BAB I
PENDAHULUAN
Proses pendidikan dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari
sang pendidik (subjek pendidikan), berhasil atau gagalnya pendidikan sangat
ditentukan oleh subjek pendidikan tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu
pengetahuan pendidik, sampai kemampuan pendidik dalam menguasai objek
pendidikan dan berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik. Masalah
mengajar telah menjadi persoalan para ahli pendidikan sejak dahulu sampai
sekarang, sehingga pengertian mengajarpun mengalami erkembangan pula. Bahkan,
hingga dewasa ini belum ada devinisi yang tepat bagi semua pihak mengenai
mengajar itu.
Bagi peserta didik, seorang pendidik merupakan contoh ideal
dan teladan yang bisa mengarahkan semua masalah dalam kehidupannya baik
berbentuk ucapan maupun tindakan. Teladan juga penting dan paling efektif untuk
menyiapkan etika dan mencetak kepribadian seorang peserta didik. Dalam bahasa
jawa guru merupakan orang yang digugu lan ditiru. Jadi, dalam proses
belajar-mengajar, pendidik dalam hal ini guru memunyai tugas untuk mendorong,
membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan.
BAB II
OBJEK PENDIDIKAN
A.
OBJEK PENDIDIKAN
Subjek
pendidikan sangat berpengaruh sekali kepada keberhasilan atau gagalnya
pendidikan. Disebabkan banyak hal yang melatarbelakangi si pendidik. Subjek
pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam
memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan
dapat dipahami oleh objek pendidikan.
Subjek
pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah Orang tua,
guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan
masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang kita
pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua). Sebagai seorang muslim kita
harus menyatakan bahwa pendidik pertama manusia adalah Allah yang kedua adalah
Rasulullah.
Secara
etimologi pendidik adalah orang yang memberikan bimbingan. Penegrtian ini
memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang
pendidikan. Kata tersebut seperti “teacher” artinya guru yang mengajar
dirumah.
Secara
terminologi terdapat beberapa pendapat dari pakar pendidikan tentang pengertian
pendidik, antara lain:
a. Ahmad
D. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul tanggung jawab untuk
mendidik.
b. Ahmad
Tafsir menyatakan bahwa pendidik dalam islam sama dengan teori di barat yaitu
siapa saja yang bertanggung jawab terhadap peserta didik.
c. Muri
yusuf, mengemukakan bahwa pendidik adalah indifidu yang mampu melaksanakan
tindakan mendidik dalam situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dengan
kata lain objek pendidikan itu sangat luas mencakup semua manusia, baik
keluarga ataupun masyarakat, muslim ataupun non-muslim, laki-laki ataupun
perempuan, kecuali jin. Itulah yang dalam Al Quran disebut "peringatan
bagi seluruh alam" atau "peringatan bagi alam semesta". Alam
selain manusia dan jin tidak dapat diberi peringatan, lebih khusus lagi tidak dapat
di beri pendidikan. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang kongkrit yang
paling sempurna akal dan penalarannya, sehingga tidak mungkin makhluk lain yang
tidak memiliki penalaran yang baik, akan menerima Islamic teaching (ajaran Islam), yang harus menjalankan syariat
dan menunaikan amanat Allah sebagai khalifah fil ardi.
Dasar
pemikiran bahwa manusia sanggup menerima pelajaran dan pendidikan adalah
anggapan bahwa:
1. Secara fitrah semua manusia beragama
tauhid sehingga pendidikan Islam akan bersenyawa dengan fitrahnya
2. Manusia adalah secara dhohir
memiliki bentuk yang paling sempurna, begitu juga rasio/pemikiran, akal dan
daya nalar yang tidak dimiliki makhluk lainnya
3. Manusia adalah makhluk yang dihiasi
dengan nafsu, sehingga motivasi yang benar dan baik akan membimbingnya mampu
menggapai tujuan hidupnya.
Manusia
yang akan menjadi objek pendidikan, dalam Al-Quran digolongkan menjadi dua
bagian diantaranya adalah:
1. Golongan positif (Muslimin,
mu'minin, muttaqin)
2. Golongan negatif (Munafiqin,
Fasiqin, Murtadin, Kafirin, dan bahkan Musyrikin).
Tujuan
objek yang pertama adalah untuk
peningkatan posisinya dan derajatnya di sisi Allah dengan tidak melakukan
maksiat/pendurhakaan. Sedangkan tujuan
objek kedua adalah sebagai peringatan,
penyadaran, dan pertaubatan kepada Allah karena mereka nyata-nyata bersikap
acuh tak acuh terhadap seruan Allah dan menjadi kaum pendosa.
B.
QS. AT-TAHRIM AYAT 6
Adapun objek pendidikan dalam Al-Qur’an tercantum dalam
Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi sebagai berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).
Dalam
ayat ini, terdapat lafadz perintah berupa fi’il amr yang secara langsung dan
tegas, yakni lafadz (peliharalah/ jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban
setiap orang Mu’min salah satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya
dari siksa neraka.
Dalam
tafsir jalalain proses penjagaan tersebut adalah dengan pelaksanaan perintah
taat kepada Allah SWT. Merupakan tanggung jawab setiap manusia untuk menjaga
dirinya sendiri, serta keluarganya, sebab manusia merupakan pemimpin bagi
dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sebagaimana
sabda Rosuloulloh SAW. Yang artinya “Dari Ibnu Umar ra. Berkata: saya mendengar
Rosululloh SAW. Bersabda: Setiap dari kamu adalah pemimpin, dan setiap dari
kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah
pemimpin dan akan ditanyai atas kepemimpinannya, orang laki-laki adalah
pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai atas kepemimpinannya (HR.
Bukhary-Muslim).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: "Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah SAW. menjawab: "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya.
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: "Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah SAW. menjawab: "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya.
Begitulah
caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang
kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka
dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepadanya.
Maka jelas bahwa tugas manusia tidak hanya menjaga dirinya sendiri, namun juga keluarganya dari siksa neraka. Untuk dapat melaksanakan taat kepada Allah SWT, tentunya harus dengan menjalankan segala perintahNya, serta menjauhi segala laranganNya. Dan itu semua tak akan bisa terjadi tanpa adanya pendidikan syari’at. Maka disimpulkan bahwa keluarga juga merupakan objek pendidikan.
Maka jelas bahwa tugas manusia tidak hanya menjaga dirinya sendiri, namun juga keluarganya dari siksa neraka. Untuk dapat melaksanakan taat kepada Allah SWT, tentunya harus dengan menjalankan segala perintahNya, serta menjauhi segala laranganNya. Dan itu semua tak akan bisa terjadi tanpa adanya pendidikan syari’at. Maka disimpulkan bahwa keluarga juga merupakan objek pendidikan.
Dilihat
dari ayat itu sendiri terdapat hubungan antar kalimat (munasabah), bahwa
manusia diharapkan seperti prilaku malaikat, yakni mengerjakan apa yang
diperintah Allah SWT. Tafsiran: ayat ini menerangkan tentang ultimatum kepada
kaum mu’minin (diri dan keluarganya) untuk tidak melakukan kemurtadan dengan
lidahnya, meskipun hatinya tidak.
Kesimpulan: ayat ini menunjukkan perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka dan merupakan tarbiyah untuk diri sendiri dan keluarga.
Kesimpulan: ayat ini menunjukkan perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka dan merupakan tarbiyah untuk diri sendiri dan keluarga.
C.
QS. ASY-SYU’ARAA AYAT 214
Selain At-Tahriim, objek pendidikan
juga tercantum dalam Al-Qur’an surat Asy-Syu’araa ayat 214 yang berbunyi
sebagai berikut:
öÉRr&ur y7s?uϱtã úüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”
(Q.S Asy Syu'ara': 214).
Sesuai
dengan ayat sebelumnya (QS. At-Tahrim: 6) bahwa terdapat perintah langsung
dengan fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaannya adalah tentang
objeknya, dimana dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat. ”Al Aqrobyn” mereka
adalah Bani Hasyim dan Bani Mutalib, lalu Nabi saw. memberikan peringatan kepada
mereka secara terang-terangan; Demikianlah menurut keterangan hadis yang telah
dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Namun
hal ini bukan berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan
Muthollib, tetapi juga untuk seluruh umat Islam. Dilihat dari munasabah ayat,
selanjutnya terdapat ayat ke-215 yang berbunyi sebagai berikut:
ôÙÏÿ÷z$#ur y7yn$uZy_ Ç`yJÏ9 y7yèt7¨?$# z`ÏB úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÊÎÈ
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang yang mengikutimu,
yaitu orang-orang yang beriman” (QS. Asy-Syu’araa: 215).
Jadi,
perintah ini juga berlaku untuk seluruh umat Islam. Asbab nuzul ayat ini, Ketika ayat ini turun
Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Bani Abdul Muthalib, demi Allah aku tidak
pernah menemukan sesuatu yang lebih baik di seluruh bangsa Arab dari apa yang
kubawa untukmu. Aku datang kepadamu untuk kebaikan di dunia dan akhirat. Allah
telah menyuruhku mengajakmu kepada-Nya. Maka, siapakah di antara kamu yang
bersedia membantuku dalam urusan ini untuk menjadi saudaraku dan washiku serta
khalifahku?” Mereka semua tidak bersedia kecuali Ali bin Abi Thalib. Di antara
hadirin beliaulah yang paling muda. Ali berdiri seraya berkata: “Aku ya,
Rasulullah Nabi. Aku (bersedia menjadi) wazirmu dalam urusan ini”. Lalu
Rasulullah SAW memegang bahu Ali seraya bersabda: “Sesungguhnya Ali ini adalah
saudaraku dan washiku serta khalifahku terhadap kalian.
Oleh
karena itu, dengarkanlah dan taatilah ia.” Mereka tertawa terbahak-bahak sambil
berkata kepada Abu Thalib: “Kamu disuruh mendengar dan mentaati anakmu” Umat
Islam adalah saudara bagi yang lain, maka harus saling mendidik dan menasehati.
Sebagaimana sabda Nabi SAW: “ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: Saya
bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk mendirikan sholat, menunaikan
zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhori-Muslim).
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Proses pendidikan
dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari sang pendidik (subjek pendidikan),
berhasil atau gagalnya pendidikan sangat ditentukan oleh subjek pendidikan
tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu pengetahuan pendidik, sampai kemampuan
pendidik dalam menguasai objek pendidikan dan berbagai syarat yang harus
dipenuhi oleh seorang pendidik.
Masalah
mengajar telah menjadi persoalan para ahli pendidikan sejak dahulu sampai
sekarang, sehingga pengertian mengajarpun mengalami erkembangan pula. Subjek
pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah Orang tua,
guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan
masyarakat, sedangkan pendidikan pertama ( tarbiyatul awwal) yang kita
pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua).
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama
RI, Al
Quran dan Terjemahannya, Edisi Baru. (Surabaya: CV Karya Utama, 2000).
Hadhiri,
Choiruddin, Klasifikasi Kandungan Al
Quran, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
Mustafa
Al-Maraghi, Ahmad, Tafsir al-Maraghi.
Terj. (Semarang: Toha Putra, 2001).
Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah. (Jakarta: Lentera Hati, 2004).
Sunarto, Achmad, Terjemah Riyadhus Shalihin An-Nawawi Jilid 1.
(Jakarta: Pustaka Amani, 1999).
0 komentar:
Post a Comment