Materi Kuliah
Ekonomi Makro
“MAKRO EKONOMI
ISLAM”
OLEH:
SITI UMUL
KHASANAH
A.
PENDAHULUAN
Teori
atau analisis dasar dalam ilmu ekonomi dibedakan menjadi dua bentuk yaitu mikroekonomi, dan makroekonomi. Sebagian dari anda mungkin sudah mengenal dan
mempelajari teori mikro-ekonomi. Untuk
dapat memahami analisis dan teori yang akan diterangkan dalam buku ini,
terlebih dahulu akan diterangkan tentang corak dan ruang lingkup analisis
makroekonomi, yaitu aspek-aspek dari kegiatan dalam ekonomi yang akan
diterangkan dalam teori tersebut, disamping itu, dalam buku ini akan
menerangkan pula tiga aspek yaitu:
1. Masalah-masalah
makroekonomi utama
2. Berbagai
jenis data utama yang digunakan untuk mengamati dan menilai presentasi kegiatan
suatu perekonomian.
3. Masalah-masalah
makroekonomi dan kebijakan-kebijakan Pemerintah yang dapat digunakan untuk
mengatasi berbagai masalah makroekonomi yang dihadapi.[1]
Analisis-analisis
dalam teori makroekonomi lebih global atau lebih menyeluruh sifatnya. Dalam
makroekonomi yang diperhatikan adalah tindakan konsumen secara keseluruhan,
kegiatan-kegiatan keseluruhan pengusaha dan perubahan-perubahan keseluruhan
kegiatan ekonomi. Atas dasar corak analisis yang berbeda ini para ahli-ahli ekonomi
membedakan teori-teori dasar dalam ilmu ekonomi kepada teori mikro dan makro.[2]
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Makroekonomi Islam
Menurut Chapra (2002:
307), salah satu masalah utama dalam kehidupan social di masyarakat adalah
mengenai cara melakukan pengalokasian dan pendistribusian sumber daya yang laksa tanpa harus bertentangan dengan tujuan
makroekonominya. Tanpa adanya keseimbangan ini, maka masyarakat mungkin akan
menghadapi berbagai masalah. Misalnya, Ketika terlalu banyak proporsi sumber
daya yang dialokasikan untuk konsumsi, maka tabungan dan tingkat investasi yang
ada mungkin tidak cukup untuk dapat mewujudkan full employment (kesempatan kerja penuh) dan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang optimal.[3]
Lebih lanjut Chapra (2002:307),
menyatakan bahwa pengalokasian sumber daya untuk konsumsi yang terlalu kecil, dapat
menyebabkan kemungkinan terjadinya resesi dan pengangguran akibat tidak
terpenuhinya permintaan konsumen. Bahkan seandainya pula sumber daya yang dialihkan
untuk keperluan konsumsi secara aggregate
mampu mencukupi, tetap terbuka kemungkinan bahwa tidak semua kebutuhan pokok
tiap individu dalam masyarakat dapat dipenuhi.[4]
Selain itu, Kahf (2002:308),
menyebutkan bahwa pendapat umum dalam diskusi-diskusi yang telah dilakukan
sejauh ini dibidang makroekonomi Islam menganggap bahwa meskipun system pasar
sangat penting, namun masih belum memadai.[5] Mekanisme
ini perlu didukung tidak hanya melalui peran efektif dari pemerintah, melainkan
juga dengan reformasi moral dari individu-individu yang ada di pasar sesuai
dengan kapasitasnya masing-masing, agar tujuan kemanusiaan dari masyarakat
dapat direalisasikan secara efektif tanpa intervensi pemerintah yang
berlebihan.
2.
Tujuan Ekonomi Islam
Menurut Nik Mustofa
(1992: 23-24), Islam berorientasi pada tujuan (Goal Oriented). Prinsip-prinsip yang mengarahkan pengorganisasian
kegiatan-kegiatan ekonomi pada tingkat individu dan kolektif bertujuan untuk
mencapai tujuan-tujuan menyeluruh yang dalam tata social Islam.
Secara umum
tujuan-tujuan itu dapat digolongkan sebagai berikut ini:
a)
Menyediakan dan
menciptakan peluang-peluang yang sama dan luas bagi semua orang untuk berperan serta
dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Peserta serta individu dalam kegiatan ekonomi
merupakan tanggung jawab keagamaan. Individu diharuskan menyediakan dan
menopang setidaknya kebutuhan hidupnya sendiri dan orang-orang yang bergantung
padanya.
b)
Memberantas kemiskinan
aboslut dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar bagi semua individu masyarakat. Kemiskinan
bukan hanya merupakan penyakit ekonomi, tetapi juga mempengaruhi spiritualisme
individu. Islam menomor satukan pemberantasan kemiskinan. Pendekatan Islam dalam
memerangi kemiskinan ialah dengan merangsang dan membantu setiap orang untuk
berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan-kegiatan ekonomi.
c)
Mempertahankan stabilitas
ekonomi dan pertumbuhan, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Islam
memandang posisi ekonomi manusia tidak statis. Dengan ungkapan yang sangat
jelas, Allah telah menjamin bahwa semua makhluk diciptakan untuk dimanfaatkan oleh
manusia. Gagasan tentang peningkatan kesejahteraan ekonomi manusia rupanya
sebuah proposisi religious. Karena terdapat sintesis antara aspek-aspek
material dan spiritual dalam skema Islam mengenai kegiatan manusia, kemajuan
ekonomi yang diciptakan oleh Islam juga member sumbangan bagi perbaikan spiritual
manusia. Stabilitas ekonomi dalam Islam menunjukan pada pencapaian stabilitas
harga dan tiadanya pengangguran. Kedua tujuan ini, berbeda dalam wilayah
keadilan ekonomi.[6]
3.
Pemenuhan Kebutuhan
Menurut Mannan (1997:
44) konsumsi adalah permintaan sedangkan produksi adalah penawaran. Kebutuhan
konsumen yang kini dan yang telah diperhitungkan sebelumnya merupakan insentif
pokok bagi kegiatan-kegiatan ekonominya sendiri. Mereka mungkin tidak hanya
menyerap pendapatannya tetapi juga member insentif untuk meningkatkannya. Hal ini mengandung arti bahwa pembicaraan
mengenai konsumsi adalah primer, dan hanya bila para ahli ekonomi
mempertunjukkan kemampuannya untuk
memahami, dan menjelaskan prinsip produksi maupun konsumsi saja, mereka dapat
mengembangkan hukum-hukum nilai dan distribusi hampir setiap cabang lain dari
subjek tersebut.
Menurut Chapra (2002:
309), konsumsi agregat merupakan salah satu variable kunci dalam ilmu
makroekonomi konvensional. Konsumsi agregat terdiri dari konsumsi barang
kebutuhan dasar serta konsumsi barang mewah. Barang-barang kebutuhan dasar
(termasuk untuk keperluan hidup dan kenyamanan) dapat didefinisikan sebagai
barang dan jasa yang mampu memenuhi suatu kebutuhan atau mengurangi kesulitan
hidup sehingga memberikan perbedaan yang riil
dalam kehidupan konsumen.[7]
Sedangkan barang-barang
mewah itu sendiri didefinisikan sebagai semua barang dan jasa yang diinginkan baik
untuk kebanggaan diri maupun untuk suatu yang sebenarnya tidak memberikan
kontribusi perubahan berarti bagi
kehidupan konsumen.
Konsumsi agregat yang
sama mungkin memiliki proporsi barang kebutuhan dasar dan barang mewah yang
berbeda dan tercapai tidaknya pemenuhan suatu kebutuhan tidak tergantung kepada
proporsi ini. Fungsi konsumsi di dalam ilmu makroekonomi konvensional tidak
memperhitungkan komponen-komponen konsumsi agregat ini. Yang lebih banyak
dibicarakan dalam ilmu makroekonomi konvensional terutama mengenai pengaruh
dari tingkat harga dan pendapatan terhadap konsumsi. Hal ini dapat memperburuk
analisis, karena saat tingkat harga dan
pendapatan benar-benar memainkan peran yang substansial dalam menentukan
konsumsi agregat, ada sejumlah factor moral, social, politik, ekonomi dan
sejarah yang mempengaruhi pengalokasianya.
4.
Pertumbuhan Optimum dan Full Employment
Menurut IMF dalam
laporannya dalam World Economic Outlook,
saving in growing world economic, (dalam Chapra, 2002: 311), menyebutkan
berpendapat bahwa bahan dasar utamas untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
berkeseimbangan adalah adanya tingkat tumbuhan ekonomi yang berkeseimbangan
adalah adanya tingkat tabungan, investasi, kerja keras dan kesungguhan,
kemajuan teknologi dan manajemen kreatif, bersama dengan perilaku social serta
kebijakan pemerintah yang mendukung.[8]
Lebih lanjut menurut
Chapra (2000:312), pokok penting dari masalah tingkat tabungan disini
difokuskan kepada kemungkinan pengaruh nilai-nilai dan institusi-institusi
Islam terhadap tingkat tabungan agregat. Semua factor yang menurunkan proporsi
konsumsi dalam total pendapatan akan meningkatkan tabungan.[9]
C.
KESIMPULAN
Dari pemahasan materi tentang “Makro
ekonomi Isalm” diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa Analisis-analisis
dalam teori makroekonomi lebih global atau lebih menyeluruh sifatnya. Dalam
makroekonomi yang diperhatikan adalah tindakan konsumen secara keseluruhan,
kegiatan-kegiatan keseluruhan pengusaha dan perubahan-perubahan keseluruhan
kegiatan ekonomi.
Menurut Chapra (2002: 307), salah satu
masalah utama dalam kehidupan social di masyarakat adalah mengenai cara
melakukan pengalokasian dan pendistribusian sumber daya yang laksa tanpa harus bertentangan dengan tujuan
makroekonominya.
Selain itu, Kahf (2002:308), menyebutkan
bahwa pendapat umum dalam diskusi-diskusi yang telah dilakukan sejauh ini
dibidang makroekonomi Islam menganggap bahwa meskipun system pasar sangat
penting, namun masih belum memadai.
Sedangkan menurut penulis dapat
simpulkan bahwa yang dimaksud dengan system makro ekonomi islam adalah suatu
system atau ilmu yang mempelajari tentang
kegiatan ekonomi yang sejalan dengan ajaran islam.
DAFTAR PUSTAKA
Eko Supriyitno, Ekonomi
Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, Yogyakarta:
Penerbit Graha Ilmu, 2004.
Sadono Sukirno,
Makroekonomi: Teori Pengantar, Edisi Ketiga, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.
Umer Chapra, Sistem
Moneter Islam, diterjemahkan oleh Iwan Abidin Basri, Jakarta:Gema
Insani Press dan Tazkia Cendekia, 2000.
[1] Sadono Sukirno, Makroekonomi: Teori Pengantar, Edisi
Ketiga, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 1
[2] Ibid,
[3] Eko Supriyitno, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro
Islam dan Konvensional, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2004, hal 17.
[4] Ibid, hal. 18
[5] Ibid,
[6] Sadono Sukirno,Pengantar Teori Makroekonomi, Edisi
Kedua, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
[7] Eko Supriyitno, op cit, hal. 21
[8] Eko Supriyitno, op cit, hal. 23
[9] Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, diterjemahkan oleh
Iwan Abidin Basri, Jakarta:Gema Insani
Press dan Tazkia Cendekia, 2000, hal.312
1 komentar:
bagaimana pertumbuhan optimun dan full employment terhadap ekonomi syraiah?
Post a Comment