BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengertian
filsafat, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli
filsafat dan ahli filsafat lainya selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya
dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua
segi, yaitu filsafat secara etimologi dan filsafat secara terminology.
Kata filsafat
yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa
Yunani philosophia. Arti kata
filsafat yaitu cinta kebijaksanaan dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan
demikian, seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
B.
Rumusan
Masalah
Dilihat dari
latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu:
1. Apa
pengertian metodologi kefilsafatan?
2. Apa
pengertian dari logika, induksi, deduksi, analogi, kritis, intuitif, dialektis,
fenomenologis, analitika bahasa, eksperimental, geometris,
kritis-transendental, skolastik?
3. Adakah
kegunaan filsafat dalam kehidupan sehari-hari?
BAB
II
PEMBAHASAN
METODOLOGI
KEFILSAFATAN
A.
LOGIKA
Nama logika
pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi dalam
arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah
Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata logika dalam arti ilmu
yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita (K.Bertens, 1975, hal. 137-138).
Logika adalah
ilmu pengetahuan tentang penyimpulan yang lurus serta menguraikan tentang aturan-aturan atau cara-cara untuk
mencapai kesimpulan dari premis-premis (Asmoro Achmadi, 1994, hal. 21).
Berpikir adalah
objek material logika. Berpikir disini adalah kegiatan pikiran, akal budi
manusia. Dengan berpikir manusia mengolah, mengerjakan pengetahuan yang telah
diperolehnya. Dengan mengolah dan mengerjakannya ini terjadi dengan
mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan, serta menghubungkan pengertian
yang satu dengan pengertian yang lainnya (Surajiyo, 2005, hal. 23).
Dalam logika
berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketetapannya. Karena berpikir lurus
dan tepat, merupakan objek formal logika. Aristoteles membagi ilmu pengetahuan
atas tiga golongan, yaitu ilmu pengetahuan praktis, produktif, dan teoretis.
Ilmu pengetahuan produktif menyangkut pengetahuan yang sanggup menghasilkan
suatu karya (teknik dan kesenian). Ilmu pengetahuan praktis meliputi etika dan
politika. Akhirnya ilmu pengetahuan teoretis mencakup tiga bidang, yaitu
fisika, matematika dan filsafat. Logika tidak termasuk ilmu pengetahuan
sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan untuik berpikir
dengan cara ilmiah (Bertens, 1975, hal. 138).
B.
PEMBAGIAN
LOGIKA
Logika menurut
The Liang Gie (1980) dapat digolongkan menjadi lima macam yaitu sebagai berikut:
1. Logika
Dalam Makna Luas dan Makna Sempit
Dalam arti sempit istilah tersebut
dipakai seperti dengan logika deduktif atau logika formal, sedangkan dalam arti
yang luas pemakaianya mencakup kesimpulan-kesimpulan dari berbagai bukti dan
tentang bagaimana system penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula
pembahasan mengenai logika itu sendiri.
2. Induksi
(logika) induksi membicarakan
tentang penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan yang umum, melainkan dari
pernyataan yang khusus. Kesimpulannya bersifat probabilitas berdasarkan atas
pernyataan yang telah diajukan.
3. Deduksi
(logika) deduksi membicarakan cara
untuk mencapai suatu kesimpulan dengan terlebih dahulu mengajukan pernyataan
mengenai semua atau sejumlah di antara suatu kelompok barang tertentu (Asmoro
Achmadi, 1994, hal. 21).
4. Analogi
Analogi merupakan upaya untuk
mencapai suatu kesimpulan dengan
menggantikan dengan apa yang kita coba untuk membuktikannya dengan sesuatu yang
serupa dengan hal tersebut. Menyimpulkan kembali apa yang mengawali penalaran
kita.
5. Logika
Murni dan Logika Terapan
Logika murni merupakan suatu
pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi
dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus
dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
C.
METODE
FILSAFAT
Metode sering
diartikan sebagai jalan berpikir dalam bidang keilmuan. Metode dalam bidang
filsafat adalah sebagai berikut:
1. Metode
kritis
Yaitu suatu
metode yang menganalisis istilah dan pendapat dengan mengajukan pertanyaan
secara terus-menerus sampai hakikat yang ditanyakan (Asmoro Achmadi, 1994, hal.
22).
2. Metode
intuitif
Yaitu suatu
metode dengan melakukan introspeksi intuitif, dengan memakai symbol-simbol
(Asmoro Achmadi, 1994, hal. 22).
3. Metode
analisis abstraksi
Yaitu dengan jalan
memisah-misahkan atau menganalisis didalam angan-angan (didalam pikiran hingga
sampai pada hakikat (ditemukan jawaban) (Asmoro
Achmadi, 1994, hal. 22).
4. Metode
Skolastik
Umumnya metode
ini menonjolkan segi yang sintesis-deduktif (menarik sebuah sintesa dalam
cara-cara deduktif), dengan bertitik tolak dari sejumlah definisi dan asas-asas
yang diasumsikan jelas dengan
sendirinya, lalu ditarik sebuah inferensi (kesimpulan) darinya. Salah satu
metode skolastik yang principal adalah dengan pemanfaatan ilmu logika dan
kosakata filosofikal dari apa yang 24 abad lalu pernah diajarkan oleh
Aristoteles, yakni prinsip mendemonstrasikan dan mendiskusikan (Herman Bakir, 2006,
hal.226).
5. Metode
Induktif-Emperikal
Dalil-dalil yang
diajukan disini adalah bahwa hanya melalui pemahaman empirikallah orang akan
dapat menyajikan sebuah pengertian yang benar, dan keseluruhan pengertian dalam
ruas pengintrospeksian harus disebandingkan dengan yang diperoleh (Herman
Bakir, 2006, hal.227).
6. Metode
Geometris
Melalui analisis
mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan hakikat sederhana (ide terang dan berbeda dari yang
lain) dari hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya
(Surajiyo, 2005, hal. 8).
Rene Descartes
berpendapat bahwa ada ketersusunan alami dalam kenyataan yang ada hubungannya
dengan pengertian manusia. Disamping itu, ia berusaha keras untuk menemukan
yang benar. Adapun yang harus dipandang sebagai yang benar adalah apa yagn
jelas dan terang (clear and distinct).
Berbeda halnya dengan metode empirisme yang diolah Hobes. Ia berpangkal kepada
empirisme secara konsekuen. Sekalipun ia berpangkal pada dasar-dasars empiris,
namun ia menerima juga metode yang dipakai dalam ilmu alam yang bersifat
matematis. Ia telah mempersatukan
empirisme dengan rasionalisme dalam bentuk suatu filsafat materialistis yagn
konsekuen pada zaman modern (Surajiyo, 2005, hal. 11).
7. Metode
Fenomenologis
Dengan jalan
beberapa pemotongan sistematis, refleksi atas fenomin dalam kesadaran mencapai
penglihatan hakikat-hakikat murni (Surajiyo, 2005, hal. 8).
Ada dua hal yang
dapat diperhatikan dalam kaitannya
dengan ini yaitu sebagai berikut:
a) Penstudi
harus mengindahkan apa yang olehnya disadari dari pengamatan persepsinya dengan
lebih berhati-hati dan intensif ketimbang apa yang dikerjakan olehnya dalam
keseharian.
b) Penstudi
harus berstandar pada serangkaian observasi dan menginterpretasi tanpa berurusan
dengan prakonsepsi (prasangka) (Herman Bakir, 2006, hal.236).
8. Metode
Dialektis
Dengan jalan
mengikuti dinamis pemikiran atau alam sendiri, menurut anti thesis, sintesis
dicapai hakikat kenyataan. Peristilahan dialektis dalam filsafat merupakan
metode untuk menginvestifigasi alam kebenaran dengan menganalisis secara kritikal
konsep-konsep dan hipotesis-hipotesis. Salah satu contoh yang paling mutakhir
dari metode dialektis ini adalah dialog-dialog Plato, dimana penulis mencari
dengan studi kebenaran melalui diskusi dalam format pertanyaan-pertanyaan dan
jawaban-jawaban (Herman Bakir, 2006, hal.232).
9. Metode
Analitika Bahasa
Dengan jalan
analisis pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya
ucapan-ucapan filosofis (Surajiyo, 2005, hal. 9).
Metode ini dapat
dinilai cukup netral sebab sama sekali tidak mengendalikan salah satu filsafat.
Keistimewaan dalam metode ini adalah semua kesimpulan dan hasilnya senantiasa
didasarkan kepada penelitian bahasa yang logis (Sudarsono, 1993, hal. 96-102).
10. Metode
Deduksi-Metafisikal (Transendentalis)
Metode ini lahir
sebagai konsekuensi dari keragu-raguan seorang filsuf filamboyan Jerman,
Immanuel Kant terhadap sejumlah kemungkinan dan kompetensi dari kubu
metafisikal. Bagi beliau dalam memecahkan problem, kubu ini tidak pernah
mengajukan metode ilmiah dalam cara-cara yang pasti dan meyakinkan (memberi
kepuasan) dan metafisikal lagi-lagi selalu dimulai dari permulaan. Karenanya nilai-nilai
objektif dari ilmu-ilmu positif harus diberikan tempat yang utama dalam
aktus-aktus penelitian, sebab hanya dengan itulah orang akan dapat menghasilkan
kemajuan yang berarti dalam kehidupan kesehariannya (Herman Bakir, 2006, hal.230).
D.
KEGUNAAN
FILSAFAT
Pada umumnya
dapat dikatakan bahwa dengan belajar filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
mendasar manusia yang tidak terletak dalam wewenang metode-metode ilmu khusus.
Jadi, filsafat membantu untuk mendalami pertanyaan asasi manusia tentang makna
realitas dan ruang lingkupnya. Kemampuan itu dipelajari melalui dua jalur yakni
jalur secara sistematik dan secara historis (Surajiyo, 2005, hal. 17).
1. Secara
sistematik
Artinya, filsafat menawarkan
metode-metode mutakhir untuk menangani permasalahan mendalam manusia, tentang
hakikat kebenaran dan pengetahuan, baik pengetahuan biasa maupun ilmiah,
tentang tanggung jawab, keadilan dan sebagainya.
2. Sejarah
(historis) filsafat
Melalui sejarah filsafat kita
belajar untuk mendalami, menanggapi, serta mempelajari jawaban yang ditawarkan
oleh para pemikir dan filsuf terkemukas.
Menurut
Franz Magnis Suseno (1991) sekurang-kurangnya ada tiga kemampuan yang sangat
dibutuhkan orang pada zaman sekarang yang harus atau mau memberikan pengarahan,
bimbingan dan kepemimpinan sspiritual
dan intelektual dalam masyaraka, yaitu:
1. Suatu
pengertian lebih mendalam tentang manusia dan dunia. Dengan mempelajari
pendekatan pokok terhadap pertanyaan manusia yang paling hakiki, serta
mendalami jawaban-jawaban yang diberikan oleh para pemikir besar umat manusia,
wawasan dan pengertian kita sendiri diperluas.
2. Kemampuan
untuk menganalisis secara terbuka dan mengkritisi argumentasi, pendapat,
tuntutan dan legitimasi dari pelbagai agama, ideology, dan pandangan dunias.
3. Pendasaran
metodis dan wawancara lebih mendalam dan kritis dalam menjalani studi pada ilmu
khusus, termasuk teologis.
Tugas filsfat adalah untuk menyelidiki
permainan-permainan bahasa yang berlainan, filsafat menunjukan aturan-aturan
yang berlaku di dalamnya dan menetapkan logika (Herman Bakir, 2006, hal.239).
Filsafat hanya akan menggambarkan bagaimana
berfungsinya (bahasa). Dengan menggelar analisa terhadap pemakaian bahasa
keseharian, dapat ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofikal.
Demikianlah, dengan dimilikinya metode-metode semacam ini, filsafat sekaligus
juga memungkinkan sebuah ruang bagi pengujian atas pengetahuan yang
disugestikan.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah
diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Logika adalah ilmu pengetahuan tentang
penyimpulan yang lurus serta menguraikan
tentang aturan-aturan atau cara-cara untuk mencapai kesimpulan dari
premis-premis. Tugas filsfat adalah untuk menyelidiki permainan-permainan
bahasa yang berlainan, filsafat menunjukan aturan-aturan yang berlaku di
dalamnya dan menetapkan logika.
Pada umumnya dapat
dikatakan bahwa dengan belajar filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
mendasar manusia yang tidak terletak dalam wewenang metode-metode ilmu khusus.
Jadi, filsafat membantu untuk mendalami pertanyaan asasi manusia tentang makna
realitas dan ruang lingkupnya. Kemampuan itu dipelajari melalui dua jalur yakni
jalur secara sistematik dan secara historis
DAFTAR
PUSTAKA
Achmadi
Asmoro. 1994. Filsafat Umum. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Bakir
Herman. 2006. Filsafat Hukum: Desain dan
Arsitektur Kesejahtaraan. Bandung: Rafika Aditama.
Bertenz,
K. 1975. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta:
Yayasan Kanisius.
Liang Gie, The. Suhartoyo Hardjosatoto, dan Endang Daruni
Asdi. 1980. Pengantar Logika Modern Jilid
I. Yogyakarta: Karya Kencana.
Sudarsono.
1993. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Surajiyo.2005.
Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar.
Jakarta: Bumi Aksara.
0 komentar:
Post a Comment