIQHUL HADIS
      Hadis tersebut di atas, kalau dilihat secara tekstual saja tanpa melihat pada konteks apa dan latar belakang historic apa yang menyebabkan lahirnya hadis tersebut disabdakan, maka dipahami secara ekstrim dan berlebihan bahwa Nabi SAW. tidak tahu dan tidak mengerti sama sekali serta tidak mau peduli terhadap persoalan keduniaan. Pemahaman seperti ini tentu saja keliru, sebab Nabi SAW. bukan malaikat, dan beliau diangkat oleh Allah menjadi Nabi dan Rasul, namun sifat kemanusiaannya tidak terhapus.
      Beliau lahir, besar, dan tinggal menetap di lingkungan masyarakat yang berbudaya, sehingga dengan demikian beliau tentu tahu, mengerti, merasakan, dan peduli terhadap masalah keduniaan.
      Sebagai bukti bahwa Nabi SAW. sangat besar perhatiannya terhadap masalah lingkungan hidup sebagai bagian dari masalah keduniaan. Bahkan dalam perjalanan kehidupannya dikenal sebagai pedagang dan penggembala kambing sebelurn diangkat menjadi Nabi SAW. Perhatian beliau terhadap persoalan keduniaan dapat dilihat dalam hadis-hadisnya.
      Di samping itu, Islam juga mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia memberikan berbagai hak kepada pemerintah dan para pemimpin sekaligus membebankan pula berbagai kewajiban. Ia mengajarkan dan membimbing bagaimana memimpin rakyat, bagaimana menegakkan keadilan, bagaimana mewujudkan pemerataan, bagaimana berperang dan berdamai, serta bagaimana pula berhubungan dengan megara atau masyarakat lain.
      Oleh karena itu, upaya memahami pecan dan muatan hadis tersebut di atas adalah dengan memahami berdasarkan pada konteks latar belakang historis sosial budaya ketika disabdakannya hadis tersebut.
      Hadis tersebut disabdakan Nabi SAW. ketika melewati para petani kurrna yang tengah menyerbuk kurmanya sebagaimana disebutkan pada latar belakang lahimya hadis tersebut di atas hingga Nabi SAW. bersabda kepada para petani; “Bahwa kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian”. Ini artinya, bahwa Nabi SAW. bersabda demikian sebagai respon dan bentuk perhatian dan penghargaannya terhadap keahlian pada bidang pertanian kurma itu”. Jadi, urusan dunia dalam hadis tersebut di atas dimaknai sebagai sebuah pengetahuan ilmiah terapan, atau keahlian atau profesional pada suatu bidang tertentu.
      Nabi SAW. menyerahkan urusan dunia kepada kita sebagai sebuah penghargaan terhadap keahlian atau profesionalitas tertentu. Dan penghargaan Nabi SAW. tersebut tidak saja berlaku pada bidang pertanian seperti dalam latar belakang hadis tersebut, karena yang ditekankan dalam hadis di atas bukan pada kurmanya itu, akan tetapi lebih pada penguasaan pada bidang itu sendiri atau profesionalitasnya itu. Sehingga hal ini bersifat universal, artinya seluruh bidang apa saja, harus dikerjakan secara profesional.
      Dengan demikian, hadis tersebut di atas secara kontekstual dapat dipahami sebagai sebuah ajaran yang mengedepankan persoalan profesionalitas. Di era modern dan globalisasi sekarang ini persaingan sangat ketat, sehingga persoalan kemampuan dikedepankan dan bukan lagi saatnya dan tidak lagi relevan mengedepankan persoalan latar belakang kedaerahan, misalnya putera daerah dan nonputera daerah, latar belakang etnis, keturunan, golongan, dan lain-lain.
      Dalam profesionalitas ini, ada tiga hal yang terkandung di dalamnya yang antara satu dengan lainnya saling terkait yaitu: pertama, mempunyai keahlian dan penguasaan pada suatu bidang tertentu dengan dilandasi oleh kapasitas kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, mempunyai etika dan moral (akhlak). Ketiga, memberikan pelayanan dan maslahat kepada orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Dan ketiga-tiganya ini harus terpadu. dan keahlian atau profesionalitas menjadi suatu tuntutan dan keharusan yang mesti menguasai dan ahli pada suatu bidang tertentu, tapi tidak mempertimbangkan persoalan moral dan etika bahkan tidak bermoral, maka itu tak dapat disebut sebagai profesional.
      Di Indonesia ini yang sudah dilanda multikrisis yang sampai pada detik ini belum juga berakhir dan yang paling banyak merasakan deritanya adalah rakyat kecil, itu karena disebabkan oleh banyak faktor, salahsatu di antaranya adalah banyaknya orang Indonesia ahli dan menguasai suatu bidang tertentu, misalnya ahli ekonomi tapi mereka tidak mempunyai moral.
      Buktinya mereka yang banyak menyalahgunakan uang negara dengan cara korupsi sehingga negara rugi dan rakyat menderita adalah bukan orang-orang bodoh, tapi justru orang-orang ahli. Orang-orang seperti ini tidak layak disebut profesional, karena hanya ahli tapi tidak bermoral.
      Di samping itu, yang namanya profesional harus apa yang dimilikinya itu dapat memberikan manfaat tidak saja pada dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain, masyarakat, dan linkungannya, baik pada skala kecil maupun pada skala lebih luas dan besar seperti untuk kepentingan bangsa dan negara. Peledakan bom yang sering terjadi di Jakarta dan tempat-tempat lainnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai keahlian tentang bom.
      Orang seperti ini sangat tidak patut disebut sebagai profesional, karena dengan keahliannya merakit dan membuat bom justru digunakan pada sesuatu yang meresahkan dan merusak orang lain dan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Ilmu dan keahliannya digunakan hanya untuk kepentingan pribadi dan keuntungan kelompoknya.
      Mereka hanya mungkin patutnya disebut sebagai orang brutal dan bukan profesional. Dalarn ajaran Islam, kualitas kesalehan kemanusiaan sangat disorot dan ditentukan pada sejauhmana, mampu memberikan manfaat dan nilai guna pada orang lain dan lingkungannya.
      Dengan demikian, dalam ajaran Islam pada dasamya sangat menekankan dan mengedepankan profesionalitas dalam rangka menghadapi dan merespon tantangan di era globalisasi ke depan yang penuh dengan persaingan ketat.


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Hadis tersebut bersumber dari tiga orang sahabat, yaitu Aisyah, Anas ibn Malik, dan Tsabit ibn Aslam. Aisyah binti Abu Bakar as-Shiddiqah salah seorang isteri Nabi SAW. dan Umm al-Mu’minin. Nama Aisyah berasal dari kata ‘aisy artinya hidup Nabi SAW. biasa memanggilnya dengan nama ‘Uwaisy. Selain itu, biasa juga dipanggil Humaira (artinya kemerah-merahan).
Hadis tersebut di atas, kalau dilihat secara tekstual saja tanpa melihat pada konteks apa dan latar belakang historic apa yang menyebabkan lahirnya hadis tersebut disabdakan, maka dipahami secara ekstrim dan berlebihan bahwa Nabi SAW. tidak tahu dan tidak mengerti sama sekali serta tidak mau peduli terhadap persoalan keduniaan.


DAFTAR PUSTAKA



Deparemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Semarang: Al-Waah, 1989).

Andy Hacker, Islam Menghargai Kerja Yang Profesional, dikutip melalui situs:  http://ndyhacker90.blogspot.com/2008/09/islman-menghargai-kerja-yang.html. pada tanggal 5 Mei 2014 pukul. 21.00 wib.

Wajidi Sayadi, Hadist Tarbawi: Pesan-pesan Nabi SAW. Tentang Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009).



[1] Wajidi Sayadi, Hadist Tarbawi: Pesan-pesan Nabi SAW. Tentang Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), hal. 141.
[2] Ibid, hal. 141.
[3] Ibid, hal. 142.
[4] Ibid, hal. 142.
[5] Ibid, hal. 142.
[6] Ibid, hal. 143.
[7] Ibid, hal. 144.
                [8]Andy Hacker, Islam Menghargai Kerja Yang Profesional, dikutip melalui situs:  http://ndyhacker90.blogspot.com/2008/09/islman-menghargai-kerja-yang.html. pada tanggal 5 Mei 2014 pukul. 21.00 wib.
[9] Ibid.

0 komentar:

 
Top