BAB I
PENDAHULUAN


Ada berbagai rumusan yang dikemukakan orang dalam upaya menjawab pertanyaan dengan melihat pendidikan dari salah satu aspek kehidupan tertentu atau kacamata disiplin keilmuan tertentu. Misalnya pandangan sosiologik melihat pendidikan dari aspek sosial antara lain mengartikan bahwa “Pendidikan adalah sebagai usaha mentransformasikan pengetahuan dari generasi ke generasi” (Ishak, 2005:27). Pandangan lain di lihat dari aspek budaya menyebutkan bahwa pedidikan itu adalah sebagai usaha pemindahan pengetahuan dan nilai – nilai kepada generasi berikutnya.
Sedangkan pandangan Psikologik melihat pendidikan dari aspek tingkah laku individu, antara lain mengartikan pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secara optimal. Pandangan dari sudut ekonomi antara lain melihat bahwa pendidikan itu adalah sebagai usaha penanaman modal insan (Human Investmen), dan yang terakhir dilihat dari sudut pandang politik antara lain melihatnya sebagai pembinaan usaha kader bangsa.

BAB II
PEMBAHASAN
PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


A.   PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Belajar Merupakan Tindakan dan Perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa adalah keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang akan dijadikan bahan belajar.
Belajar adalah proses mencari, memahami, menganalisis suatu keadaan sehingga terjadi perubahan perilaku, dan perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar jika disebabkan oleh karena pertumbuhan atau keadaan sementara. (Syaifuddin Iskandar : 2008 : 1).
Sedangkan  pembelajaran/ instruksional adalah usaha mengorganisasikan lingkungan belajar sehingga memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan berbagai media dan sumber belajar tertentu yang akan mendukung pembelajaran itu nantinya.
B.    PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Ada banyak sekali teorti dan prinsip belajar yang dikemukakan olehh para ahli yang satu dengan yang  lain memiliki persamaan dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan cara mengajarnya. Adapun prinsip-prinsip Belajar dan Pembelajaran yaitu :
1.      Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajr pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Barliner, 1984 : 335). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Barliner, 1984 : 372).  
Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampian.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebaginya. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan Motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya, sebagai contoh, siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.

2.      Keaktifan
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan. Thorndike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “Law of exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam, mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai pada kegiatan psikis yang susah untuk kita amati. Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan maslaah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.

3.      Keterlibatan Langsung / Berpengalaman
Dalam Belajar yang menggunakan pengalaman langsung, siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia juga harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh Jhon Dewey dengan “Learning by doing”. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru kapasitasnya hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan sebagai keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.

4.      Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan barang kali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya pengamat, menanggap, mengingat, menghayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan mengadakan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.

5.      Tantangan
Dari teori Medan yang dikemukakan oleh Kurt Lwewin, bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan tersebut dengan mempelajari bahan belajar tersebut.apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan yang baru pula, demikian seterusnya.  Agar anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi oleh siswa dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung maslaah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan konsep-konsep dan generalisasi tersebut.
Penggunaan metode eksperimen, inquiry, discovery juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.

6.      Umpan Balik dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan umpan bailk dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditionong dari B.F. Skinner. Kalau pada teori Conditionong yang diberikan kondisi adalah stimulusnya, maka pada Operant Conditioning yang diperkuat adalah responsnya. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan umpan balik  yang menyenangkan dan berpengaruh baik untuk usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut B.F. Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif ataupun negatif dapat memperkuat belajar (Gage dan Barliner, 1984:272).Sebagai contoh siswa yang belajar dengan sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan, maka nilai yang baik akan mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi.
Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Karena takut tidak naik kelas, maka anak tersebut terdorong untuk belajar lebih giat lagi. Dalam hal ini nilai buruk dan rasa takut akan mendorong anak tersebut untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut dengan penguatan negatif dan di sini siswa mencoba untuk menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Format sajian dapat berupa tagnya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar terjadinya umpan balik dan penguatan.

7.      Perbedaan Individual
Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individu. Umumnya proses pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan yang rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran yang klasikal yang mengabaikan perbedaan individu dapat diperbaiki dengan berbagai cara. Antara lain dengan penggunaan metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi sehingga perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan membantu melayani perbedaan-perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang. Disamping itu dalam memberikan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa, sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil dalam di dalam pembelajaran.

BAB III
KESIMPULAN


Dari pemaparan diatas, kami dapat menarik kesimpulan Bahwa Belajar Merupakan Tindakan dan Perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar ini tentu tidak boleh sembarangan.  Proses Mengajar harus dijalankan sesuai dengan prinsip yang ada sehingga dapat menciptakan suasana kelas yang di nginkan bersama
Dalam melaksanakan Proses Belajar dan Mengajar di kelas, sebaiknya sebagai calon pendidik, kita harus bisa menjelaskan prinsip belajar, menerapkannya dalam upaya meningkatkan kualitas kita sebagai calon pendidik dan juga menciptakan suasana yang akan menjadikan siswa lebih nyaman dalam menerima bahan ajar yang akan kita berikan nantinya.

DAFTAR PUSTAKA


Dimyanti, & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Syaifuddin Iskandar, Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran. Universitas Samawa, 2008


0 komentar:

 
Top