Materi Kuliah Ekonomi Makro
“ZAKAT: SUMBER KEKAYAAN NEGARA”
OLEH:
TRI KURNIAWATI


A.    PENDAHULUAN
Kewajiban  zakat atas muslim adalah diantara kebaikan Islam yang menonjol dan perhatianya terhadap urusan para pemeluknya, hal itu karena banyak sekali manfaat zakat dan sangat besar kebutuhan orang-orang fakir kepada zakat. Diantara hikmah-hikmah zakat adalah: mengokohkan ikatan cinta-cinta antara sikaya dan si miskin, karena jiwa sesungguhnya diciptakan dengan kecenderungan mencintai orang yang berbuat baik kepadanya. Dan diantara faedah-faedahnya adalah: mensucikan jiwa dan menjauhkannya dari sifat kikir,  sebagaimana yang ditunjukan dalam Al-Qur’an yang artinya “Ambilah zakat dari sebagian mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensusikan mereka.” (QS. At-Taibah: 103).
Setiap harta yang  tidak dikeluarkan zakatnya, maka ia adalah harta simpanan yang pemiliknya dan akan diazab pada hari kiamat, adapun peran zakat itu sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari uraian diatas, maka disini penulis akan menjelaskan tentang zakat:sumber kekayaan Negara. Dengan zakat kita bisa meringankan beban orang miskin dan orang yang kurang mampu.

B.     PENGERTIAN ZAKAT
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar dari zaka, yang mempunyai arti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji. Adapun dari segi istilah fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya, disamping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.
Sedangkan menurut etimologi, yang dimaksud dengan zakat adalah sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Didalam Al-Qur’an, Allah SWT. Telah menyebutkan secara jelas berbagai ayat tentang zakat,  dan shalat sejumlah 82 ayat. Dari sini disimpulkan bahwa zakat merupakan rukun Islam terpenting setelah shalat.[1] Stiglitz (1986), mengemukakan bahwa pungutan, sejak zaman dahulu sudah ada,  walaupun pungutan di masa lalu dengan di masa sekarang itu sangat berbeda. Pungutan pada masa lalu disebut sebagai feudal levie  sedangkan pada masa sekarang ini disebut sebagai modern taxes.[2]
Menurut RIyardi (2002:319), zakat hanya memenuhi dimensi pertama. Sebab potensi dan realisasi penerimaan zakat pertahun lebih kurang sebesar 7 triliun. Jumlah ini seharusnya lebih besar lagi, mengingat banyaknya penduduk beragama Islam di Indonesia. Namun ada beberapa hal yang perlu dicermati. Pertama, zakat hanya diambil dari hal tertentu, misalnya uang, pertanian, dan perdagangan. Kedua, zakat tidak dapat digunakan untuk sembarangan  kepentingan umum. Zakat, pada saat ini dibatasi untuk kepentingan umat Islam. Hanya umat Islamlah yang dapat meyakini ajaran zakat.[3]
Menurut Chapra (2002: 317), zakat bukan merupakan substitusi dari berbagai model pembiayaan mandiri yang dibuat oleh masyarakat modern untuk menyediakan perlindungan asuransi social bagi penganguran,  kecelakaan, usia lanjut, dan kecacatan melalui pengurangan dari gaji pegawai dan dari konstribusi pemberian kerja.[4] Zakats juga tidak menggantikan komponen pengeluaran pemerintah untuk kesejahteraan dan untuk bantuan disaat terjadi bencana yang telah di tetapkan dalam anggaran.[5]
Islam menjamin penghidupan orang-orang fakir dan mereka yang berkebutuhan dalam masyarakat Islam, bukan sekedar dari kemurahan hati, tetapi adalah hak bagi orang-orang fakir dan miskin. Maka dari itu, Islam menyebutkan sifat orang-orang beriman. Allah SWT berfirman:
šúïÉ©9$#ur þÎû öNÏlÎ;ºuqøBr& A,ym ×Pqè=÷è¨B ÇËÍÈ   È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãósyJø9$#ur ÇËÎÈ  
Artinya “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)” (Q.S. Al-Ma’arij: 24-25).

Agar suatu zakat dapat memainkan peranannya secara berarti, sejumlah ekonom Muslim menyarankan bahwa zakat ini seharusnya menjadi suplemen pendapatan permanen hanya bagi orang-orang yang tidaks mampu menghasilkan pendapatan yang cukup bagi melalui usaha-usahanya sendiri. untuk kepentingan lainnya zakat dipergunakan hanya untuk menyediakan pelatihan dan modal “unggulan”, baik sebagai kredit yang bebas bunga ataupun sebagai bantuan, untuk membuat mereka mampu membentuk usaha-usaha kecil sehingga dapat berusaha mandiri.[6]
Menurut Kahf, zakat dapat mengendalikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Pengalokasian harta produktif diantara berbagai manfaats alternative
2.      Sarana-sarana  produksi yang tidak produktif
3.      Pengalokasian pendapatan diantara pengeluaran dan tabungan
4.      Pengalokasian tabungan-tabungan  diantara  manfaat-manfaat produktif dan barang-barang mewah yang akhirnya rusak tanpa guna.[7]

C.    ESENSI DISTRIBUSI DARI ZAKAT
Zakat dalam berbagai bentuknya, berfungsi membangun pajak kekayaan Negara, karena mendayagunakan semua bentuk kekayaan yang ada. Tidak seperti halnya dalam pajak modern, pengaturan pengumpulan zakat begitu sederhanas  dan tidak memerlukan pengetahuans khusus. Pelaksanaan pemungutan zakat secara semestinya, secara ekonomi, serta sebaliknya dapat menciptakan redistribusi yang merata, disamping dapat pula membantu mengekang laju inflasi. Selain perkembangan tak menentu daris peredaran uang di dalam negeri, kekurangan barang dan kecepatan peredaran uang, distribusi kekayaan yang tidak tepat dan tidak merata dapat pula mengakibatkan timbulnya laju inflasi dan kehancuran pasar.[8]
Zakat bukan merupakan substitusi dari berbagai model pembiayaan mandiri yang dibuat oleh masyarakat modern untuk menyediakan perlindungan asuransi social bagi pengangguran, kecelakaan, usia lanjut, dan kecacatan melalui pengurangan  dari gaji pegawai dan dari kontribusi pemberian kerja. Zakat merupakan penopang dan tambahan meringankan beban pemerintah dalam menciptakan pemerataan dan pengurangan skemiskinan. Demikian pula zakat tidak menghalangi Negara untuk mengadopsi ukuran-ukuran fiscal dan skema-skema redistribusi pendapatan serta perluasan lapangan pekerjaan dan peluang penciptaan lapangan kerja sendiri melalui bantuan modal ringan dana zakat itu sendiri.
Zakat merupakan alat bantu social mandiri yang menjadi kewajiban bagi orang yang membantu mereka yang miskin dan terabaikan yang tak mampu menolong dirinya sendiri meskipun dengan semua skema jaminan social yang ada, sehingga kemelaratans dan kemiskinan, dapat terhapuskan dari masyarakat Muslim. Zakat tidak menghilangkan kewajiban pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan, melainkan hanya membantu menggeser sebagian tanggung jawab pemerintah ini kepada masyarakat, khususnya kerabat dekats dan tetangga dari individu-individu yang terkait, sehingga mengurangi beban pemerintah.[9]

D.    TUJUAN PENDAYAGUNAAN ZAKAT
Zakat akan mendorong investasi secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung, dengan dikenakannya zakat terhadap kekayaan maka kekayaan yang ditabung akan segera diaktifkan atau diinvestasikan.
Secara tidak langsung, dengan meningkatkan konsumsi barang-barang dan jasa-jasa pokok sebagai akibat meningkatnya pendapatan orang-orang fakir miskin karena zakat maka permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa  pokok akan meningkat. Meningkatnya permintaan barang dan jasa ini akan merangsang produksi barang-barang dan jasa-jasa tersebut, yang berarti meningkatknya investasi terutama terhadap barang-barang dan jasa-jasa pokok.
Departemen Agama Republik Indonesia menyebutkan bahwa tujuan dan sasaran zakat hendaknya digunakan untuk hal-hal sebagai berikut ini:
1.      Memperbaiki taraf hidup
Tujuan zakat yang utama adalah memperbaiki taraf hidup masyarakat. Rakyat Indonesia masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan, dan akibatnya dari itu juga, maka masalah kebodohan  dan kesempatan memperoleh pendidikan masih merupakan masalah serius yang harus dipecahkan.
Kegiatan yang dapat dilakukan ada dua macam, pertama kegiatan yang bersifat motivasi seperti memberikan pengetahuan tentang system manajemen (dalam arti sederhana), bimbingan, memberikan pengetahuan tentang beberapa macam Home Industry dan  lain-lain. Kedua,  kegiatan yang bersifat memberikan bantuan permodalan, baik berupa uang untuk modal pertama, modal tambahan maupun modal berupa barang seperti peralatan, ternak, dan lain sebagainya.

2.      Pendidikan dan Bea Siswa
Beberapa ulama dan cendekiawan Muslim, bahkan  menyarankan pendayagunaan zakat sebagai dana abadi biaya beasiswa  pendidikan. Biasanya lembaga pendidikan Islam  yang ada seperti Madrasah terutama yang berstatus swasta, keadaanya kurang menggembirakan. Hal ini disebabkan kurangnya biaya untuk membina disamping kekurangan-kekurangan lainnya seperti tenaga guru, perencanaan kurikulum, dan sebagainya.

3.      Mengatasi ketenagakerjaan atau Pengangguran
Sasaran atau objek penggarapan dari proyek rintisan ini adalah fuqara yaitu orang-orang yang belum mempunyai usaha atau pekerjaan tetap untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Proyek seperti ini sudah dilakukan oleh beberapa lembaga Amil Zakat (LAZ) baik dari DD Republika, DSUQ, PKPU ataupun BAZ, seperti yang dilakukan oleh DD republika dengan program MM-nya (Masyarakat Mandiri) ataupun program-program yang lain.
4.      Program pelayanan Kesehatan
Program lainnya yang dapat ditanggulangi melalui program pendayagunaan ZIS, adalah masalah pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin khususnya dan pedesaan pada umumnya yang belum merata, disamping kemauan social ekonomi masyarakat itu sendiri belum mampu menjangkaunya. Zakat sebagai konsep social, tentunya harus ikut memikirkans hal-hal tersebut, artinya bahwa zakat tersebut dapat dimanfaatkan untuk umat Islam dalam bentuk pelayanan kesehatan. Penggunaan zakats dalam arti tersebut, bisa sebagai penafsirans dari kata “Fisabilillah” yang oleh kebanyakan ulama diartikan sebagai kepentingan umum. Kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya mendirikan poliklinik, hal ini daerah pekotaan telah banyak dilakukan, seperti di Jakarta oleh BAZ DKI.
5.      Panti Asuhan
Usaha menanggulangi anak-anak seperti anak-anak yatim, telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun organisasi atau lembaga swasta, dikota maupun dipedesaan. Usaha tersebut bersifat kemanusiaan dan merupakan salah satu ajaran yang sangat didorong agama Islam (memelihara/mendidik anak yatim).[10]


E.     KESIMPULAN
Dari pembahasan materi diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa zakat adalah sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dari sini disimpulkan bahwa zakat merupakan rukun Islam terpenting setelah shalat. Stiglitz (1986), mengemukakan bahwa pungutan, sejak zaman dahulu sudah ada,  walaupun pungutan di masa lalu dengan di masa sekarang itu sangat berbeda.
Departemen Agama Republik Indonesia menyebutkan bahwa tujuan dan sasaran zakat hendaknya digunakan untuk hal-hal sebagai berikut ini:
1.      Memperbaiki taraf hidup
2.      Pendidikan dan Bea Siswa
3.      Mengatasi ketenagakerjaan atau Pengangguran
4.      Program pelayanan Kesehatan
5.      Panti Asuhan


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mubariq,  Zakat Untuk Pengentasan Kemiskinan Beberapa isu Kebijakan, Michigan State University, US. 2000.

Departemen Agama Republik Indonesia,  Undang-undang No. 38, Tentang  Pengelolaan Zakat, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, Departemen Agama,1999.

Eko Supriyitno, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, Yogyakarta: Graha Ilmu,  2004.

Monzer Kahf, Estimation of Zakat Proceeds in a Few Muslim Countries. www.kahf.net/articles/english/.

Nurul Huda, Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2010.

Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Jakarta: GIP dan Tazkia Institute, Cetakan Pertama,  2000.


[1] Nurul Huda, Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2010, hal.293
[2] Eko Supriyitno, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, Yogyakarta: Graha Ilmu,  2004, hal. 31
[3] Ibid,hal. 31-32
[4] Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Jakarta: GIP dan Tazkia Institute, Cetakan Pertama,  2000.
[5] Ibid,
[6] Ahmad Mubariq,  Zakat Untuk Pengentasan Kemiskinan Beberapa isu Kebijakan, Michigan State University, US. 2000
[7] Monzer Kahf, Estimation of Zakat Proceeds in a Few Muslim Countries. www.kahf.net/articles/english/.
[8] Eko Supriyitno, op cit hal. 40
[9] Eko Supriyitno, op cit hal. 41
[10] Departemen Agama Republik Indonesia,  Undang-undang No. 38, Tentang  Pengelolaan Zakat, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, Departemen Agama,1999.

0 komentar:

 
Top