BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Indonesia adalah Negara
dengan keragaman budaya dan suku bangsa. Dayak merupakan salah satu dari
ribuan suku yang terdapat di Indonesia. Dayak ini dikenal sebagai salah satu
suku asli di Kalimantan. Mereka merupakan salah satu penduduk mayoritas di
provinsi tersebut. Kata Dayak dalam bahasa lokal Kalimantan berarti orang yang
tinggal di hulu sungai. Hal ini mengacu kepada tempat tinggal mereka yang
berada di hulu sungai-sungai besar.
Agak berbeda dengan
kebudayaan Indonesia lainnya yang pada umumnya bermula di daerah pantai,
masyarakat suku Dayak menjalani sebagian besar hidupnya di sekitar daerah
aliran sungai pedalaman Kalimantan.
Dalam
pikiran orang awam, suku Dayak hanya ada satu jenis. Padahal sebenarnya mereka
terbagi ke dalam banyak sub-sub suku. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
terpencarnya masyarakat Dayak menjadi kelompok-kelompok kecil dengan pengaruh
masuknya kebudayaan luar. Setiap sub suku memiliki budaya unik dan memberi ciri
khusus pada setiap komunitasnya.
B.
IDENTIFIKASI
MASALAH
Dari latar belakang
tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Darimana
asal mula suku Dayak?
2. Apa
budaya, adat dan kesenian suku dayak itu?
3. Bagaimana
bentuk Rumah adat suku dayak?
4. Apa saja makanan khas suku dayak?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
dari pnulisan ini adalah agar pembaca mengetahui:
1. Asal
mula dan sejarah
2. Budaya, adat dan kesenian
3. Rumah adat
4. Makanan khas suku dayak.
BAB
II
PEMBAHASAN
SUKU DAYAK
A.
ASAL USUL SUKU DAYAK
Dayak merupakan sebutan bagi
penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan terbagi berdasarkan wilayah
Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing terdiri dari: Kalimantan
Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin,
Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya
Pontianak.
Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi
dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan,
1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat
dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan
adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini
disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di
tiap-tiap pemukiman mereka. Etnis Dayak
Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum
Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub
suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang
membawa pengaruh dari luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin
jauh ke pedalaman dan perbukitan di seluruh daerah Kalimantan.
Mereka menyebut dirinya dengan
kelompok yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama sungai, nama pahlawan,
nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan (dalam
bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga menurut sumber yang lainnya
bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal
dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak,
Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang disegani (Manok
Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama
anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan
kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal
dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk,
Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar belakang
sejarah sendiri-sendiri.
Namun ada juga suku Dayak yang tidak
mengetahui lagi asal usul nama sukunya. Nama "Dayak" atau "Daya"
adalah nama eksonim (nama yang bukan diberikan oleh mayarakat itu sendiri) dan
bukan nama endonim (nama yang diberikan oleh masyarakat itu sendiri). Kata
Dayak berasal dari kata Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat
yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan
Barat khususnya, (walaupun kini banyak masyarakat Dayak yang telah bermukim di
kota kabupaten dan propinsi) yang mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya
dan masih memegang teguh tradisinya.
Kalimantan Tengah mempunyai problem
etnisitas yang sangat berbeda di banding Kalimantan Barat. Mayoritas ethnis
yang mendiami Kalimantan Tengah adalah ethnis Dayak, yang terbesar suku Dayak
Ngaju, Ot Danum, Maanyan, Dusun, dsb. Sedangkan agama yang mereka anut sangat
variatif. Dayak yang beragama Islam di Kalimantan Tengah, tetap mempertahankan
ethnisnya Dayak, demikian juga bagi Dayak yang masuk agama Kristen. Agama asli
suku Dayak di Kalimantan Tengah adalah Kaharingan, yang merupakan agama asli
yang lahir dari budaya setempat sebelum bangsa Indonesia mengenal agama pertama
yakni Hindu. Karena Hindu telah meyebar luas di dunia terutama Indonesia dan
lebih dikenal luas, jika dibandingkan dengan agama suku Dayak, maka Agama
Kaharingan dikategorikan ke cabang agama Hindu.
Propinsi Kalimantan Barat mempunyai
keunikan tersendiri terhadap proses alkurturasi cultural atau perpindahan suatu
culture religius bagi masyarakat setempat. Dalam hal ini proses tersebut sangat
berkaitan erat dengan dua suku terbesar di Kalimantan Barat yaitu Dayak,Melayu
dan Tiongkok. Pada mulanya Bangsa Dayak mendiami pesisir Kalimantan Barat,
hidup dengan tradisi dan budayanya masing-masing, kemudian datanglah pedagang
dari gujarab beragama Islam (Arab Melayu) dengan tujuan jual-beli barang-barang
dari dan kepada masyarakat Dayak, kemudian karena seringnya mereka
berinteraksi, bolak-balik mengambil dan mengantar barang-barang dagangan dari
dan ke Selat Malaka (merupakan sentral dagang di masa lalu), menyebabkan mereka
berkeinginan menetap di daerah baru yang mempunyai potensi dagang yang besar
bagi keuntungan mereka.
Hal ini menjadi daya tarik
tersendiri bagi masyarakat Dayak ketika bersentuhan dengan pendatang yang
membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses
transaksi jual beli barang kebutuhan, dan interaksi cultural, menyebabkan
pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, di kunjungi masyarakat lokal (Dayak)
dan pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka. Di masa itu system religi
masyarakat Dayak mulai terpengaruh dan dipengaruhi oleh para pedagang Melayu
yang telah mengenal pengetahuan, pendidikan dan agama Islam dari luar
Kalimantan. Karena hubungan yang harmonis terjalin baik, maka masyarakat lokal
atau Dayak, ada yang menaruh simpati kepada pedagang Gujarat tersebut yang
lambat laun terpengaruh, maka agama Islam diterima dan dikenal pada tahun 1550
M di Kerajaan Tanjung Pura pada penerintahan Giri Kusuma yang merupakan kerajan
melayu dan lambat laun mulai menyebar di Kalimantan Barat.
Masyarakat Dayak masih memegang
teguh kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu
ada penguasanya, yang mereka sebut: Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa dan
lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai
penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya: Puyang Gana (
Dayak mualang) adalah penguasa tanah , Raja Juata (penguasa Air), Kama”Baba
(penguasa Darat),Jobata,Apet Kuyan'gh (Dayak Mali) dan lain-lain. Bagi mereka yang
masih memegang teguh kepercayaan dinamisme nya dan budaya aslinya nya, mereka
memisahkan diri masuk semakin jauh kepedalaman.
Adapun segelintir masyarakat Dayak
yang telah masuk agama Islam oleh karena perkawinan lebih banyak meniru gaya
hidup pendatang yang dianggap telah mempunyai peradaban maju karena banyak
berhubungan dengan dunia luar. (Dan sesuai perkembangannya maka masuklah para
misionaris dan misi kristiani/nasrani ke pedalaman). Pada umumnya masyarakat
Dayak yang pindah agama Islam di Kalimantan Barat dianggap oleh suku dayak sama
dengan suku melayu. Suku Dayak yang masih asli (memegang teguh kepercayaan
nenek moyang) di masa lalu, hingga mereka berusaha menguatkan perbedaan, suku
dayak yang masuk Islam(karena Perkawinan dengan suku Melayu) memperlihatkan
diri sebagai suku melayu.banyak yang lupa akan identitas sebagai suku dayak
mulai dari agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat istiadatnya.
Setelah penduduk pendatang di pesisir berasimilasi dengan suku Dayak yang
pindah(lewat perkawinan dengan suku melayu) ke Agama Islam,agama islam lebih
identik dengan suku melayu dan agama kristiani atau kepercayaan dinamisme lebih
identik dengan suku Dayak.sejalan terjadinya urbanisasi ke kalimantan,
menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, karena semakin banyak di
kunjungi pendatang baik local maupun nusantara lainnya.
Untuk mengatur daerah tersebut maka
tokoh orang melayu yang di percayakan masyarakat setempat diangkat menjadi
pemimpin atau diberi gelar Penembahan (istilah yang dibawa pendatang untuk
menyebut raja kecil ) penembahan ini hidup mandiri dalam suatu wilayah
kekuasaannya berdasarkan komposisi agama yang dianut sekitar pusat
pemerintahannya, dan cenderung mempertahankan wilayah tersebut. Namun ada
kalanya penembahan tersebut menyatakan tunduk terhadap kerajaan dari daerah
asalnya, demi keamanan ataupun perluasan kekuasaan.
Masyarakat Dayak yang pindah ke
agama Islam ataupun yang telah menikah dengan pendatang Melayu disebut dengan
Senganan, atau masuk senganan/masuk Laut, dan kini mereka mengklaim dirinya
dengan sebutan Melayu.
B. BUDAYA,
ADAT DAN KESENIAN
1.
Budaya
1)
Dunia
Supranatural
Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman
dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang
luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada
kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak
di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan
banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku
Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di
temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh
yang di cari pasti akan ditemukan.
Mangkok merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok
merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar.
“Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan
isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke
kampung secara cepat sekali.
Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa
panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan
supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu
bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.
2)
Budaya Telinga Panjang
Anting tradisional model gasing khas DayakDimasa sekarang
Budaya unik masyarakat Dayak yang satu ini hanya dapat disaksikan pada warga
Dayak Stanmenras / rumpun Apokayan (Kenyah, Kayan dan Bahau) serta sedikit
warga Dayak Iban dan Dayak Punan saja, sementara pada masyarakat Dayak Lainnya
sudah tidak ditemukan. Apakah Masyarakat Dayak lain tidak punya budaya ini?
Sejujurnya hampir semua sub etnis Dayak dimasa lampau punya tradisi ini hanya
saja sudah lama di tinggalkan. Kebanyakan tradisi ini ditinggalkan sejak
kedatangan orang luar ke kalimantan, yaitu sejak datangnya para pelaut India
dan arab serta China atau etnis Indonesia lainnya ke kalimantan, dengan alasan
merasa malu. namun tidak sedikit yang meninggalkan budaya ini di masa awal
penjajahan Belanda hingga dimasa penjajahan Jepang.
Pada masyarakat Dayak Kendayan yang berdialek Banyadu
misalnya, dari cerita orang tua di kampung Tititareng kecamatan Menyuke darit
disebutkan bahwa dimasa penjajahan Jepang masih terdapat seorang nenek yang
mempertahankan Telinga panjangnya. Sepeninggalan Nenek tersebut maka
berakhirlah masa budaya telinga panjang pada masyarakat Dayak Banyadu.
3)
Budaya Tatto
Motif bunga terong, motif tato para panglima Dayak.Tatto
pada masyarakat Dayak dimasa lampau merupakan simbol fisik yang secara langsung
memperlihatkan strata seseorang dalam masyarakat. Baik kaum pria maupun kaum
wanita sama-sama mempunyai tatto. Sementara motif-motif gambar tatto juga
disesuaikan dengan strata sosial yang berlaku di masyarakat. Gambar tatto
antara orang biasa berbeda dengan orang-orang penting seperti para temenggung,
para Baliatn, para Demang dan para Panglima perang. Dimasa kini budaya ini
sepertinya juga sudah banyak ditinggalkan, dengan berbagai alasan, meski cukup
banyak juga generasi Dayak yang sadar untuk terus mengembangkannya.
4)
Kayau
Kata Kayau bermakna sebagai kegiatan perburuan kepala tokoh-tokoh
masyarakat yang menjadi musuh, dimana kepala hasil buruan tersebut akan digunakan
dalam ritual Notokng (Istilah Dayak Kendayan). Jadi pada dasarnya yang dimaksud
dengan Kayau bukanlah perang antar suku seperti perang dalam
kerusuhan-kerusuhan yang pernah terjadi di Kalimantan beberapa waktu yang lalu,
yang korbannya tidak pandang bulu apakah seorang biasa atau seorang yang
berpengaruh pada kelompok musuh. Kayau tidak sembarangan di lakukan, demikian
juga tokoh-tokoh musuh yang di incar, semua dipertimbangkan dengan penuh
seksama. Sementara itu, jumlah pasukan Kayau yang akan bertugas di medan
minimal tujuh orang.
2.
Adat
Suku dayak mempunyai beberapa jenis upacara adat
seperti dibawah ini:
-
Upacara Manyanggar
Upacara adat Suku Dayak ini merupakan ritual yang
dilaksanakan dengan tujuan agar terjadi harmonisasi antara kehidupan yang nyata
dan kehidupan di alam gaib. Orang Suku Dayak percaya bila di alam ini bukan
hanya manusia saja yang mendiaminya. Namun ada juga kehidupan lain yang tidak
kasat mata.
-
Upacara Kenyau
Ini merupakan jenis upacara tradisi sebagai bentuk
penghormatan bagi anggota keluarga atau orang tua yang meninggal. Dalam upacara
ini sering dilakukan penyembelihan binatang yang ditujukan untuk arwah orang
yang telah meninggalkan mereka menuju alam kehidupan yang lain.
-
Upacara Tiwah
Ini upacara tradisional yang berhubungan dengan
orang yang sudah meninggal juga. Yaitu mengantar tulang belulang kerangka
orang mati menuju suatu rumah ukuran kecil yang memang sengaja dibuat khusus
untuk menyimpan tulang orang meninggal. Nama rumah ini dinamakan Sandung.
Upacara ini juga termasuk punya nilai religi yang tinggi, karena banyak doa dan
puja puji yang dipanjatkan.
3.
Kesenian
Bentuk kesenian suku Dayak tidak bisa dilepaskan dari sejarah sosiologisnya.
Berawal dari masyarakat primitif yang menganut animisme-dinamisme, kebudayaan
suku ini berakulturasi dengan kebudayaan kaum pendatang seperti Jawa dan
Tionghoa. Agama yang dianggap lahir dari budaya
setempat adalah Kaharingan. Pengaruh kuat agama Hindu dalam proses akulturasi
ini menyebabkan Kaharingan dikategorikan ke dalam cabang agama tersebut. Dalam
perkembangan berikutnya, ada akulturasi budaya Islam pengaruh Kesultanan Banjar
di pusat kebudayaan suku Dayak.
Meskipun begitu, sebagian masyarakat Dayak tergolong
teguh memegang kepercayaan dinamismenya. Untuk kelompok ini, sebagian besar
memutuskan untuk memisahkan diri dan masuk semakin jauh ke pedalaman.
Kebudayaan suku Dayak yang khas membentuk estetika
yang tercermin dalam budaya dan keseniannya, meliputi seni tari, seni musik,
seni drama, seni rupa, dan sebagainya.
C. RUMAH ADAT
Setiap daerah di Indonesia memiliki
ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda, mulai dari rumah adat, tarian, alat
musik pakaian dan lain-lain. Sebagai contoh adalah Rumah Betang, rumah
adat suku dayak di provinsi Kalimantan. Rumah
Betang atau Rumah Panjang merupakan rumah panggung yang dibangun dengan tinggi tiang
sekitar 2 meter. Rumah ini dihuni oleh belasan rumah tangga yang terdiri dari
100-150 orang dan setiap ruangan didalam rumah dibatasi oleh sekat-sekat.
Pada halaman rumah betang terdapat sapundu, yaitu sebuah patung
berbentuk manusia dan berfungsi sebagai tempat untuk mengikat hewan yang akan
dikurbankan pada acara ritual upacara adat. Selain itu pada beberapa halaman
rumah betang juga memiliki Patahu yang berfungsi sebagai tempat untuk
pemujaan. Sementara di bagian belakang rumah terdapat gudang yang
dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan senjata tradisional (bawong)
yang disebut tukau
Suku terbesar di Indonesia yaitu
suku Dayak, suku yang menempati pulau terbesar di Indonesia ini. Suku Asli pulau Kalimantan ini
mempunyai adat dan budaya kental dan khas dan cukup terkenal di dunia. Salah satu budaya suku dayak bisa
kita lihat dari karya seni mulai ukiran sampai motif dayak, nah kali ini kita
membahas tentang arsitektur bangunan Rumah Betang. Rumah Betang adalah rumah adat khas
Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan. Suku Dayak hidupnya berkelompok,
membentuk koloni dari anggota keluarga mereka. Dengan gaya hidup berkelompok
tersebut sangat mempengaruhi bentuk dan besar dari rumah mereka.
D. MAKANAN
KHAS
Dange Cake
Indonesia memiliki berbagai macam
jenis makanan. Dari gorengan, sup, dan lain-lain, disetiap daerah di indonesia
pasti memiliki berbagai macam makanan unik. Kali ini akan membahas makanan khas
suku dayak dari kalimantan barat. Makanan kali ini adalah makanan yang
sering digunakan pada pesta maupun acara adat.
-
Lemang/pulut (po'e)
Adalah makanan khas dari orang kalimantan barat. Meskipun
juga banyak dijumpai makanan serupa diwilayah lain, malaysia juga mempunyai
makanan khas lemang.
-
Kue lepet.
Kue lepet adalah kue yang di lipat dengan daun pisang lalu
di kukus. Lepet sebenar nya bahasa dayak yang berarti dilipat.
-
Tampi
Kue tampi adalah kue yang tidak ada rasa tetapi wajib hadir ketika ada upacara
adat. Ukuran nya kecil-kecil bahan membuatnya adalah tepung beras yang di
goreng.
-
Kue dange
Kue yang terbuat dari parutan kelapa, tepung dan gula. Lalu
di panggang di pemanggang khusus kue dange. Biasanya kue ini ada di saat pesta
maupun biasanya dijual sebagai camilan.
DAFTAR
PUSTAKA
Koentjaraningrat.
(2004). Manusia dan Kebudayaan di
Indonesia. Jakarta: Djambatan.