BAB I
PENDAHULUAN


Ummat Islam adalah ummat yang mulia, ummat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka menjadi saksi atas segala ummat. Tugas ummat Islam adlah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu ummat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam. Kenyataan bahwa ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah akibat belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra'du: 11).
Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada ummat Islam belum dikembangkan secara optimal. Padahal ummat Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah (tauhid), tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit. Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulanagn kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya.



BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN ZAKAT, MACAM-MACAM ZAKAT, HARTA YANG WAJIB DIZAKATI, PENGELOLAAN ZAKAT DAN MUSTAHIQ


A.    PENGERTIAN ZAKAT DAN MACAM-MACAMNYA
1.      Pengertian Zakat
Secara etimologi, zakat memiliki arti berkembang, bertambah, banyak dan dan berkah. Maka daripada itu, dikatakan tumbuhan telah berzakats apabila tumbuhan tersebut telah bertambah besar, nafkah itu telah berzakat apabila nafkah tersebut telah diberkahi dan si fulan itu bersifat zakat apabila ia memiliki banyak kebaikan. Shadaqah dinamakan pula zakat, karena shodaqah merupakan penyebab berkembangnya dan diberkahinya harta.[1] Akan tetapi, istilah ini kemudian ditegaskan, bila merujuk pada zakat maka dinamakan shadaqah wajib, sedangkan untuk selain zakat maka dinamakan shadaqah atau sedekah.[2]
Zakat menurut istilah agama Islam  artinya kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.[3] Hukumnya zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, fardhu ‘ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriah.[4]
Sedangkan menurut Nurul Huda dan Mohammad Heykal, zakat merupakan kata dasar zaka yang berarti suci, berkah, tumbuh dan terpuji. Adapun dari segi istilah fiqih,  zakat berarti sejumlah barang atau harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya, disamping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.[5]
Didalam Al-Qur’an, Allah SWT. telah menyebutkan secara jelas berbagai ayat tentang zakat. Zakat adalah sejumlah harta tertentu  yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat tersebut.[6] Adapun dasar hukum yang mewajibkan zakat adalah sebagai berikut seperti Firman Allah:
óOs9r& ts? n<Î) tûïÏ%©!$# Ÿ@ŠÏ% öNçlm; (#þqÿä. öNä3tƒÏ÷ƒr& (#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¢9$# $¬Hs>sù |=ÏGä. ãNÍköŽn=tã ãA$tFÉ)ø9$# #sŒÎ) ×,ƒÌsù öNåk÷]ÏiB tböqt±øƒs }¨$¨Z9$# Ïpuô±yx. «!$# ÷rr& £x©r& Zpuô±yz 4 (#qä9$s%ur $oY­/u zOÏ9 |Mö6tGx. $uZøŠn=tã tA$tFÉ)ø9$# Iwöqs9 !$oYs?ö¨zr& #n<Î) 9@y_r& 5=ƒÌs% 3 ö@è% ßì»tFtB $u÷R9$# ×@Î=s% äotÅzFy$#ur ׎öyz Ç`yJÏj9 4s+¨?$# Ÿwur tbqßJn=ôàè? ¸xÏGsù ÇÐÐÈ
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan kami, Mengapa Engkau wajibkan berperang kepada Kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.” (Q.S. An-Nisa”: 77).[7]
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 103).[8]
Zakat diberikan kepada delapan golongan, yang telah disebutkan oleh Allah SWT.  yaitu dalam firmannya yang berbunyi sebagai berikut:
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah: 60).[9]
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan yang menjadi syarat wajib dikeluarkannya zakat adalah sebagai berikut:
a)      Muslim
b)      Aqil
c)      Baligh
d)     Memiliki harta yang mencapai nishab.


2.      Macam-macam Zakat
Zakat dibagi menjadi dua macam yaitu zakat maal atau zakat harta dan zakat Nafs (jiwa) atau disebut juga sebagai zakat fitri. Adapun penjelasan dari kedua zakat tersebut sebagai berikut:
a)      Zakat Fitrah (jiwa)
Makna zakat fitrah, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah futur (berbuka puasa) pada bulan ramadhan disebut pula dengan sedekah. Lafadh sedekah menurut syara' dipergunakan untuk zakat yang diwajibkan, sebagaimana terdapat pada berbagai tempat dalam qur'an dan sunnah. Dipergunakan pula sedekah itu untuk zakat fitrah, seolah-olah sedekah dari fitrah atau asal kejadian, sehingga wajibnya zakat fitrah untuk mensucikan diri dan membersihkan perbuatannya.[10]
Zakat fitrah diwajibkan pada kedua tahun hijrah, yaitu tahun diwajibkannya puasa bulan ramadhan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk memberi makanan pada orang-orang miskin dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada hari raya.[11]
Zakat fitrah itu wajib dikeluarkan setelah terbenamnya matahari pada hariyang penghabisan dari bulan Ramadhan. Adapun yang terbaik sekali adalah mengeluarkan sesudah selesainya shalat fardhu (yaitu sholat subuh) dan sebelum shalat hari raya dikerjakan, selanjutnya haramlah mengakhirkan pengeluaran zakat fitrah itu sampai pada waktu sesudah shalat hari raya selesai dilaksanakan.[12]
b)      Zakat Maal (harta)
Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. Menurut syar'a, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim).
Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:
1)      Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai 
2)      Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.[13]
Sedangkan Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati ada beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Milik Penuh (Almilkuttam)
2)      Berkembang
3)      Cukup Nishab
4)      Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)
5)      Bebas Dari hutang
6)      Berlalu Satu Tahun (Al-Haul).[14]

B.     HARTA YANG WAJIB DIZAKATI
Ada beberapa harta yang wajib dizakati oleh orang Muslim diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Binatang ternak
2.      Emas dan perak
3.      Biji makanan yang mengenyangkan
4.      Buah-buahan
5.      Harta perniagaan.[15]
C.    PENGELOLAAN ZAKAT
1.      Pengertian pengelolaan zakat
Pengeloaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat (pasal 1 angka 1 undang-undang). Sedangkan pengertian zakat menurut undang-undang diatas adalah harta harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama diberikan kepada yang berhak menerimanya.[16]
Jadi, dalam pengelolaan zakat dapat dipikirkan cara-cara pelaksanaannya dengan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tujuan zakat ialah meningkatkan taraf hidup anggota masyarakat yang lemah ekonomi dan mempercepat kemajuan agama Islam menuju tercapainya masyarakat yang adil, maju dan makmur diridhoi oleh Allah SWT.
Apabila tidak mencukupi dana yang dikumpulkan melalui zakat (2,5 kg) maka Islam memberikan pemungutan tambahan terhadap harta kekayaan masyarakat. Seperti yang ditegaskan oleh hadits Nabi Muhammad
D.    إنَّ فىِ المَالِ حَقًّاسِوَى الزَّكَاةِ.
Artinya : Sesungguhnya didalam harta kekayaan itu ada selain zakat.
Pada intinya, Islam membukakan pintu kesejahteraan pemerataan ekonomi menuju ke masyarakat yang adil dan makmur. Disini selain harta kekayaan disalurkan untuk zakat, harta itu bisa disalurkan misalnya lewat shadaqah dan infaq.
2.      Asas Pengelolaan
Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (pasal 4 undang-undang).

3.      Tujuan pengelolaan zakat
Ada beberapa tujuan dari pengelolaan zakat diantaranya adalah sebagai berikut:
a)      Meningkatkan pelayanan dalam menunaikan zakat, sesuai dengan tuntutan zaman.
b)      Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
c)      Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat (pasal 5 undang-undang).

E.     MUSTAHIQ ZAKAT
Ada delapan golongan yang berhak menerima zaskat (mustahiq zakat) diantaranya adalah sebagai berikut:
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah: 60).[17]
Ayat diatas menunjukan dengan jelas menggunakan kata innama, ini menunjukan bahwa zakat hanya diberikan untuk delapan golongan saja, tidak untuk yang lainnya. Adapun delapan golongan tersebut sebagai berikut:
1.      Fakir
Terdapat perbedaan interpretasi ulama fiqih dalam mendefinisikan orang fakir (al-faqr, jamaknya al-fuqara). Imam abu Hanifah berpendapat orang fakir adalah orang yang tidak memiliki penghasilan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun menurut jumhur ulama fakir adalah orang-orang yang tidak mempunyai harta atau penghasilan layak untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, tempat tinggal, dan segala keperluan pokok lainnya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.
2.      Miskin
Dalam mendefinisikan orang miskin (al-miskin, jamaknya al-masakin)pun, kedua golongan ulama diatas berbeda pendapat. Menurut Imam Abu Hanifah, orang miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan tetap tetapi tiddak dapat mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Jumhur ulama mengatakan bahwa orang miskin adalah orang yang mempunya harta atau penghasilan layak untuk memenuhi kebutuhan diri dan tanggungannya, tetapi penghasilan tersebut tidak mencukupi.
3.      Amil zakat
Yaitu orang-orang yang bertugas mengambil zakat dari para muzakki dan mendistribusikan kepada para mustahiq.
4.      Mu’allaf
Mu’allaf adalah orang-orang yang sedang dilunakkan hatinya untuk memeluk Islam, atau untuk menguatkan Islamnya, atau untuk mencegah keburukan sikapnya terhadap kaum muslimin, atau mengharapkan dukungannya terhadap kaum muslimin.
5.      Memerdekakan Budak
Zakat dapat juga digunakan untuk membebaskan orang-orang yang sedang menjadi budak, yaitu dengan:
a)      Membantu para budak mukatab, yaitu budak yang sedang menyicil pembayaran sejumlah tertentu untuk pembebasan dirinya dari majikannya agar dapat hidup merdeka.
b)      Atau dengan membeli budak kemudian dimerdekakannya.
6.      Orang-orang yang berutang (Al-Gharim)
Al-Gharim adalah orang yang berhutang dan tidak mampu membayarnya. Ada dua macam jenis gharim, yaitu untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu orang yang berhutang untuk menutup kebutuhan primer pribadi dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, seperti rumah, makan, pernikahan, perabotan. Atau orang yang terkena musibah sehingga kehilangan hartanya, dan memaksanya untuk berhutang.

7.      Sabilillah
Menurut empat madzhab, mereka bersepakat bahwa jihad termasuk ke dalam makna fi sabilillah, dan zakat diberikan kepadanya sebagai personil mujahidin. Sedangkan pembagian zakat kepada selain keperluan zakat, madzhab Hannafi tidak sependapat dengan madzhab lainnya, sebagaimana mereka telah bersepakat untuk tidak memperbolehkan penyaluran zakat kepada proyek kebaikan umum lainnya seperti majid, madrasah, dan lain-lain.
8.      Ibnu Sabil
Menurut jumhur ulama, ibnu sabil adalah musafir yang melakukan suatu perjalanan bukan untuk maksiat dan dalam perjalanan itu mereka kehabisan bekal. Yusuf al-Qardawi, setelah mendiskusikan beberapa ayat, mengatakan bahwa Al-qur’an meneyebutkan yang disebut “perjalanan” yang disuruh dan dirangsang oleh Allah SWT itu adalah:
a)      Orang-orang yang melakukan perjalanan untuk mencari rezeki
b)      Para penuntut ilmu
c)      Berjihad/perang dijalan Allah SWT
d)     Melaksanakan haji ke Baitullah.
Oleh sebab itu, Yusuf al-Qardawi berpendapat bahwa ibnu sabil dalam kaitannya dengan zakat adalah seluruh bentuk perjalanan yang dilakukan untuk kemaslahatan umum yang manfaatnya kembali pada agama Islam atau masyarakat Islam. 



BAB III
KESIMPULAN


Berdasarkan pembahasan makalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Secara etimologi, zakat memiliki arti berkembang, bertambah, banyak dan dan berkah. Maka daripada itu, dikatakan tumbuhan telah berzakats apabila tumbuhan tersebut telah bertambah besar, nafkah itu telah berzakat apabila nafkah tersebut telah diberkahi dan si fulan itu bersifat zakat apabila ia memiliki banyak kebaikan. Shadaqah dinamakan pula zakat, karena shodaqah merupakan penyebab berkembangnya dan diberkahinya harta.
Akan tetapi, istilah ini kemudian ditegaskan, bila merujuk pada zakat maka dinamakan shadaqah wajib, sedangkan untuk selain zakat maka dinamakan shadaqah atau sedekah. Zakat ada dua macam diantaranya yaitu zakat fitrah (jiwa) dan zakat maal (harta).



DAFTAR PUSTAKA



Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Kathoda, 2005).

El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap: Segala Hal Tentang Kewajiban Zakat dan Cara Membaginya, (Jakarta: Diva Press: 2013).

El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap: Segala Hal Tentang Kewajiban Zakat dan Cara Membaginya, (Jakarta: Diva Press: 2013).

Moch. Abdai Rathomy, Permulaan Fiqih, (Surabaya: Penerbit Imam, tt).

Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010).

Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000).

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset, 1994).

Suparman Usman, Hukum Islam: Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002).








[1] El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap: Segala Hal Tentang Kewajiban Zakat dan Cara Membaginya, (Jakarta: Diva Press: 2013), hal. 139.
[2] Ibid, hal. 139.
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset, 1994), hal. 192.
[4] Ibid, hal. 192.
[5] Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), hal.293.
[6] Ibid, hal. 293.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Kathoda, 2005), hal. 117.
[8] Ibid, hal. 273.
[9] Ibid, hal. 264.
[10] Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 32.
[11] Ibid, hal. 32.
[12] Moch. Abdai Rathomy, Permulaan Fiqih, (Surabaya: Penerbit Imam, tt), hal. 80.
[13] El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap: Segala Hal Tentang Kewajiban Zakat dan Cara Membaginya, (Jakarta: Diva Press: 2013), hal. 139.
[14] Ibid, hal. 150.
[15] Sulaiman Rasjid, Opcit, hal.193-197.
[16] Suparman Usman, Hukum Islam: Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), Cet. II, hal. 164.
[17] Ibid, hal. 264.

4 komentar:

Invocellular said... 18 October 2015 at 03:13

Kok arab nya gk muncul ys

Invocellular said... 18 October 2015 at 03:16

Kok arab nya gk muncul ys

Unknown said... 15 December 2015 at 05:27

itu d bkin manual j mbk, pke quran in word aplikasinya yar bisa kliatan arabnya

Unknown said... 15 December 2015 at 05:28

itu d bkin manual j mbk, pke quran in word aplikasinya yar bisa kliatan arabnya

 
Top