BAB I
PENDAHULUAN


Filsuf adalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu  dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya, filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.[1]
Dari latar belakang tersebut maka disini penulis mengambil judul makalah tentang pengertian, tujuan dan ruang lingkup sejarah terbentuknya filsafat yangmana makalah ini sudah dirangkum secara rinci agar mudah untuk dipamahi dan mudah untuk dimengerti guna menambah wawasan dan pengetahuan kita dikemudian hari.


BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP SEJARAH TERBENTUKNYA FILSAFAT


A.    DEFINISI FILSAFAT
Pengertian filsafat, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu secara etimologi dan secara terminologi.
Filsafat secara etimologi berasal dari bahasa Arab dengan kata falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa Yunani Philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan dalam sedalam-dalamnya.
Sedangkan menurut terminologi, adalah arti yang terkandung oleh istilah filsafat. Dikarenakan batasan dari filsafat itu banyak maka sebagai gambaran perlu diperkenalkan beberapa batasan.
1.      Plato
Menurut plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
2.      Aristoteles
Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).
3.      Al Farabi
Menurut Filsuf Arab ini mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.[2]
      Secara harfiah, filsafat berarti “Cinta kepada ilmu” . Filsafat  berasal dari kata philo yang artinya cinta dan sophos artinya ilmu atau hikmah. Secara historis, filsafat menjadi induk segala ilmu pengetahuan yang berkembang sejak zaman Yunani Kuno sampai dengan Zaman Modern sekarang ini.
B.     SEJARAH KELAHIRAN FILSAFAT
Berbicara tentang kelahiran dan perkembangan filsafat pada awal kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban Kuno (masa Yunani).
Pada tahun 2000 SM bangsa Babylon yang hidup di lembah Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Efrat, telah mengenal alat pengukur berat, tabel bilangan berpangkat, tabel perkalian dengan menggunakan sepuluh jari.
Piramida yang merupakan salah satu keajaiban dunia itu, yang ternyata pembuatnya menerapkan geometri dan matematika, menunjukan cara berpikirnya sudah tinggi. Selain itu, merekapun sudah dapat mengadakan kegiatan pengamatan benda-benda langit, baik bintang, bulan, matahari, sehingga dapat meramalkan gerhana baik gerhana bulan maupun gerhana matahari. Ternyata yang mereka pakai dewasa ini disebut dengan astronomi.[3]
1.      Masa Yunani
Yunani terletak di Asia kecil. Kehidupan penduduknya sebagai nelayan  dan pedagang, sebab sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pantai, sehingga mereka dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
Kebiasaan mereka hidup di alam bebas sebagai nelayan itulah mewarnai kepercayaan yang dianutnya, yaitu berdasarkan kekuatan alam sehingga beranggapan bahwa hubungan manusia dengan Sang Maha Pencipta bersifat formalitas. Arinya, kedudukan Tuhan terpisah dengan kehidupan manusia.
2.      Masa Abad Pertengahan
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaiman halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu di dasarkan atas dogma agama, corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris.
Baru pada abad ke 6 M, setelah mendapatkan dukungan dari Karel Agung, maka didirikanlah sekolah-sekolah yang memberikan pelajaran tentang gramatika, dialektika, geometri, aritmatika, astronomi, dan musik.
Keadaan yang demikain itu akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke 13 yang ditandai dengan berdirinya universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo-ordo inilah mereka mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033-1109), Abaelardus (1079-1143), Thomas Aquinas (1225-1274).
3.      Masa Abad Modern
Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan sehingga corak pemikirannya antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal pikir dan pengalaman.
Pada abad ke 18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan, dimana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana cara/saranan apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Tokoh-tokohnya antara lain George Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776), dan Rousseau (1722-1778).


4.      Masa Abad Dewasa Ini (Filsafat Abad Ke-20)
Filsafat dewasa ini atau filsafat abad ke 20 juga disebut dengan filsafat Kontemporer. Ciri khas pemikiran filsafat ini adalah desentralisasi manusia karena pemikiran filsafat abad ke 20 ini memberikan perhatian yang khusus kepada bidang bahasa dan etika sosial.[4]

C.    TUJUAN FILSAFAT
Menurut Harold H. Titus, Filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan.
Dr. Oemar A. Hoesin mengatakan Ilmu memberi kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.
S. Takdir Alisyahbana, menulis dalam bukunya, filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat diantara kerja manusia yang lain.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajam pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bhwa tujuan dari filsafat adalah untuk mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian).[5]

D.    RUANG LINGKUP  TERBENTUKNYA FILSAFAT
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatau ilmu adalah  sebagai berikut:
1.      Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti bahwa cara berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi
2.      Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal, artinya menyangkut persoalan-perosalan mendasar sampai keakar-akarnya
3.      Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataannya yang ada di alam ini
4.      Meskipun pemikirannya dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran yang tidak didasari pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), tetapi mengandung nilai-nilai objektif.
Pola dan sistem bersifat filsafat demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup  yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
1.      Cosmologi
Yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan wkatu, kenyataan hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan.
2.      Ontologi
Yaitu suatu pemikiran tentang asal usul kejadian alam semesta ini
3.      Philosophy of mind
Yaitu pemikrian filosofis tentang jiwa dan bagaimana berhubungannya dengan jasmani serta bagaiaman tentang kebebasan berkehendak manusia
4.      Epistemologi
Yaitu pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh, apakah dari akal pikiran atau dari pengalamna panca indera
5.      Aksiologi
Yaitu suatu pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan, misalnya moral, agama, dan keindahan.[6]
Adapun pola dan sistem pemikiran filosofis kependidikan yang berdimensi mikro adalah yang  menyangkut proses pendidikan yang meliputi tiga faktor diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Pendidik
2.      Anak didik
3.      Alat-alat pendidikan, baik bersifat materiil maupun yang bersifat non materiil.
Dengan demikian, akan tampak terus bahwa hasil pemikiran filsafat merupakan pola pikir.


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa  Filsafat secara etimologi berasal dari bahasa Arab dengan kata falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa Yunani Philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan dalam sedalam-dalamnya.
Sedangkan menurut terminologi, adalah arti yang terkandung oleh istilah filsafat. Dikarenakan batasan dari filsafat itu banyak maka sebagai gambaran perlu diperkenalkan beberapa batasan. Menurut plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).



DAFTAR PUSTAKA



Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Edisi Revisi, (Jakrata: Raja Grafindo Persada, 2011).

George Thomas While Petrick, Introduction to Philosophy.

Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007).

Poerwantana, Seluk-Beluk Filsafat Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1988).

Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).






[1] Poerwantana, Seluk-Beluk Filsafat Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1988), hal. 1.
[2] Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 1-2.
[3] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Edisi Revisi, (Jakrata: Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 22-23.
[4] Ibid, hal. 23-28.
[5] Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 11-12.
[6] George Thomas While Petrick, Introduction to Philosophy, hal. 67-69.

0 komentar:

 
Top