BAB
I
PENDAHULUAN
Pemerintah adalah suatu pemimpin negara yang menjalankan semua
amanat dari masyaraktnya guna memajukan negaranya agar lebih baik lagi. Dengan adanya pemerintahan yang berdaulat adil
dan makmur, diharapkan negara tersebut menjadi lebih baik dan bisa berbenah
menjadi negara yang terbaik di dunia.
Pemerintah adalah salah satunya sebagai
penabung besar, karena pemerintahlah yang menjalankan semua kebijakan baik dari
kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Semua itu dijalankan guna
mendapatkan ekonomi negara agar lebih baik lagi. Maka daripada itu, disini
penulis membuat makalah yang berjudul tentang Pemerintah Sebagai Penabung Besar
yangmana sudah penulis rangkum sedemikain mungkin agar mudah untuk dipahami dan
mudah untuk dimegerti.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMERINTAH
SEBAGAI PENABUNG BESAR
A. ANGGARAN
PENDAPATAN PEMERINTAH
Dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
terdapat beberapa cara yang digunakan untuk menghimpun dana guna menjalankan
pemerintahan, antara lain sebagai berikut:
1.
Melakukan
bisnis
Pemerintah dapat melakukan bisnis seperti perusahaan
lainnya, misalnya dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti
halnya perusahaan lain, dari perusahaan negara ini diharapkan memberikan
keuntungan yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendapatan Negara.
2.
Pajak
Penghimpunan dana yang umum dilakukan adalah dengan
cara menarik pajak dari masyarakat. Pajak dikenakan dalam berbagai bentuk
seperti pendapatan, pajak penjualan, pajak bumi dan bangunan dan lain-lain.
Pajak yang dikenakan kepada masyarakat tidak
dibebankan terhadap bentuk usahanya sehingga dapat menimbulkan ketidak
stabilan. Dalam teori konvensional, pajak mendorong kurva penawaran ke kiri
(mengurangi penawaran) jika dikenakan dalam bentuk Value Added Tax.
Pt/P0
Stax
S
0 Q
|
Gambar
1
Pengaruh
Value Added Tax terhadap Kurva
Penawaran.
Khusus
untuk pajak bumi dan bangunan, pajak yagn dikenakan adalah berdasarkan
produktivitas lahan/tanah, bukan berdasarkan zona.
3.
Meminjam
Uang
Pemerintah dapat meminjam uang dari masyarakat atau
sumber-sumber yang lainnya dengan syarat dikembalikan di kemudian harinya. Masyarakat harus mengetahui dan mendapat
informasi yang jelas bahwa di kemudian hari mereka harus membayar pajak yang
lebih besar untuk membayar utang yang dipinjam hari ini. Meminjam uang hanya
bersifat sementara dan tidak boleh dilakukan secara terus-menerus.[1]
B. ANGGARAN
PENDAPATAN PEMERINTAH ISLAM
Sumber-sumber pendapatan negara di zaman Rasulullah
SAW. tidaklah terbatas pada zakat saja,
karena zakat sendiri baru diperkenalkan pada tahun ke 8 Hijriah. Dizaman
Rasulullah SAW. sisi penerimaan APBN
terdiri dari:
1.
Kharraj
Sumber pendapatan yang pertama kali diperkenalkan di
zaman Rasulullah SAW. adalah kharraj.
Kharraj adalah pajak terhadap tanah, atau di Indonesia
setara dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Perbedaan yang mendasar antara
sistem PBB dengan sistem kharraj adalah
bahwa kharraj ditentukan berdasarkan
tingkat produktivitas dari tanah bukan berdasarkan zoning. Hal ini berarti bahwa bisa jadi untuk tanah yang
bersebelahan sekalipun misalnya di satu sisi ditanam anggur sedangkan di sisi
lain ditanam kurma, maka mereka harus membayar jumlah kharraj yang berbeda.
2.
Zakat
Diawal-awal masa pemerintahan Islsam, zakat
dikumpulkan dalam bentuk uang tunai, hasil peternakan, dan hasil pertanian.
Berikut ini adalah sistem pajak untuk masing-masing bentuk usaha diantaranya
adalah:
a)
Zakat
pendapatan
Zakat ini dihitung berdasarkan nisbah (pendapatan minimum). Nisbah
zakat untuk dinar dirham
masing-masing 20 dinar dan 200 dirham, sedangkan jumlah zakat yang dikeluarkan
adalah sebesar 2,5% dari jumlah nisab. Bila jumlah pendapatan kurang dari
nisab, maka dibebaskan dari zakat.
b)
Zakat
peternakan
Karakteristik zakat peternakan ini khususnya adalah
pengenaan zakat secara regrasif di mana makin banyak jumlah hewan peliharaan,
makin kecil rate-nya dan pembedaan
ukurannya untuk tiap jenis hewan.[2]
c)
Zakat
pertanian
Berbeda dengan zakat peternakan, zakat pertanian
menggunakan flat rate di bedakan
antara jenis pengairannya. Hal ini karena bila hasil pertanian merupakan barang
yang tidak tahan lama (non durable)
sehingga bila hasil pertaniannya melimpah, dikhawatirkan barang tersebut akan
menjadi busuk.[3]
Secara mikro ekonomi, zakat itu sendiri tidak
mempunyai pengaruh terhadap Penawaran Agrgatif (AS) karena zakat diterapkan
dalam bentuk quasi rent, bukan
seperti Value added tax (pajak
pertambahan nilai).
Dengan memaksimalkan zakat, maka akan terjadi
maksimum quasi rent dan maksimum keuntungan. Zakat itu sendiri
merupakan bagian yang kecil dari profit.[4]
3.
Khums
Pertentangan
antara proportional tax dengan lump-sum tax. Di dalam sistem ekonomi
Islam yang dikenal adalah sistem proportional
tax. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan yang berbunyi:
* (#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqt Èb$s%öàÿø9$# tPöqt s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« íÏs% ÇÍÊÈ
Artinya:
“Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang
dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk
Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnus sabil,
jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba
kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Anfal: 41).[5]
Dari ayat diatas, dijelaskan bahwa khums itu ada tidak terbantahkan. Para ulama’ syi’i mengatakan bahwa sumber
pendapatannya apa pun harus dikenakan khums
sebesar 20%, sedangkan ulama’ sunni beranggapan bahwa ayat ini hanya
berlaku untuk harta rampasan perang saja. [6]
4.
Jizyah
Jizyah
adalah pajak yang
dibayarkan oleh orang-orang non Muslim sebagai pengganti sosial ekonomi dan
layanan kesejahteraan lainnya, serta untuk mendapatkan perlindungan keamanan
dari Negara Islam. Jizyah sama dengan Poll Tax, karena orang-orang non Muslim tidak mengenal zakat
fitrah. Jumlah yang harus dibayar sama dengan jumlah minimum yang dibayar oleh
orang Islam.[7]
5.
Penerimaan
Lain
Ada yang disebut dengan kaffarah yaitu denda, misalnya denda yang dikenakan kepada suami
istri yang berhubungan badan disiang hari pda bulan puasa. Mereka harus
membayar denda dan denda tersebut masuk dalam pendapatan negara. contoh lain
adalah orang yang meninggal dan tidak mempunyai anak dan cucu sehingga
warisannya dimasukan sebagai pendapatan negara. Contoh lainnya lagi yaitu pada
zaman Umar ibn Khattab r.a ada zakat untuk melewati jembatan.
C. KEBIJAKAN
MAKRO EKONOMI
Bentuk-bentuk kebijakan ekonomi yang akan dilakukan
sesuatu negara sangat tergantung kepada tujuan-tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh sebab itu, dalam membicarakan mengenai masalah bentuk-bentuk kebijakan
makro ekonomi, ada baiknya apabila terlebih dahulu diterangkan tujuan-tujuan
dari menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut.
Adapun tujuan-tujuan dari kebijakan makro ekonomi
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Menstabilkan
kegiatan ekonomi
2.
Mencapai
tingkat penggunaan tenaga kerja (kesempatan kerja) penuh tanpa inflasi
3.
Menghindari
masalah inflasi
4.
Menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang teguh
5.
Mewujudkan
kekukuhan neraca pembayaran dan kurs valuta asing.[8]
BAB
III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami
simpulkan bahwa Dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
terdapat beberapa cara yang digunakan untuk menghimpun dana guna menjalankan
pemerintahan. Pemerintah dapat melakukan bisnis seperti perusahaan lainnya,
misalnya dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti halnya
perusahaan lain, dari perusahaan negara ini diharapkan memberikan keuntungan
yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendapatan Negara.
Penghimpunan dana yang umum dilakukan adalah dengan
cara menarik pajak dari masyarakat. Pajak dikenakan dalam berbagai bentuk
seperti pendapatan, pajak penjualan, pajak bumi dan bangunan dan lain-lain. Pajak
yang dikenakan kepada masyarakat tidak dibebankan terhadap bentuk usahanya
sehingga dapat menimbulkan ketidak stabilan. Dalam teori konvensional, pajak
mendorong kurva penawaran ke kiri (mengurangi penawaran) jika dikenakan dalam bentuk Value Added Tax.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
Al-Waah, 1989).
Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011).
, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2011).
Sadono Sukirno, Makro Ekonomi: Teori Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011).
[1] Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011), hal. 255-257.
[2] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 119.
[3] Ibid, hal. 262.
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
Al-Waah, 1989), hal. 267.
[6] Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Makro Islam, Op Cit, hal. 264.
[7] Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Makro Islam, Op Cit, hal. 266.
[8] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi: Teori Pengantar,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 23.
0 komentar:
Post a Comment