BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu
kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan
tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Jika pembicaraan ilmu kalam hanya
berkisar pada keyakinan-keyakinan yang harus di pegang oleh umat islam, tanpa
argumentasi rasional, ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan
istilah ilmu tauhid atau ilmu ‘aqa’id. Pembicaraan materi-materi yang
tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa
rohaniah).
Kajian
agama erat hubungannya dengan kajian filosofis, lantaran agama juga menyangkut fundamental
value dan ethnic values, untuk tidak semata mata bersifat teologis.
Hal
demikian dapat dimaklumi, lantaran pendekatan legal-formal dan lebih-lebih lagi pendekatan fiqh jauh
lebih dominan dari pada pendekatan yang lainnya. Baik
ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf
berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam, dengan metodenya
berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Perbedaannya terletak pada aspek
metodeloginya. Ilmu kalam, ilmu yang menggunakan logika. Pada dasarnya ilmu ini
menggunakan metode dialektika (dialog keagamaan). Sementara itu, filsafat
adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional.
BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN
ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF
A.
ILMU KALAM
1.
Pengertian Ilmu
kalam
Secara harfiyah, ilmu kalam
berarti pembicaraan atau perkataan. Dalam lapangan pemikiran islam, istilah
kalam memiliki dua pengertian: pertama,
sabda Allah (The Word of God), dan kedua, ‘Ilm Al-kalam (The science of kalam).[1]
Dalam Al-Quran istilah
kalam ini dapat ditemukan dala ayat-ayat yang berhubungan dengan salah satu
sifat Allah, yakni lafazh kalamullah.dalam surat An-Nisa Ayat 164:
وكلم الله مو سى تكليما (النساء:١٦٤(
Artinya: “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara
langsung.”( QS. An-Nisa: 164
).
Menurut syaikh muhammad abduh (1849-1905) ilmu tauhid atau disebut ilmu
kalam,adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah tentang sifat-sifat yang
wajib tetap bagi-Nya.sifat sifat yang jaiz disifatkan kepadanya dan tentang
sifat mustahi dari pada-Nya.dan membahas tentang rosul Allah untuk memetapkan
kebenaran risalahnya,apa yang diwajibkan atas dirinya,hal yang jaiz yang
dihubungkan/dinisbatkan pada diri mereka dan hal yang terlarang / mustahil
menghubungkannya kepada diri mereka.[2]
Sebutan kalam, juga dipertegas oleh Nurcholish Madjid,
yang mengutip Ali Asy-Syabi bahwa antara istilah mantiq dan kalam secara
historis ada hubungan. Keduanya memiliki kesamaan, lalu antara kaum
Mutakallimun (ahli ilmu kalam) dan para filosof mengganti istilah mantiq
dengan kalam, karena keduanya memiliki makna harfiyah yang sama.
Ilmu ini disebut dengan ilmu kalam,
disebabkan persoalan yang terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad
permulaan hijriyah ialah apakah kalam Allah (Al-Quran) itu qadim atau hadits.
Dan dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil pikiran ini
tampak jelas dalam pembicaraan para Mutakallimin.
2.
Sumber-sumber ilmu
kalam
Sumber utama ilmu kalam
ialah Al-Quran dan Al-Hadis yang menerangkan tentang wujudnya Allah Swt, sifat-sifat-Nya,dan persoalan akidah islam
lainnya. tidaklah tepat kalau ilmu kalam itu merupakan ilmu ke-islaman yang
murni, karena diantara pembahasan-pembahasannya banyak yang berasal dari luar
islam, sekurang-kurangnya dalam metodenya. Tetapi juga tidak benar kalau
dikatakan bahwa ilmu kalam itu timbul dari filsafat yunani, sebab unsur-unsur
lain juga ada. Yang benar ialah kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu bersumber
pada Al-Quran dan Al-Hadis yang perumusan-perumusannya didorong oleh
unsur-unsur dari dalam dan dari luar.
Salah satu Faktor timbulnya
ilmu kalam karena kebutuhan para mutakallimin terhadap filsafat itu adalah
untuk mengalahkan (mengimbangi) musuh-musuhnya, mendebat karena dengan
mempergunakan alasan-alasan yang sama, mereka terpaksa mempelajari filsafat
yunani dalam mengambil manfaat ilmu logika, terutama dari segi ke-Tuhanannya.
Kita mengetahui An-Nazham (tokoh mu’tazilah) mempelajari filsafat aristoteles
dan menolak beberapa pendapatnya.
B.
TASAWUF
1.
Awal munculnya tasawuf
Tentang kapan awal
munculnya tasawuf, Ibnul Jauzi mengemukakan, yang pasti, istilah
sufi muncul sebelum tahun 200 H. Ketika pertama kali muncul,
banyak orang yang membicarakannya dengan berbagai ungkapan. Tasawuf
dalam pandangan mereka merupakan latihan jiwa dan usaha mencegah
tabiat dari akhlak-akhlak yang hina lalu membawanya ke akhlak yang baik, hingga
mendatangkan pujian di dunia dan pahala di akhirat.[3]
Ada yang mengatakan
tasawuf dari kata “shafa”, artinya
suci, bersih, atau murni. Karena dari segi niatnya maupun tujuannya setiap
tindakan kaum sufi, dilakukan dengan niat suci untuk membersihkan jiwa dalam
mengabdi kepada Allah SWT.
Ada juga yang
menyatakan bahwa ahl ash-shuffah adalah komunitas yang hidup pada masa
Rasulullah, dan senantiasa menyibukkan diri untuk beribadah kepada Allah.
Imam Al-Ghazali dalam
Ihya U’lum Ad-Din menyebutkan, Tasawuf adalah budi pekerti. Berarti ia
memberikan bekal bagimu atas dirimu dalam tasawuf. Hamba yang jiwanya menerima
(perintah) untuk beramal karena mereka melakukan suluk dengan petunjuk Islam,
orang-orang zuhud yang jiwanya menerima perintah untuk melakukan sebagian
akhlak, karena mereka telah melakukan suluk dengan petunjuk (nur)
imannya. Mereka memiliki ciri khusus dalam aktivitas dan ibadah mereka, yaitu
atas dasar kesucian hati dan untuk pembersihan jiwa dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Mereka adalah orang yang selalu memelihara dirinya dari
berbuat dosa dan maksiat.[4]
2.
Tujuan Tasawuf
Tasawuf banyak
diminati oleh para ulama sebagai jalan atau latihan untuk mengembankan kesucian
batin atau hati. Ada dua aliran besar yang berkembang dalam dunia tasawuf,
yaitu Tasawuf falsafi (Ulama yang meminati dunia filsafat, namun
melibatkan diri dalam tasawuf berada dalam aliran ini) dan Tasawuf Sunni
(Ulama yang tidak melibatkan diri pada dunia pemikiran filsafat).
C.
FILSAFAT
1.
Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa yunani philosophia.
Yang berarti adalah cinta philia kebijaksanaan (sophia). Menurut analisis, kata ini muncul dari mulut phytagoras
yang hidup diyunani kuno pada abad ke-6 sebelum masehi. Oleh karena itu, orang
yang mencintai kebijaksanaan disebut sebagai philosophos atau filsuf. Orang
yang mencintai kebijaksanaan bukanlah orang yang sudah memiliki kebijaksanaan,
melainkan orang yang terus berupaya mencari kebijaksanaan.[5]
Menurut plato filsafat tidaklah lain dari
pada pengetahuan tentang segala yang ada. Aristoteles kewajiban filsafat adalah
menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu
yang umum. Filsafat pada dasarnya
adalah perenungan yang mendalam mengenai sesuatu yanng dianggap atau dinilai
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
D.
HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF
1. Persamaan
Ilmu
kalam, filsafat dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu
kalam adalah ke-Tuhanan dari segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek
kajian filsafat adalah masalah ke-Tuhanan disamping masalah alam, manusia, dan
segala sesuatu yang ada. Sedangkan objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni
upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, dilihat dari aspek objeknya, ketiga
ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ke-Tuhanan.[6]
Baik
ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu
kebenaran. Ilmu kalam, dengan metodenya berusaha mencari kebenaran tentang
Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri pula,
berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia (yang belum atau
tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada diluar atau diatas
jangkauannya), atau tentang Tuhan. Sementara itu, tasawuf- juga dengan
metodenya yang tipikal –berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan
perjalanan spiritual menuju Tuhan.
2. Titik perbedaan
Perbedaannya terletak pada aspek
metodeloginya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika- disamping
argumentasi-argumentasi naqliyah berfungsi untuk mempertahankan
keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya. Pada
dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (dialog keagamaan). Berisi
keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan melalui argumen-argumen
rasional. Dan dari segi tempat berpijak, Ilmu kalam berpijak pada wahyu dan
kesadaran adanya Tuhan.
Dari segi pembinaan, ilmu kalam timbulnya
berangsur-angsur dan dimulai dari beberapa persoalan yang terpisah-pisah,
akhirnya tumbuh aliran-aliran ilmu kalam.
Sementara itu, filsafat adalah sebuah ilmu
yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Dan metode yang digunakan
adalah rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal
budi secara radikal (mengakar), intelegral (menyeluruh) dan universal
(mengalam), tidak terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangan nya
sendiri yang bernama logika. Dan berpijak dari akal pikiran dan kesadaran akan
wujud diri sendiri.
Dari segi pembinaannya, filsafat sejak semula
sudah tumbuh diyunani dalam keadaan utuh dan lengkap, sehingga ketika diterima
kaum muslim tinggal memberi penjelasan-penjelasan dan mempertemukannya dengan
kepercayaan-kepercayaan Islam.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan
makalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu kalam, filsafat dan
tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah
ke-Tuhanan dari segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat
adalah masalah ke-Tuhanan disamping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu
yang ada. Sedangkan objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya
pendekatan terhadap-Nya. Jadi, dilihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu
membahas masalah yang berkaitan dengan ke-Tuhanan.
Baik
ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu
kebenaran. Ilmu kalam, dengan metodenya berusaha mencari kebenaran tentang
Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri pula,
berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia (yang belum
atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada diluar atau
diatas jangkauannya), atau tentang Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Reza
Wattimena, Filsafat dan Sains: Sebuah
Pengantar, (Jakarta: Grasindo, 2008).
Abdul Rozak, Filsafat Tasawuf, (Bandung: Pustaka
Setia, 2010).
Adeng Muchtar, Perkembangan
Ilmu Kalam Dari Klasik Hingga Modern, (Bandung: Pustaka Setia, 2005).
Ahmad Jaiz Hartono,
Kumpulan Buku Hartono: Tasawuf Belitan
Iblis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005).
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia,
2003).
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam: Teologi Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2012).
[1]
Adeng Muchtar, Perkembangan Ilmu Kalam Dari Klasik Hingga
Modern, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hal. 19
[2]
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam: Teologi Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2012), hal. 1.
[3]
Ahmad Jaiz Hartono, Kumpulan Buku Hartono: Tasawuf Belitan
Iblis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 6.
0 komentar:
Post a Comment