BAB I
PENDAHULUAN
Hakekat
dari belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang baik afektif, kognitif
maupun psikomotorik. P0erubahan ini akan terjadi melalui berbagai proses secara
kontinyyu, yang menjadi permasalahan bagaimana strategi pembelajaran afektif
itu dapat diarahkan guna mencapai tujuan pendidikan, karena pembelajaran
afektif berhubungan sekali dengan valve (Nilai) yang sulit di ukur, karena
menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, berada dalam fikiran
seseorang, yang sifatnya tersembunyi.
Nilai
berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak
layak, indah dan tidak indah. Pandangan tentang semua itu hanya dapat diketahui
dengan melihat sikap dan perilaku seseorang.
BAB II
PEMBAHASAN
STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
A. PENGERTIAN
STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
Strategi
pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai
pendidikan kognitif saja, akan tetai juga bertujuan untuk mencapai dimensi
lainya. Yaitu sikap dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang
sulit di ukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam,
afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang diakibatkan dari proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
B. HAKIKAT
PENDIDIKAN NILAI DAN SIKAP
Sikap
(afektif) erat kaitanya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang, sikap
merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap
pada dasarnya adalah pendidikan nilai. Nilai, adalah suatu konsep yang berada
dalam pikiran manusia yang sifat-sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia
yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan
buruk, layak dan tidak layak, pandangan seseorang tentang semua itu, nilai pada
dasarnya adalah setandar perilaku seseorang.
Dengan
demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman perilaku kepada
peserta didik yang diharapkan kepada siswa dapat berperilaku sesuai dengan
pandangan yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku.
1.
Normativist : Kepatuhan yang terdapat pada
norma-norma hukum.
2.
Integralist : Kepatuhan yang didasarkan pada
kesadaran dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
3.
Fenomalist : Kepatuhan berdasarkan suara hati
atau sekedar basa-basi.
4.
Hedonist : Kepatuhan berdasarkan diri
sendiri.
Nilai
bagi seseorang tidaklah statis akan tetapi selalu berubah, setiap orang akan
selalu menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu.
Oleh sebab itu, sisytem nilai yang dimiliki seseorang bisa di bina dan di arahkan.
Komitmen seseorangterhadap suatu nilai tertentu terjadi melalui pembentukan
sikap, yakni kecenderungan seseorang terhadap suatu objek, misalnya jika
seseorang berhadapan dengan sesuatu objek, dia akan menunjukan gejala senang
atau tidak senang, suka atau tidak suka.
C. PROSES
PEMBENTUKAN SIKAP
1.
Pola pembiasaan
Dalam proses pembelajaran
di sekolah, baik secara di sadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap
tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan, misalnya sikap siswa yang
setiap kali menerima perilaku yang tidak menyenangkan dari guru, satu contoh
mengejek atau menyinggung perasaan anak. Maka lama kelamaan akan timbul
perasaan benci dari anak yang pada akhirnya dia juga akan membenci pada guru
dan mata pelajarannya.
2.
Modeling.
Pembelajaran sikap dapat
juga dilakukan melalui proses modeling yaitu pembentukan sikap melalui proses
asimilasi atau proses pencontoaan. Salah satu karakteristik anak didik yang
sedang berkembang adalah keinginan untuk melakukan peniruan (imitasi). Hal yang
di tiru itu adalah perilaku-perilaku yang di peragakan atau di demontrasikan
oleh orang yang menjadi idman. Modering adalah proses peniruan anak terhadap
orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang di hormatinya. Pemodelan
biasanya di nilai dari perasaan kagum.
D. MODEL
STRATEGI PEMBELAJARAN SIKAP
Setiap
strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang
mengandung konflik atau situasi problematic, melalui situasi ini diharapkan
siswa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang di anggapnya baik.
1.
Model Konsiderasi
Model konsiderasi di
kembangkan oleh Mc Paul, seorang humanis, paul menganggap bahwa pembentukan
moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional. Menurutnya
pembentukan atau pembelajaran moral siswa adalah pembentukan kepribadian bukan
pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi
pembelajaran yang dapat membentuk keperibadian, tujuannya adalah agar siswa
menjadi manusia yang memiliki keperibadian terhadap orang lain.
2.
Model Pengembangan
Kognitif
Model ini banyak diilhami
oleh pemikiran John dewey dan Jean Piage yang berpendapat bahwa perkembangan
manusia menjadi sebagai proses darirestrukturisasi kognitif yang berlangsung
serta berangsur-angsur menurut aturan tertentu.
3.
Tehnik
Mengklarifikasikan Nilai
Tehnik volume clarification
technic Que atau VCT dapat di tarik sebagai tehnik pengajaran untuk membentuk
siswa dalam menerima dan menentukan suatu nilai yang di anggapnya baik dalam
menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan
tertanam dalam diri siswa. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang
membangun nilai menurut anggapanya baik, yang pada akhirnya nilai-nilai
tersebut akan mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
E. AFEKTIF
SEBUAH STRATEGI PEMBELAJARAN TERAPAN
Pembelajaran
Afektif banyak yang beranggapan bukan untuk diajarkan, seperti pelajaran
biologi, fisika ataupun matematika. Pembelajaran afektif merupakan pembelajaran
bagaimana sikap itu terbentuk setelah siswa atau manusia itu memperoleh
pembelajaran. Oleh karena itu yang pas untuk afektif bukanlah pengajaran,
melainkan pendidikan. Strategi pembelajaran yang akan kita bahas ini diarahkan
untuk mencapai tujuan pendidikan yang bukan hanya dimensi kognitif tetapi juga
menyangkut dimensi lainnya yakni sikap dan keterampilan, melalui proses
pembelajaran yang menekankan kepada aktifitas siswa sebagai subjek belajar.
Afektif berhubungan sekali dengan nilai (value), yang sulit diukur karena
menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam.
Dalam
batas tertentu, memang Afektif dapat muncul dalam kejadian berhavioral, akan
tetapi penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus,
dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan, apalagi menilai perubahan sikap
sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru disekolah. Kita
tidak serta merta menilai sikap anak itu baik. Sebagai contoh melihat kebiasaan
berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh
kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
Nilai
adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya
tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan
pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak layak indah dan
tidak indah dan sebagainya. Pandangan seseorang tentang semua itu tidak bisa
diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan.
Oleh karena itu, nilai pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang menentukan
atau kriteria seseorang mengenai baik dan buruk, layak dan tidak layak dan
sebagainya. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya merupakan proses
penanaman niali kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat
berprilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan
dengan norma-norma yang berlaku.
Ada
empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap niali tertentu
yang dikemukakan oleh Douglas Graham (Gulo, 2002) yaitu :
1.
Normativist
Biasanya kepatuhan pada
norma-norma hukum, kepatuhan pada nilai atau norma itu sendiri ; kepatuhan pada
proses tanpa memperdulikan normanya sendiri ; kepatuhan pada haslinya atau
tujuan yang diharapkan dari peraturan itu.
2.
Integralist
Yaitu kepatuhan yang
didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional
3.
Fenomenalist
Yaitu kepatuhan berdasarkan
suara hati atau sekedar basa-basi.
4. Hedonist
Yaitu kepatuhan berdasarkan
kepentingan diri sendiri.
Dari
keempat faktor diatas, maka terdapat lima tipe kepatuhan, yakni sebagai berikut
:
a.
Otoritarian
Yaitu suatu kepatuhan tanpa
reserve atau kepatuhan yang ikut-ikutan.
b.
Conformist
Kepatuhan ini mempunyi tiga
bentuk, antara lain : Conformist directed, yaitu penyesuaian diri terhadap
masyarakat atau orang lain, conformist hedonist yaitu kepatuhan yang
berorientasi pada “untung-rugi” dan conformist integral yaitu kepatuhan yang
menyesuaikan kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.
c.
Compulsive : Yaitu kepatuhan yang tidak
konsisten
d.
Hedonik Psikopatik
Yaitu kepatuhan pada
kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan orang lain.
e.
Supramoralist
Yaitu kepatuhan karena
keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.
Pada
era teknologi informasi yang berkembang secara pesat ini, pendidikan nilai
sangatlah penting untuk diterapkan sebagai filter terhadap perilaku yang
negatif. Nilai pada seseorang tidaklah statis, akan tetapi selalu berubah.
Setiap orang akan menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada
saat itu. Oleh sebab itu, sistem nilai yang dimiliki seseorang itu bisa dibina
dan diarahkan. Apabila seseorang menganggap nilai agama adalah diatas
segalanya, maka nilai-nilai yang lain akan bergantung pada nilai agama itu.
Dengan demikian sikap seorang sangat tergantung pada sistem nilai yang
dianggapnya paling benar dan kemudian sikap itu yang akan mengendalikan
perilaku orang tersebut. Gulo (2005) menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut
:
a)
Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui
dari penampilannya.
b)
Pengembangan domain afektif pada nilai tidak
bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik
c)
Masalai ini adalah masalah emosional dan
karena itu dapat berubah, berkembang sehingga bisa di bina.
d)
Perkembangan nilai atau moral tidak terjadi
sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu
Sikap
adalah kecenderungan seseerang untuk menerima atau menolak suatu objek
berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik. Dengan demikian,
belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak
suatu objek; berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang
berguna/berharga (sikap positif) dan tidak berhrga/tidak berguna (sikap
negatif). Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperanan sekali dlam
mengambil tindakan (action), lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan
untuk bertindak atau tersedia beberapa alternative (winkel : 2004).
Apakah sikap dapat dibentuk ? Dalam
proses pembelajaran disekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat
menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Belajar
membentuk sikap melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh skinner melalui
teorinya operant conditioaning. Proses pembentukan sikap yang dilakukan Skinner
menekankan pada proses peneguhan respons anak. Setiap kalianak menunjukkan
prestasi yang baik diberikan penguatan (reinforcement) dengan cara memberikan
hadiah atau perilaku yang menyenangkan. Lama kelamaan, anak berusaha
meningkatkan sikap positifnya.
Pembelajaran
sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu pembentukan
sikap melalui proses asimilasi tau proses mencontoh. Salah satu karakteristik
anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan.
Prinsip peniruan ini dimaksud dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan
anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang
dihormatinya. Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatu objek melalui proses
modeling pada awalnya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi
pengarahan dan pemahaman mengapa hal itu dilakukan. Hal ini diperlukan agar
sikap tertentu yang muncul benar-benar disadari oleh suatu keyakinan kebenaran
sebagai suatu sistem nilai. Model-model strategi pembelajaran sikap antara lain
:
1.
Model konsiderasi
Model
konsiderasi (the consideration model) dikembangkan oleh Mc. Paul (seorang
humanis). Dia menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan perkembangan
kognitif yang rasional. Menurut dia, pembelajaran moral siswa adalah
pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Model ini menekankan
kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian dengan tujuan
agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain.
Pembelajaran sikap pada dasarnya adalah membantu anak agar dapat mengembangkan
kemampuan untuk bisa hidup bersama secara harmonis, peduli dan merasakan apa
yang dirasakan orang lain. Implementasi dari model ini, guru dapat mengikuti
tahapan dibawah ini :
·
Menghadapkan siswa pada suatu maslah yang
mengandung konflik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ciptakan
suasana “seandainya siswa tersebut ada dalam masalah itu”.
·
Menyuruh siswa untuk menganalisis situasi
masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak, tetapi juga yang tersirat dalam
permasalah tersebut, misalnya perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain.
·
Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya
terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat
menelaah perasaanya sendiri sebelum ia mendengar respons orang lain untuk
dibandingkan.
·
Mengajak siswa untuk menganalisis respons
orang lain serta membuat kategori dari setiap respons yang diberikan siswa.
·
Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau
konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan siswa. Siswa diajak berfikir
keras dan harus dapat menjelaskan argumennya secara terbuka serta dapat saling
menghargai pendapat orang lain.
·
Mengajak siswa untuk memandang permasalahan
dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang
sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
·
Mendorong siswa agar merumuskan sendiri
tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan
pertimbangannya sendiri. Guru hendaknya tidak menilai benar atau salah atas
pilihan siswa. Yang diperlukan adalah guru dapat membimbing mereka menentukan
pilihan yang lebih matang sesuai dengan pertimbangan sendiri.
2.
Model Pengembangan kognitif
Model pengembangan kognitif
(the cognitive development model) dikembangkan oleh Lawrence Kholberg. Model
ini hanya diilhami oleh pemikiran John Dewey dan Jean Piaget yang berpendapat
bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif
yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Menurut
Kohlberg, moral manusia itu berkembang melalui 3 tingkat, dan setiap tingkat
terdiri dari 2 tahap. Tingakat-tingkat tersebut antara lain :
a.
Tingkat
Prakonvensional
Pada tingkat ini setiap
individu memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri. Artinya,
pertimbangan moral didasarkan pada pandangannya secara individual tanpa
menghiraukan rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat. Pada tingkat ini
dibagi dua tahap yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan, perilaku anak
didasarkan kepada konsekuensi fisik yang akan terjadi. Anak hanya berfikir
bahwa perilaku yang benar adalah perilaku yang tidak akan mengakibatkan
hukuman. Jadi peraturan harus dipatuhui agar tidak timbul konsekuensi negatif :
Tahap orientasi instrumental-relatif, perilaku anak didasarkan kepada rasa
“adil” berdasarkan aturan permainan yang telah disepakati. Dikatakan adil
manakala orang membalas perilaku kita yang dianggap baik, dengan demikian perilaku
itu didasarkan kepada saling menolong dan saling meberi.
b.
Tingkat
Konvensional
Dalam
tahap ini anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu masyarakat.
Pemecahan masalah bukan hanya didasarkan pada rasa keadilan belaka, akan tetapi
apakah permasalahan itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak.
BAB III
KESIMPULAN
Banyak
yang beranggapan bahwa pembelajaran afektif bukan untuk diajarkan, seperti
pelajaran Biologi, Fisika ataupun Matematika. Pembelajaran afektif merupakan
pembelajaran bagaimana sikap itu terbentuk setelah siswa memperoleh
pembelajaran, oleh karena itu yang pas untuk afektif bukanlah pengajaran
melainkan pendidikan. Afektif berhubungan sekali dengan nilai (Value) yang
sulit diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam.
Dalam
batas tertentu afektif dapat muncul dalam kejadian Behavioral, akan tetapi
penilaian untuk sampai pada kesimpulan yang dapat di pertanggungjawabkan
membutuhkan ktelitian dan observasi yang terus menerus dan hal ini tidak mudah
dilakukan, dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun
tidak guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses
pembiasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya Wina. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Kencana. Jakarta: 2008.
Raka, Joni. Strategi
Belajar Mengajar, P3G, Jakarta : 1980
0 komentar:
Post a Comment