BAB I
PENDAHULUAN


Ditinjau dari segi falsafah Negara Pancasila dari konstitusi UUD 1945 dan dari keputusan-keputusan MPR tentang GBHN, maka kehidupan beragama dan pendidikan agama di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 sampai tahap Pelita IV tahun 1983 semakin mantap. Teknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu sehubungan dengan berkembangnya cabang ilmu pengetahuan cabang ilmu pengetahuan dan perubahan sistem  proses belajar dan mengajar.
Misalnya tentang materi pendidikan agama di adakan pengintegrasian dan pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu. Adapun dalam makalah ini akan dibahas mengenai organisasi, lembaga dan tokoh-tokoh pendidikan Islam secara singkat.


BAB II
PEMBAHASAN
ORGANISASI, LEMBAGA DAN TOKOH-TOKOH
PENDIDIKAN ISLAM


A.    ORGANISASI ISLAM DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Lahirnya beberapa organisasi Islam di Indonesia lebih banyak karena di dorong oleh mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta sebagai respons terhadap kepincangan-kepincangan yang ada di kalangan masyarakat Indonesia pada akhir abad ke 19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat eksploitasi politik pemerintah kolonial Belanda. Tokoh-tokoh organisasi Islam muntul melawan penjajah Belanda, dengan cara menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan rasa nasionalisme di kalangan rakyat dengan melalui pendidikan. Dan dengan demikian lahirlah perguruan-perguruan Nasional, yang ditopang oleh usaha-usaha swasta (partikelir menurut istilah waktu itu yang berkembang pesat sejak awl tahun 1900-an.
Seolah-olah itu semula memiliki dua corak, adapun kedua corak tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Sesuai dengan haluan politik
2.      Sesuai dengan tuntutan/ajaran agama (Islam)
Pada bagian berikut akan dikhususkan pembahasan tentang organisasi-organisasi yang berdasarkan sosial keagamaan yang banyak melakukan aktivitas kependidikan Islam:
1.      Al-Jam’iat Al-Khairiyah
Organisai yang dikenal dengan nama Jam’iat Khair ini didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905. Anggota organisasi ini mayoritas orang-orang Arab, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk setiap muslim menjadi anggota tanpa diskriminasi asal usul. Pada bidang kegiatan yang sangat diperhatikan oleh organisasi ini adalah:
a)      Pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar
b)      Pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan studi.
Sekolah dasar Jam’iat Khair bukan semata-mata mempelajari pengetahuan agama tetapi juga mempelajari pengetahuan umum lainnya seperti lazimnya suatu sekolah dasar biasa, dan sebagainya. Kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas telah disusun dan terorganisir. Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia atau bahasa Melayu.
Pada bulan Oktober 1911 tiga orang guru dari negeri-negeri Arab bergabung ke Jam’iat Khair. Mereka adalah Syeikh Ahmad Surkati dari Sudan, Syekh Muhammad Taib dari Maroko dan Syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah. Menyusul kemudian pada Oktober 1913 empat orang guru sahabat-sahabat Surkati dan salah seorang di antaranya adalah saudara kandungnya sendiri, yaitu Muhammad Abdul Fadal Ansari (saudara kandung Surkati), Muhammad Noer (Abdul Anwar) al-Ansari, Hasan Hamid al-Antasari, dan seorang lagi yang kemudian diperuntukan bagi Jam’iat Khair yang didirikan di Surabaya, yaitu Ahmad al Awif.
Disamping membawa pembaharuan dalam sistem pengajaran, mereka juga memperjuangkan persamaan hak sesama muslim dan pemikiran kembali pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Hal-hal ini yang kemudian menyebabkan mereka kemudian terasing dari kalangan Sayid dari Jam’iat Khair yang melihat ide persamaan hak ini akan mengancam kedudukan mereka (Sayid) yang lebih tinggi dibandingkan dengan golongan lain dalam masyarakat islam di Jawa. Satu hal penting yang perlu dicatat bahwa Jam’iat Khair yaitu memulai organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam dan yang mendirikan suatu lembaga pendidikan dengan sistem yang boleh dikatakan telah modern.
2.      Al-Islam Wal Irsyad
Syeikh Ahmad Surkati, yang sampai di Jakarta dalam bulan Pebruari 1912. Seorang alim yang terkenal dalam agama Islam, beberapa lama kemudian meninggalkan Jam’iat Khair dan mendirikan gerakan Agama sendiri bernama Al-Islah Wal Irsyad, dengan haluan mengadakan pembaharuan dalam Islam (reformasi). Pada tahun 1914 berdirilah perkumpulan Al-Islah Wal Irsyad, kemudian terkenal dengan sebutan Al-Irsyad, yang terdiri dari golongan-golongan sekolah Al-Irsyad yang pertama di Jakarta, yang kemudian disusul oleh beberapa sekolah dan pengajian lain yang sehaluan dengan itu. Pendiri-pendiri Al-Irsyad kebanyakan adalah pedagang, tetapi guru sebagai tempat meminta fatwa ialah Syekh Ahmad Surkati yang sebagian besar dari umurnya dicurahkannya bagi penelaahan pengetahuan. Ia dilahirkan di Dunggala, Sudan, pada tahun 1972 berasal dari keluarga yang  taat beragama. Ia telah banyak mengetahui ayat-ayat Qur’an ketika masih kecil.
Dari tahun 1906 ia mulai mengajar di negeri suci tersebut. Pada waktu itu ia telah mengenal tulisan-tulisan Abduh. Demikian pula majalah Al-Manar dari mesir mengunjunginya secara tetap. Ia ditarik oleh Jam’iat Khair melalui dua orang jamaah haji yang pergi ke Indonesia tiap tahun untuk mengurus jamaah haji. Pada tahun 1913 ia membuka sekolahnya sendiri di rumahnya dan kemudian bergabung dengan Al-Irsyad. Semenjak itu ia mengajar di Al-Irsyad sampai pada masa ia meninggal (1943) dengan interupsi hanya 4 tahun, ketika ia mencoba berdagang bersama-sama dengan Syekh Awad Syahbal dari tahun 1920 sampai tahun 1924.
Pada tahun 1930-an cabang Surabaya mendirikan sekolah guru 2 tahun dan sebuah sekolah dasar tingkat rendah berbahasa Belanda yang bernama Schakelschool. Sekolah Al-Irsyad di Jakarta lebih banyak jenisnya. Terdapat sekolah-sekolah tingkat dasar, sekolah guru, bagian takhassus (dengan pelajaran dua tahun) dimana pelajaran dapat mengadakan spesialisasi dalam bidang agama, pendidikan atau bahasa.
Sebagaimana halnya dengan organisasi-organisasi lain, Al-Irsyad juga mempergunakan tablig dan pertemuan pertemuan sebagai cara untuk menyebarkan pahamnya, ia juga menerbitkan beberapa buah buku dan pamflet-pamflet. Dengan melalui mass-media ini Al-Irsyad menyebarluaskan gagasan-gagasan pembaharuan dan pemurnian ajaran islam dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
3.      Persyerikatan Ulama’
Persyerikatan ulama merupakan perwujudan dari gerakan pembaharuan di daerah Majalengka Jawa Barat yang dimulai pada tahun 1911 atas ini inisiatif Kyai Haji Abdul Halim, lahir pada tahun 1887 di Ciberelang Majalengka. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama, sedangkan saudara-saudaranya mempunyai hubungan yang erat secara kekeluargaan dengan orang-orang dari kalangan Pemerintah. KH. Abdul Halim memperoleh pelajaran agama pada masa kanak-kanak sampai umur 22 tahun berbagai pesantren di daerah Majalengka. Kemudian ia pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan melanjutkan pelajarannya. Selama tiga tahun di Mekah, ia mengenal tulisan-tulisan Abduh dan Jamal al-Din Al-Afgani, yang merupakan tokoh pembicaraan bersama kawan-kawannya yang banyak berasal dari daerah Sumatera.
Yang lebih memberikan kesan baginya  adalah dua lembaga pendidikan, yaitu Bab al-Salam dekat Mekah dan yang lainya di Jeddah. Menurut ceritanya kedua lembaga ini telah menghapuskan sistem halakah dan sebagai gantinya mengorganisir kelas-kelas serta menyusun kurikulum dengan mempergunakan bangku dan meja. Enam bulan setelah kembali dari Makah pada tahun 1991, KH. Abdul Halim mendirikan sebuah organisasi yang ia beri nama Hayatul Qulub, yang bergerak, baik dibidang ekonomi maupun di  bidang pendidikan.
Dalam bidang pendidikan KH. Abdul Halim mulanya menyelenggarakan pelajaran agama sekali seminggu untuk orang-orang dewasa, yang diikuti empat puluh orang. Umumnya pelajaran yang ia berikan adalah pelajaran-pelajaran Fiqih dan Hadis. Untuk memperbaiki mutu sekolahnya KH. Abdul Halim berhubungan dengan Jam’iat Khair dan Al-Irsyad di Jakarta. Ia juga mewajibkan murid-muridnya pada tingkat yang lebih tinggi untuk memahami bahasa Arab yang kemudian menjadi bahasa pengantar pada kelas-kelas lanjutan.
Pada tahun 1924, persyerikatan ulama secar resmi meluaskan daerah operasinya ke seluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 ke seluruh Indonesia. Persyerikatan ulama juga membuka sebuah rumah anak yatim yang diselenggarakan oleh Fatimiyah, bagian wanita yang didirikan pada tahun 1930. Beberapa buah perusahaan juga berada di bawah pengawasan organisasi itu. Dua setengah hektar tanah di beli pada tahun 1927 untuk pertanian, sebuah percetakan dan sebuah perusahaan tenun didirikan, masing-masing tahun 1930 dan 1939.
4.      Muhammadiyah
Salah satu organisasi sosial islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang Dunia II dan mungkin juga sampai saat sekarang ini adalah Muhammadiyah. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 18 Zulhijjah 1330 H, oleh KH. Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.
Organisasi ini mempunyai maksud “menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kepada penduduk bumi putera” dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya. Untuk mencapai ini organisasi itu bermaksud mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Usaha lain untuk mencapai maksud dan tujuan itu adalah sebagai berikut:
a)      Mengadakan dakwah Islam
b)      Memajukan pendidikan dan pengajaran
c)      Menghidup suburkan masyarakat tolong-menolong
d)     Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf
e)      Mendirik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda, supaya kelak menjadi orang islam yang berarti
f)       Berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
g)      Berusaha dengan segala kebijakan, supaya ke hendak dan peraturna Islam berlaku dalam masyarakat.
Daerah organisasi Muhammadiyah mulai diluaskan setelah tahun 1917. Pada tahun itu Budi Utomo mengadakan kongresnya di Yogyakarta. Ketika nama KH. Ahmad Dahlan telah dapat mempesona itu memulai tabligh yang dilakukannya sehingga pengurus Muhammaidyah menerima permintaan dari berbagai tempat di Jawa untuk mendirikan cabang-cabang.
Dalam tahun 1925 organisasi ini telah mempunyai 29 cabang-cabang dengan 4.000 orang anggota, sedangkan kegiatan-kegiatannya dalam bidang pendidikan meliputi delapanHollands Inlandse School, sebuah sekolah guru di Yogyakarta, 32 buah sekolah dasar lima tahun, sebuah Schakelschool, 14 Madrasah, seluruhnya dengan 119 orang guru dan 4.000 murid. Dalam bidang sosial ia mencatat dua buah klinik di Yogyakarta dan Surabaya di mana 12.000 pasien memperoleh pengobatan, sebuah rumah miskin dan dua buah rumah yatim piatu.
Diantara sekolah-sekolah Muhammadiiyah yang tertua dan besar jasanya adalah:
a)      Kweekschool Muhammadiyah Yogyakarta
b)      Mua’allimin Muhammadiyah, Solo, Jakarta
c)      Mua’allimat Muhammadiyah, Yogyakarta
d)     Zu’ama/Za’imat, Yogyakarta
e)      Kulliyah Muballigin/Muballigat, Padang Panjang, Sumatera Tengah
f)       Tabligschool, Yogyakarta
g)      HIK Muhammadiyah, Yogyakarta.
5.      Nahdlatul Ulama’
Nahdlatul Ulama’ didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (33 Januari 1926 M) di Surabaya. Pembagunnya ialah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa Timur. Latar belakang didirikannya organisasi ini semula adalah sebagai perluasan dari suatu Komite Hijaz yang dibangun dengan dua tujuan. Yaitu sebagia berikut:
1)      Untuk mengimbangi komite Khilafat yang secara berangsur-angsur jatuh ke tangan golongan pembaharuan
2)      Untuk berseru kepada Ibnu Sa’ud, penguasa baru di  tanah Arab, agar kebiasaan beragama secara tradisi dapat diteruskan.
Maksud perkumpulan NU ialah memegang teguh salah satu mazhab dari mazhab Imam yang berempat, yaitu Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi, dan Imam Hambali, dna mengerjakan apa-apa yang menjadikan kemaslahatan untuk agama Islam. Untuk mencapai maksud tersebut, maka diadakan ikhtiar:
1)      Mengadakan perhubungan di antara ulama-ulama yang bermazhab tersebut diatas
2)      Memeriksa kitab-kitab sebelum dipakai untuk mengajar, supaya diketahui apakah kitab itu termasuk kitab-kitab Ahli Sunnah Waljamaah atau kitab-kitab Ahli Bid’ah.
3)      Menyiarkan agama Islam berasaskan pada mazhab tersebut diatas dengna jalan apa saja yang baik.
4)      Berikhtiar memperbanyak madrasah-madrasah yang berdasarkan agama Islm.
5)      Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masjid-masjid,surau-surau dan pondok-pondok, begitu juga dengan hal ihwalnya anak-anak yatim dan orang fakir miskin.
6)      Mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan dan perusahaan yang tiada dilarang oleh syara’ agama Islam.
Demikian, maksud dan tujuan NU sebagai tersebut dalam Anggaran Dasar 1926 (yaitu sebelum menjadi partai politik). Dengan demikiajn, dapat diambil kesimpulan bahwa NU adalah perkumpulan Sosial yang mementingkan pendidikan dan pengajaran Islam. Adapun Anggaran Dasar NU yang baru (sesudah menjadi partai politik) adalah sebagai berikut:
1)      Menegakan syari’at Islam dengan berhaluan salah satu dari pada empat mazhab
2)      Melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islma dalam masyarakat
3)      Menyiarkan agama Islam dengan jalan tablig-tablig, khusus-khusus dan penerbitan-penerbitan
4)      Mempertinggi mutu pendidikan dan pengajaran Islam
5)      Menggiatkan amar ma’ruf dan nahi munkar
6)      Mengingatkan usaha-usaha kebijakan (sosial)
7)      Mempererat perhubungan diantara umat islam
8)      Memperhatikan tentnag perekonomian umat Islam
9)      Menyadarkan umat islam dalam ketatanegaraan
10)  Mengadakan kerja sama dengan lain-lain organisasi dan golongan dalam usaha mewujudkan masyarakat Islam

Dibidang pendidikan dan pengajaran formal, NU membentuk satu bagian khusus  yang mengelola kegiatan bidang ini dengan nama Al-Ma’arif yang bertugas untuk membuat perundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan/sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan NU.
6.      Persatuan Islam
Persatuan Islam (Persis) didirikan di Bandung pada permulaan tahun 1920-an ketika orang-orang Islam di daerah-daerah lain telah lebih dahulu maju dalam berusaha untuk mengadakan pembaharuan dalam agama. Bandung kelihatan agak lambat memulai pembaharuan ini dibandingkan  dengan daerah-daerah lain, sungguhpun Sarekat Islam telah beroperasi di kota ini semenjak tahun 1913. Kesadaran tentang keterlambatan ini merupakan salah sebuah cambuk untuk mendirikan sebuah organisasi. Ide pendirian organisasi ini berasal dari pertemuan yang bersifat kenduri yang diadakan secara berkala dirumah salah seorang anggota kelompok yang berasal dari Sumatera tetapi yang telah lama tinggal di Bandung. Mereka adalah keturunan dari tiga keluarga yangs pindah dari Palembang dalam abad ke 18, dan menjalin hubungan erat melalui perkawinan antar keluarga mereka serta diperkuat oleh kepentingan yang sama dalam usaha perdagangan, kemudian berlanjut dengan kontak antar anggota-anggota generasi yang datang kemudian dalam mengadakan studi tentnags agama ataupun kegiatan-kegiatan lainnya.
Disamping pendidikan Islam, Persis mendirikan sebuah pesantren (disebut pesantren Persis) di Bandung pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama. Usaha ini terutama merupakan inisiatif Hassan dan juga mempunyai sifat eksperimen. Pesantren ini dipindahkan ke Bangil, Jawa Timur, ketika Hasan pindah ke sama dengan membawa 25 dari 40 siswa di Bandung. Setelah pesantren dipindahkan ke Bungil, maka murid-muridpun bertambah dengan beberapa orang yang datang dari berbagai daerah.


B.     JENIS-JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Dilihat dari bentuk dna sifat pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang bersifat non formal seperti langgar/surau/rangkang, pondok pesantren dan ada yang bersifat formal seperti madrasah.
1.      Lembaga pendidikan Islam sebelum kemerdekaan Indonesia
Pendidikan Islam  mulai bersemi dan berkembang pada awal abad ke 20 Masehi  dengan berdirinya madrasah Islamiyah yang bersifat formal. Adapun pondok pesantren (Surau) yang pertama kali membuka madrasah formal adalah Tawalib di Padang Panjang pada tahun 1921 M dibawah pimpinan Syekh Abdul Karim Amrullah, ayah Mamka. Selain daripada Madrasah juga majalah  Islamiyah mulai diterbitkan sebagai sarana pendidikan Islam untuk masyarakat.
Di Aceh didirikan madrasah yang pertama pada tahun 1930 bernama Sa’adah Adabiyah oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh, Madrasah Al-Muslim oleh Teungku Abdurrahman Meunasah Mencap, Madrasah Darul Huda di Jambi dan banyak madrasah lainhya. Di sumatera Timur didirikan pesantren Syekh Hasan Maksum pada tahun 1916 M, Madrasah Maslurah di Tanjungpura pada tahun 1912, Madrasah Aziziyah pada tahun 1918 M.
2.      Lembaga pendidikan Islam sesudah Indonesia Merdeka
Lembaga pendidikan agama Islam ada yang berstatus negeri dan adapula yang berstatus swasta. Adapun yang berstatus negeri adalah sebagai berikut:
1)      Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Tingkat Dasar)
2)      Madrasah Tsanawiyah Negeri (Tingkat Menengah Pertama)
3)      Madrasah Aliyah Negeri (Tingkat Menengah Atas)
4)      Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri).
C.    TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
1.      KH. Ahmad Dahlan (1860-1923)
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari KH. Abubakar bin Kyai Sulaiman, khatib di masjid besar (jami’) Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri dari Haji Ibrahim, seorang penghulu. Semenjak ayahnya wafat, ia menggantikan kedudukan ayahnya dan diangkatlah oleh Sri Sultan menjadi khatib masjid besar Kauman Yogyakarta dan dianugerhi gelar Khatib Amin.  Beberapa tahun kemudian, ia naik haji untuk kedua kalinya (1903). Sekembali dari haji yang kedua inilah ia mendapat sebutan Kyai dari masyarakat, semenjak itu dimana-mana ia terkenal dengan nama Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Ia adalah seorang alim yang luas ilmunya dan tiada jemu-jemu ia menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada kesempatan, sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolehnya.  Dahlan masuk Budi Utomo dengan maksud memberikan pelajaran agama kepada anggota-anggotanya. Dengan jalan ini, berharap akan dapat akhirnya memberikan pelajaran agama disekolah –sekolah yang didirikan oleh pemerintah dan juga dikantor-kantor pemerintah.
2.      KH. Haji Hasyim Asy’ari (1871-1947)
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Pebruari tahun 1981 M di jombang Jawa Timur, mula-mula ia belajar agama Islam pada ayahnya sendiri Kyai Asy’ari. Kemudian ia belajar ke pondok pesantren di Purbolinggo kemudian pindah ke Pondok Langitan, Semarang, Madura dan lain-lain. Pada tahun 1929 KH. Hasyim Asy’ari menunjuk KH Ilyas menjadi kepala Madrasah Salafiyah. Maka dibawah pimpinan KH. Ilyas dimasukan pengetahuan umum ke dalam Madrasah Salafiyah, yaitu:
1)      Membaca dna menulis huruf
2)      Mempelajari bahasa indonesia
3)      Mempelajari ilmu bumi dan sejarah indonesia
4)      Mempelajariilmu berhitung.
KH. Hsyim Asy’ari wafat/pulang ke rahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren Tebuireng yang tertua dan terbesar untuk kawasan Jawa Timur dan yang telah mengilhami para alumninya untuk mengembangkannya di daerah-daerah lain walaupun dengan menggunakan nama yang lain bagi pesantren-pesantren yang mereka dirikan.
3.      KH. Abudul Halim (1887-1962)
KH. Abdul Halim lahir di Cibereng, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat, yang kemudian berkembang menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Pesantren Ulama Islam (PUI) Pada tanggal 5 April 1952 M/9 Rajab 1371 H. Kedua ornag tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama sedangkan famili-familinya tetap mempunyai hubungan yang erat secara keluarga dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.
Sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang ekonomi dan pendidikan berhasil didirikan oleh KH. Abdul Halim pada tahun 1911 (sepulang dari Makkah) yang diberi nama Hayatul Qulub yang kemudian dialih nama dengan Persyarikatan Ulama. Dalam pendidikan KH. Abdul Halim semula menyelenggarakan pendidikan agama seminggu sekali untuk orang-orang dewasa. Pelajaran yang diberikan adalah fiqih dan hadis. Pada tanggal 7 Mei  1962 KH. Abdul Halim pulang ke rahmatullah di Majalengka Jawa Barat dalam usia 75 tahun dan dalam keadaan tetap teguh berpegang pada mazhab Syafi’i.

BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwaTeknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu sehubungan dengan berkembangnya cabang ilmu pengetahuan cabang ilmu pengetahuan dan perubahan sistem  proses belajar dan mengajar.Misalnya tentang materi pendidikan agama di adakan pengintegrasian dan pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu. Adapun dalam makalah ini akan dibahas mengenai organisasi, lembaga dan tokoh-tokoh pendidikan Islam secara singkat.
Adapun tokoh-tokoh pendidikan Islam ada tiga orang, adapun ketiga pendiri tersebut adalah sebagai berikut:
1.      KH. Ahmad Dahlan (1860-1923)
2.      KH. Haji Hasyim Asy’ari (1871-1947)
3.      KH. Abudl Halim (1887-1962)


DAFTAR PUSTAKA


Dra. Zuhairi, dkk. 2001. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Yatim, Badri. 2006,  Sejarah Peradaban  Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Press.

0 komentar:

 
Top